Kawasan
Harmoni di Jakarta merupakan kawasan yang cukup padat, baik dilihat dari
bangunannya yang ada maupun aneka kendaraan bermotor yang lalu lalang. Deretan
gedung dan laju kendaraan bermesin di kawasan tersebut seakan berpadu dalam
kesibukan sebuah kota metropolitan. Salah satu dari deretan gedung yang ada,
terdapat sebuah bangunan gedung menjulang yang tak meninggalkan bangunan
awalnya. Gedung tersebut dikenal dengan Gedung Menara BTN (Bank Tabungan
Negara).
Gedung
ini terletak di Jalan Gajah Mada No. 1 Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan
Gambir, Kota Jakarta Pusat, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Lokasi
gedung ini berada di sebelah selatan Duta Merlin ± 200 m atau sebelah barat
Restoran Istana Harmoni (berada di seberang jalan).
Sesuai
dengan tema dari blog ini, maka bangunan gedung yang akan dibahas adalah
bangunan gedung lawas yang ada di
komplek Menara BTN itu, yaitu tepatnya gedung yang berada di bagian muka dari
halaman kompleks ini, yang berbatasan langsung dengan Jalan Gajah Mada di
sebelah timurnya.
Dulu,
kompleks Menara BTN ini merupakan lahan tempat berdirinya benteng kecil yang
dibangun oleh VOC pada tahun 1656. Benteng tersebut kemudian dibongkar pada
tahun 1729. Pada tahun 1815, lahan bekas bongkaran benteng tersebut dibeli oleh
Jan Tiedeman untuk didirikan rumah yang besar. Kemudian berpindah tangan
menjadi milik Pieter Willem Helvetius van Riemsdijk pada tahun 1819. Pada tahun
1825, di atas lahan ini didirikan sebuah hotel yang diberi nama Hotel Marine.
Setelah menjadi Hotel Marine, ternyata kepemilikannya masih kerap beralih
tangan juga. Dari Pieter Christiaan Stelling (1833), Hendrik Loust (1853), Cornelis
Kramers (1861), Eugene Achille Bonnet (1867) sampai dengan Europe Honore
Girardeau (1870).
Setelah tahun 1890, Hotel Marine dirubah menjadi bangunan burgersocieteit (klub masyarakat umum) bernama De Club. Kemudian pada tahun 1920, bangunan tersebut dibongkar lagi dan didirikan sebuah toko serba ada yang bernama Eigen Hulp (winkelgebouw ‘Eigen Hulp’). Toko tersebut merupakan toko terkemuka di Batavia, yang menjual berbagai peralatan rumah tangga, aneka busana, mainan anak-anak, kerajinan seni ukir patung, cerutu, payung, peralatan musik, makanan hingga peralatan untuk kuda. Bangunan toko tersebut dirancang oleh Ir. Richard Leonard Arnold Schoemaker pada tahun 1920. Schoemaker merupakan seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang gemar bermain anggar, dan guru besar bidang arsitektur di Technische Hoogeschool te Bandoeng dari tahun 1920 sampai dengan tahun 1924.
Pada
tahun 1930, bangunan Toko Eigen Hulp dibongkar, dan di atas lahannya didirikan
bangunan dua lantai yang digunakan untuk gedung Postspaarbank (Postspaarbank
aan het Hamonieplein). Bangunan gedung bergaya Nieuwe Kunst tersebut dirancang oleh Ir. Johan (Jan) Godart van
Gendt, seorang arsitek dari Jawatan Gedung Negara (bouwkundig bureau van de Landsgebouwendienst).
Ketika
masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, Postspaarbank
dibekukan oleh pasukan Jepang. Sebagai gantinya, Perwakilan Pemerintah Jepang
di Hindia Belanda mendirikan Tyokin Kyoku
pada 1 April 1942.
Setelah
Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Tyokin
Kyoku diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan dalam
perkembangannya telah beberapa kali berganti nama. Dari Tyokin Kyoku berganti nama menjadi Kantor Tabungan Pos. Setelah itu
menjadi Bank Tabungan Pos Republik Indonesia pada tahun 1950.
Pada
tahun 1952, ditetapkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 1953 yang isinya mencabut Postspaarbank Ordonantie tahun 1865.
Selanjutnya nama Bank Tabungan Pos diganti menjadi Bank Tabungan Negara, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1963.
Lalu,
dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1965 ditetapkan pengintegrasian Bank-Bank
Umum Negara dan Bank Tabungan Negara ke dalam
Bank Sentral. Sesuai dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor
7 tahun 1965 tentang pendirian bank milik negara, Bank Tabungan Negara dan Bank
Negara 1946 bergabung menjadi Bank Negara Indonesia.
Setelah
lahir Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967, maka kemudian
ditetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1968 perihal pendirian Bank Tabungan
Negara. Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa tugas pokok Bank
Tabungan Negara diarahkan kepada perbaikan ekonomi rakyat dan pembangunan
ekonomi nasional dengan jalan menghimpun dana dari masyarakat melalui deposito dan tabungan.
Pada
tahun 1974, pemerintah menetapkan kebijakan pembangunan perumahan untuk
masyarakat menengah ke bawah. Untuk menunjang keberhasilan kebijakan tersebut,
Bank Tabungan Negara ditunjuk sebagai wadah pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat
(KPR) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
B-49/MK/IV/1974 tanggal 29 Januari 1974. Atas dasar Surat Keputusan Menteri
Keuangan itu, Bank Tabungan Negara mengemban tugas baru, yaitu di samping
tugasnya di bidang pengumpulan dana dari masyarakat, juga memberikan kredit
perumahan dengan agunan rumah beserta tanah yang dibeli dari kredit tersebut.
Sehingga, Bank Tabungan Negara harus mampu mengerahkan dana masyarakat. Untuk
itu, Bank Tabungan Negara mengerahkan aktivitas deposito yang dapat menghimpun
dana dari masyarakat dengan cukup besar.
Oleh
karena itu, gedung bekas Postspaarbank
yang berada di kawasan Harmoni tersebut kini menjadi gedung Bank Tabungan
Negara (BTN). Karena, secara historis cikal bakal dari BTN dimulai dengan
kehadiran Postspaarbank tersebut.
Sedangkan, gedung menjulang yang baru yang berada di belakang bangunan lamanya
dikenal dengan gedung Menara BTN. ***
[290416]
Kepustakaan:
Akihary, Huib. (1990). Architectuur & Stedebouw In Indonesië 1870/1970.
Zutphen: De Walburg Pers
https://id.wikipedia.org/wiki/Eigen_Hulp
https://en.wikipedia.org/wiki/Marine_Hotel,_Batavia
https://id.wikipedia.org/wiki/Richard_Leonard_Arnold_Schoemaker
Tidak ada komentar:
Posting Komentar