Mengunjungi
Pura Mangkunegaran serasa bernostalgia dengan masa lampau. Mata akan dimanjakan
dengan bangunan lawas, dan rasa ingin
tahu akan terpuaskan dengan kisah sejarah yang ada. Di kompleks PuraMangkunegaran, terdapat banyak bangunan maupun tempat-tempat yang mengandung
kisahnya masing-masing. Tak hanya yang ada di halaman bagian dalam Pura Mangkunegaran saja, melainkan juga yang berada di luar tembok namun masih
berada di lingkar dalam pagar istana.
Di
halaman depan Pura Mangkunegaran, terlihat sebuah bangunan bercat putih, besar
nan megah menyerupai pintu masuk benteng. Bangunan tersebut dikenal dengan
Gedung Kavallerie-Artillerie. Gedung ini terletak di Jalan Ronggowarsito No.
128 Kelurahan Kepabron, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Provinsi Jawa
Tengah. Lokasi gedung ini berada di kompleks Pura Mangkunegaran, atau tepatnya
berada di sebelah timur Pamedan Mangkunegaran. Pamedan adalah hamparan tanah
lapang yang luas yang berada di depan, sebelum masuk ke halaman dalam Pura Mangkunegaran.
Sesuai
angka tahun yang tertera di gevel, Gedung Kavallerie-Artillerie ini dibangun
pada tahun 1874, semasa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara IV. Gedung ini merupakan bangunan bersejarah yang dulunya
digunakan sebagai tangsi Legiun Mangkunegaran, Sedangkan, pamedan digunakan
sebagai tempat latihan prajurit Kadipaten Mangkunegaran, atau sebagai pusat
kegiatan Legiun Mangkunegaran.
Legiun Mangkunegaran merupakan unit militer Asia termodern pada zamannya yakni didirikan atas perintah penguasa Perancis Napoleon Bonaparte. Perancis yang terlibat peperangan dengan Prusia, Rusia dan Inggris, memiliki angkatan darat terkuat di dunia ketika itu. Legiun Mangkunegaran pun dibentuk dengan mengadopsi ‘Grande Armee’ dari Napoleon Bonaparte.
Mangkunegara
II sebagai penguasa Pura Mangkunegaran memiliki visi ke depan dan mampu
mengadopsi gagasan modern pada zamannya yakni organisasi militer ala Eropa
sekaligus terkuat di dunia. Mangkunegara II mengambil inisiatif membentuk
pasukan ini ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36 Herman Willem
Daendels datang ke Jawa.
Legiun
Mangkunegaran dibentuk dengan dua macam kepentingan, yaitu merupakan cadangan
pasukan yang berguna untuk Pasukan Hindia Belanda, dan juga sebagai alat
politik yang digunakan untuk menakut-nakuti setiap usaha meniadakan politik
pecah belah.
Legiun
yang awalnya berkekuatan 1.150 personel
ini dibentuk tahun 1808 sebagai wadah untuk menampung dan membangun kembali
kekuatan militer peninggalan pendahulunya, Mangkunegara I atau Pangeran
Sambernyawa.
Dalam kiprahnya, Legiun Mangkunegaran memiliki banyak pengalaman tempur seperti melawan pasukan Inggris dan Sepoy (Pasukan India-Inggris), bertempur di Bangka, terlibat Perang Jawa, terlibat Perang Aceh pada akhir tahun 1873, menumpas gerakan radikal hingga akhirnya pada Perang Dunia II melawan militer fasis Jepang yang mendarat di Jawa. Menang dan kalah dialami Legiun Mangkunegaran ini.
Legiun
Mangkunegaran memiliki motto “Mulat Sarira Angrasa Wani” yang berarti Berani
Mawas Diri. Setiap prajurit Legiun Mangkunegaran digembleng untuk berani dan
siap untuk mengkoreksi diri atas segala kekurangan dan kelebihan yang ada.
Pasukan dalam Legiun Mangkunegaran mendapat beragam pelatihan dari instruktur
Perancis, Inggris dan juga Belanda. Pasukan ini dituntut untuk piawai
menggunakan tombak, sumpit dan panah serta senjata api maupun artileri
(meriam). Selain itu, juga dilatih untuk mempunyai mobilitas tinggi dengan
menggunakan kuda, sehingga unsur infanteri, kavaleri dan artileri tergabung di
dalamnya.
Berkat
adanya bantuan keuangan dari Pemerintah Hindia Belanda, Legiun Mangkunegaran
mampu bertahan sampai pada masa kekuasaan Mangkunegara VII.
Gedung
Kavallerie-Artillerie ini sepintas mirip dengan bangunan benteng, karena
bangunan gedung ini dulunya memang merupakan tempat kediaman bagi pasukan
berkuda (kavaleri) dan pasukan besenjata meriam (artileri). Pintu utama masuk
ke gedung tersebut berupa bangunan dua lantai dengan konstruksi tanpa
menggunakan struktur besi maupun baja. Bahan baku yang digunakan untuk menyusun
batu bata pada dinding adalah campuran pasir, bubuk bata merah dan tetes tebu.
Dilihat
dari bentuk bangunan utamanya, gedung ini memiliki gaya arsitektur Indische Empire. Arsitektur Indische Empire adalah gaya arsitektur
yang berkembang pada abad 19 di Hindia Belanda, yang dipopulerkan oleh Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811). Gaya ini, salah satunya ditandai
oleh adanya empat kolom gaya Yunani model Doric.
Sebagai
bangunan cagar budaya (BCB), Gedung Kavallerie-Artillerie ini sekarang telah
mendunia lantaran bangunan ini pernah dipakai sebagai latar dalam pagelaran Solo International Performing Art (SIPA)
dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, dan Solo International Ethnic Music (SIEM) dengan tata pencahayaan yang
spektakuler. *** [240617]
Kepustakaan:
https://www.goodreads.com/book/show/12985083-legiun-mangkunegaran-1808-1942
https://daerah.sindonews.com/read/1007357/29/kiprah-pasukan-elite-legiun-mangkunegaran-1433065660
Tidak ada komentar:
Posting Komentar