Sepulang
dari menghadiri undangan paparan SMART Health di Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya (17/02), saya sempat mengunjungi Museum Kesehatan Jiwa
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat di daerah Lawang. Namun, pada waktu itu
museumnya sudah tutup karena kesorean. Kemudian berencana hari Sabtunya mau
berkunjung lagi tapi ternyata kalau hari Sabtu dan Minggu atau tanggal merah,
museum ini juga tutup.
Kesempatan
pun tersebut tertunda. Saya menganggapnya belum rezeki. Selang beberapa bulan,
tiba-tiba saya mendapat undangan lagi untuk ke Malang. Akhirnya, moment ini yang saya jadikan waktu untuk
mengunjungi museum ini lagi. Karena acara pertemuan pada siang hari, paginya
saya berusaha meluncur ke sana, dan kesampaianlah berkunjung ke Museum
Kesehatan Jiwa ini. Museum ini terletak di Jalan Ahmad Yani No. 1 Desa
Sumberporong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi
museum ini berada di lingkungan RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, atau tepat
berada di samping Playgorup atau TK Dharma Wanita Persatuan RSJ Dr. Radjiman.
Sesuai namanya, keberadaan museum ini terkait dengan perjalanan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Radjiman Wediodiningrat yang berdiri pada 23 Juni 1902. Karena yang menggagas dan mendirikan museum ini adalah RSJ tersebut. Idenya berawal pada waktu RSJ memasuki usia satu abad, ketika RSJ mengadakan pameran perjalanan RSJ dengan berbagai koleksi yang dimilikinya di Pendopo RSJ. Dari situlah, jajaran direksi mempertimbangkan untuk mendirikan sebuah museum yang bisa menampung koleksi yang dimiliki RSJ. Karena selama koleksi-koleksi RSJ hanya ditempatkan di sebuah gudang saja, tanpa diketahui masyarakat umum dan menjadi kumuh.
Dengan
menempati bangunan kuno yang berada di lingkungan RSJ ini, Museum Kesehatan
Jiwa RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat diresmikan bertepatan dengan HUT RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat yang ke-107 (23 Juni 2009) oleh Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Dr. Farid Husein, MPH.
Pengumpulan
benda-benda kuno ini sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama keluarga besar
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur
merangkaikan kembali sejarah melalui media benda-benda kuno dan dokumen
pendukung sebagai bukti perjalanan sejarah perkembangan kesehatan jiwa di
Indonesia.
Tujuan
dari pendirian museum ini adalah sebagai wahana bagi semua yang peduli untuk
merangkaikan kembali berbagai kepingan kisah yang terserak, untuk merekatkan
kembali berbagai serpihan artefak yang terkoyak, dan untuk tanpa henti memahami
serta mensyukuri keberadaan RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai bagian
penting sejarah kesehatan jiwa di Indonesia yang panjang, unik, dan dinamis.
Koleksi Museum
Seperti
pada umumnya, museum ini juga mempunyai ruangan untuk memajang atau memamerkan
beberapa koleksi yang dimiliki oleh museum tersebut. Namun, nama-nama ruang
pamer tersebut memiliki nama yang tidak lazim pada sebuah museum, seperti Ruang
Tamu, Ruang Direktur, Ruang Preventif/Promotif, Ruang Kuratif, Ruang Penunjang,
Ruang Pepustakaan, dan Ruang Rehabilitasi.
Penamaan
ruang pamer tersebut mencerminkan tahapan-tahapan dalam aktivitas pada RSJ
tersebut.
Ruang Tamu
Di
dalam ruangan ini berisi documentary
story board terpampang di dinding sebagai salah satu keping penting mozaik
sejarah kesehatan mental di Indonesia, biografi Dr. Radjiman Wdiodiningrat,
denah alur pengunjung museum, prasasti peresmian, dan banner berupa jam kunjung
museum.
Selain
itu, juga ada story line yang
berceritera dari pengalaman RSJ tersebut, berbunyi: “ ... Ketidaktahuan akan gangguan jiwa di masa silam meninggalkan jejak
kelam bagi penyandang dan keluarganya.”
Ruang Direktur
Ruang
ini menampilkan seperangkat ruang kerja Direktur RSJ tersebut. Ada meja terbuat
dari kayu jati pilihan yang dulu pernah digunakan oleh direktur RSJ, lengkap
dengan kursinya. Di atasnya terdapat mesin ketik dan telepon zaman dulu, serta
lonceng kecil yang digunakan untuk memanggil bawahannya.
Di
ruangan ini juga terdapat beberapa Staatblad
dan buku-buku lawas perihal kesehatan
jiwa yang disusun rapi di dalam rak di samping meja sang direktur. Selain itu,
juga terpampang 18 foto direktur yang pernah menjabat di RSJ ini, mulai dari
orang Belanda sampai ke orang pribumi.
Pada
ruangan ini terdapat koleksi tua nan unik berupa proyektor film yang berbahan
plat besi dengan ukuran tinggi 160 cm, dan lebar 120 cm. Tahun pembuatan
proyektor film ini adalah tahun 1950.
Proyektor
adalah sebuah alat optik yang digunakan untuk menampilkan gambar di sebuah
media layar atau permukaan yang serupa. Proyektor film ini berfungsi sebagai
sarana rehabilitasi pasien, sekaligus sebagai sarana hiburan dan sosialisasi
bagi pegawai dan masyarakat sekitar. Proyektor ini digunakan sejak mulai tahun
1950 hingga tahun 1970.
Selain
itu, di dalam ruangan ini juga terdapat gamelan yang konon dimainkan di pendopo
untuk fungsi rehabilitatif bagi pasiennya.
Ruang Kuratif
Di
ruang kuratif ini ditampilkan sejumlah koleksi museum yang berhubungan dengan penanganan
pasien sakit jiwa. Di situ terdapat replika pasung yang disertai story line yang menyentuh kalbu.
Acapkali ketidaktahuan dan ketakutan, masyarakat kehabisan akal untuk menangani
saudara-saudara kita, yang kebetulan menyandang gangguan jiwa.
Mereka
harus merelakan kebebasannya dibatasi oleh balok kayu yang berat atau rantai
besi yang kokoh, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan
dasar atau sekadar menikmati matahari sebagai manusia yang bebas. Cobalah
psangkan pasung ini di kaki Anda barang 10 menit, dan rasakan apa yang
dirasakan oleh saudara-saudara kita tersebut. “Jiwa Terasing, Raga Terpasung.”
Selain
itu, di ruangan ini juga terdapat janin yang diawetkan, alat merendam pasien, straight jacket, dan beberapa story line
tokoh-tokoh psikiatri dunia. Sejarah mencatat penanganan pasien jiwa sebelum
mengenal pengobatan modern, sudah ada cara-cara terapi yang dianggap bisa
menenteramkan, misalnya dengan perendaman (permanete baden) dan dibungkus (straight jacket).
Ruangan
ini memajang sejumlah peralatan yang pernah digunakan di RSJ Dr. RadjimanWediodiningrat ini yang pada umumnya peninggalan kolonial Belanda, seperti
wastafel, seterika arang, mikroskop, timbangan badan, alat laksatif, alat
sentirfugal, dan lain-lain.
Dari
masing-masing alat perlengkapan yang ditampilkan, dilengkapi dengan story line. Sehingga, akan memudahkan
pengunjung untuk mengetahuinya.
Ruang Perpustakaan
Sepintas,
pembaca akan menebak apa yang dipajang dalam ruang perpustakaan ini. Pastilah berupa
deretan buku, atau kepustakaan lainnya. Ternyata tidaklah seperti itu.
Di
ruangan ini, terdapat pisau potong otak sebagai penanda aktivitas penelitian
awal yang dilakukan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada kurun waktu
1929-1940, pasien-pasien di RSJ ini, KOSD Sempu dan KOSD Suko ditangani oleh
tujuh orang dokter dan satu orang profesor wanita yang khusus melakukan
penelitian otak.
Di
dalam ruangan ini, juga terdapat Human
Skelatal yang berada di dalam almari kaca, berdampingan dengan lonceng besar
yang dulu di pasang di menara sebagai penanda makan siang bagi pasien dengan
dibunyikannya lonceng tersebut. Selain itu, ada juga teropong dan samurai yang
ditempelkan di tembok.
Ruangan
ini menampilkan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan program rehabilitasi
yang dilakukan oleh RSJ pada waktu itu. Semua orang memiliki bakat dan
kemampuan, tak terkecuali penyandang gangguan jiwa. Membantu mereka agar mampu
mempertahankan kemampuannya yang tersisa dan memanfaatkannya untuk kelangsungan
hidup, adalah kewajiban kita semua.
Di
ruangan ini terdapat alat perajang tembakau, alat tenun kain, alat pembuat dan
pembuka tutup botol, meja biliard, dan sejumlah lukisan. Petugas museum
menunjukkan kepada saya, sebuah lukisan berukuran 1,85 x 1,25 meter yang
berbahan minyak cat dan tripleks. Lukisan Gatutkaca dan Pergiwa Pergiwati ini
dilukis oleh seorang rehabilitan dengan meniru salah satu karya maestro
Indonesia, Basuki Abdullah, dan pernah dipinjam oleh Museum Basuki Abdullah
untuk pameran.
Melukis
dan berbagai kegiatan lainny, seperti mendengarkan musik, memainkan alat musik,
menulis, menenun, memasak bahkan mandi, merupakan salah satu metode terapi yang
sangat dianjurkan kepada penderita gangguan jiwa.
Selain
itu, di ruangan ini juga terdapat instalasi komunikasi yang berbahan kayu,
logam, plastik dan kabel. Peralatan komunikasi ini terdiri dari pesawat
telepon, panel telepon dan almari saluran telepon yang digunakan oleh seorang
operator saat itu, antara tahun 1950 hingga tahun 1980-an, untuk mengatur
kegiatan komunikasi, baik secara internal (dalam RSJ) maupun interlokal (keluar
RSJ). Meskipun terkesan rumit, karena belum tersentuh oleh teknologi canggih,
namun perannya sungguh tak dapat dipungkiri. *** [180516]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar