Kotabaru
termasuk salah satu kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta. Semula Kotabaru ini
dikenal dengan Nieuwe Wijk, yaitu
permukiman orang-orang Belanda maupun Eropa yang tinggal di Yogyakarta.
Sebagaimana permukiman orang-orang Belanda pada umumnya, permukiman tersebut
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya, seperti fasilitas olahraga,
kesehatan, dan keagamaan.
Salah
satu fasilitas keagamaan yang ditemukan di kawasan itu adalah Gereja Katolik
Santo Antonius, yang terletak di Jalan Abu Bakar Ali No. 1 Kelurahan Kotabaru,
Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi gereja ini hoek pertemuan
antara Jalan Abu Bakar Ali dan Jalan I Dewa Nyoman Oka.
Keberadaan
Gereja Katolik Santo Antonius ini tidak terlepas dari peran Pastor Fransiscus
Xaverius Strater SJ. Ia adalah seorang misionaris Jesuit yang tiba di
Yogyakarta pada tahun 1918. Kedatangannya adalah untuk membantu pengembangan
kegiatan Misi di daerah Yogyakarta yang telah dirintis oleh Pastor Henri van
Driessche.
Semula tugas utamanya adalah karya pastoral bagi orang-orang Katolik Belanda (Eropa), namun kemudian ia tertarik untuk terlibat dalam Misi di antara orang-orang pribumi Jawa. Mengawali karya misinya tersebut, Pastor Fransiscus Xaverius Strater, SJ mendirikan Kolese Santo Ignatius (Kolsani) pada 18 Agustus 1922, dan Seminari Tinggi (Novisiat Kolsani) pada tahun 1924, yang gedungnya sekarang ini digunakan oleh Puskat/IPPAK dan Pusat Musik Liturgi (PML). Dari Kolsani inilah benih-benih kekatolikan ditabur, dan banyak masyarakat yang mengikuti ajaran Katolik.
Di
lingkungan Kolsani itu juga dibangun sebuah kapel untuk tempat kebaktian. Kapel
Kolsani ini mula-mula digunakan untuk orang-orang Kolsani, namun kemudian terbuka
untuk umum. Seiring perjalanan waktu, kapel kian hari kian terlihat sempit
karena jumlah umat bertambah banyak. Hal ini yang menyebabkan Pastor Fransiscus
Xaverius Strater SJ memandang perlu didirikan sebuat tempat peribadatan bagi
umat Katolik yang lebih besar.
Tempat
ibadat, atau gedung gereja, merupakan salah satu sarana penting untuk memenuhi
kebutuhan umat dalam menjalankan upacara-upacara keagamaan. Keberadaannya yang
permanen dan mudah dijangkau memungkinkan umat untuk mengikuti perayaan Misa dan
kegiatan-kegiatan rohani lainnya dengan lebih teratur. Selain itu, gereja
sebagai tempat perjumpaan rutin, secara sosial dapat memperteguh eksistensi
komunitas kecil umat Katolik di tengah-tengah masyarakat. Menilik kebutuhan
fungsionalnya, lembaga Misi kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk dapat
membangun gedung-gedung gereja.
Provinsial
Serikat Jesus Hindia Belanda saat itu, yaitu Pastor J. Hoeberechts, berusaha
menggalang dana untuk membangun sebuah gereja yang cukup besar dan
representatif guna menampung umat Katolik baru yang semakin bertambah.
Akhirnya, Pastor J. Hoeberechts mendapat bantuan atau donatur dari seorang
wanita di Belanda untuk membangun gereja di Kotabaru, tapi dengan syarat nama
gereja yang disandangnya hendaknya diberi nama Santo Antonius van Padua.
Setelah itu, pembangunan gereja pun mulai direalisasikan. Pastor J. Hoeberechts menyerahkan desain bangunan kepada Cuypers melalui biro arsitek ternama dari Batavia, NV Architecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam, atau biasa disingkat menjadi Biro Arsitek Fermont-Cuypers, yang memang sudah menghasilkan lusinan karya di Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan gereja tersebut, desain awal Cuyper mengalami perubahan. Seharusnya lebih luas, besar, dan megah, tetapi karena keterbatasan lahan dan biaya pada waktu itu. Menara depan yang seharusnya memakai kubah diganti menjadi mengerucut ke atas. Begitu pula, bangunan di sisi kiri dan kanan dari gereja, dikurangi lebarnya. Akhirnya terwujud bangunan gereja seperti sekarang ini.
Setelah
selesai, Gereja Santo Antonius Kotabaru diresmikan pada 26 September 1926
dengan pemberkatan oleh Mgr. A. van Velsen SJ, Uskup Batavia yang juga
membawahi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Selain unutk kebaktian, gereja tersebut
juga difungsikan sebagai tempat para calon imam muda berlatih. Karena kala itu,
gereja tersebut masih merupakan milik Kolsani. Rektor Novisiat Kolsani, yaitu
Pastor Fransiscus Xaverius Strater SJ, sekaligus menjabat sebagai Pastor Kepala
Paroki Santo Andonius Kotabaru. Dulunya, Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru
merupakan stasi dari Paroki Kidul Loji, namun kemudian pada 1 Januari 1934
menjadi paroki yang berdiri sendiri.
Pada
masa pendudukan Jepang tahun 1942, bangunan gereja ini dikuasai oleh tentara
Jepang, dan digunakan sebagai gudang. Sementara itu, bangunan Kolsani menjadi
tempat penampungan interniran bagi suster-suster dan wanita-wanita Belanda,
sedangkan Seminari Tinggi yang berada di sebelah barat gereja difungsikan
sebagai kantor bagi tentara Jepang. Keadaan yang seperti ini, menyebabkan Pastor
Fransiscus Xaverius Strater SJ meninggal sebagai internir, dan tempat ibadat
umat Katolik dipindahkan ke bangunan rumah kuno berbentuk Joglo yang berada di
daerah Kemetiran.
Setelah
Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, dan Indonesia merdeka,
Kolsani dan Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru difungsikan kembali menjadi
tempat pendidikan dan gereja seperti semula. Aktifnya kembali gereja ini,
menyebabkan rumah Joglo Kemetiran menjadi paroki yang berdiri sendiri.
Pada
tahun 1967 Kolsani menyerahkan pengelolaan gereja kepada paroki untuk
mendewasakan Paroki Santo Antonius Kotabaru, namun pemisahan sepenuhnya baru
terjadi pada tahun 1975. Paroki Santo Antonius Kotabaru selanjutnya tumbuh
menjadi suatu paroki yang berdikari dalam segala bidang hingga saat ini. *** [210717]
Foto: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Foto: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Keputakaan:
Heuken SJ, Adolf. (2003). Gereja-gereja tua di Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka
Haryono, Anton. (2013). Awal Mulanya Adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
http://travelheritage.id/artikel/detail/19-gereja-katolik-santo-antonius-kotabaru-yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar