Berkeliling Kota Madiun memberikan ceritera tersendiri. Sebagai peminat masalah heritage, saya seperti disuguhi aneka bangunan lawas yang ada di sana. Salah satu bangunan kuno yang dapat dijumpai kali ini adalah Gedung Balai Kota Madiun. Gedung balai kota ini terletak di Jalan Pahlawan No. 37 Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. Lokasi balai kota ini berada di sebelah barat daya Gereja Katolik Santo Cornelius ± 78 meter, atau selatan Bakorwil Madiun ± 350 meter.
Gedung Balai Kota Madiun ini merupakan Kantor Pemerintah Kota Madiun di mana Wali Kota Madiun setiap harinya berkantor di gedung ini. Sehingga, keberadaan gedung ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Kota Madiun.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Gemeente Madioen (Kota Madiun) berdasarkan Inlandsche Gemeente Ordonantie 20 Juni 1918 Staatsblad No. 326, pemerintahan ini kemudian harus berpisah dengan pemerintahan kabupaten. Kenyataannya, tidak serta merta layanan gemeente bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Di antaranya disebabkan belum adanya gedung balai kota yang akan digunakan untuk kantor wali kota (burgemeesterkantoor). Sambil mencari lahan untuk lokasi burgemeesterkantoor, layanan gemeente dilakukan di Kantor Assisten Residen, sehingga jabatan wali kota pun masih dirangkap oleh asisten residen.
Pencarian lahan beserta pembiayaannya menjadi pekerjaan rumah yang harus dijalankan oleh Gemeenteraad (Dewan Kota). Perencanaan diawali pada 10 November 1919 dengan membeli tanah seluas 4.317 m² seharga tujuh ribu gulden, tetapi kemudian tanah itu dijual kembali lantaran dalam rentang enam tahun tidak segera dibangun-bangun.
Lalu, pihak Gemeenteraad berusaha mencari lahan lagi, dan akhirnya menemukan lahan yang cukup luas di Residentlaan. Dinamakan denikian karena di jalan itu terdapat tempat tinggal atau rumah residen yang bertugas di Madiun. Rumah dinas residen itu sekarang dikenal dengan gedung Bakorwil Madiun.
Rupanya tanah yang sudah dibeli seluas 14.120 m² dengan harga f 31.500 itu, Gemeenteraad juga belum dapat segera mendirikan gedung untuk kantor wali kota. Baru setelah ada ketetepan untuk posisi jabatan wali kota, yakni Wali Kota pertama Madiun, Roelof Andriaan Schotman, pada November 1928 mulai dilakukan rencana pembangunan gedung balai kota secara implementatif. Pada 1 Februari 1929 Gemeenteraad menerima usulan yang pertama dari empat usulan yang ditawarkan, yaitu usulan pembangunan gedung yang berloteng atau bertingkat dengan biaya yang tertinggi, yaitu sebesar f 117.865. Itupun Gemeenteraad masih harus menggelontorkan uang tambahan sejumlah f 65.000 untuk mencukupi pendirian gedung tersebut.
Selanjutnya, desain gedungnya dipercayakan kepada arsitek Belanda Arthur Amandus Fermont di Batavia, dan sekaligus pengerjaannya ditangani oleh biro arsitek milik sang arsitek dengan nama NV Archictecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam, atau secara singkat dikenal dengan nama Biro Arsitek Fermont-Cuypers. Teken kontraknya dilakukan pada 27 Maret 1929, kemudian pengerjaannya dimulai pada 30 November 1929.
Dalam proyek ini, Biro Arsitek Fermont-Cuypers menggandeng perusahaan marmer terkenal dari Surabaya, Al Marmi Italiani Soerabaja, untuk menghiasi dinding depan balai kota. Selain itu, juga melibatkan seniman Mia Lyons dari Yogyakarta untuk mendekorasi ruangan dewan yang berada di lantai dua. Mia Lyons bernama asli Mevrouw (Nyonya) Cleton.
Pengerjaan gedung ini selesai pada 1 Agustus 1930, dan peresmiannya dilakukan secara meriah. Peresmian dpimpin langsung oleh Burgemeester pertama Madiun Schotman, dan dihadiri juga oleh Residen Madiun H.C. van Den Bosch.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung balai kota ini tetap digunakan kantor wali kota dengan sebutan Madiun Shiyakusho, dengan pejabat wali kota kala itu adalah Shicho (Wali Kota) Soesanto Tirtoprodjo. Kemudian setelah kemerdekaan, gedung itu tetap difungsikan sebagai gedung balai kota hingga sekarang.
Dilihat dari fasadnya, gedung balai kota yang berlantai dua dan bermenara ini memiliki gaya arsitektur Nieuwe Bouwen. Gaya arsitektur ini merupakan arsitektur modern Belanda yang umumnya mengedepankan cahaya, udara, dan ruang. Istilah ini mulai berkembang di Belanda pada tahun 1920-an, dan kemudian dibawa ke Hindia Belanda dengan penyesuaian terhadap iklim dan teknologi setempat.
Gaya ini dianggap sebagai pelopor dari International Style. Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi atap datar, gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, serta warna putih. Namun untuk atap gedung balai kota ini secara formal tidak menyatakan beratap datar, melainkan telah disesuaikan dengan atap yang ada di Jawa yaitu atap limasan dengan kemiringan tertentu.
Dulu, ditengah-tengah halaman depan terdapat sebuah fontein (air mancur). Di sebelah kiri dan kanan dari bangunan utama ada pintu masuk ke kantor-kantor layanan publik yang bernaung di dalam kompleks gedung tersebut.
Di pekarangan tengah terdapat taman yang tengahnya berbentuk bulat. Pekarangan ini bisa dilihat dari kantor burgemeester dan commisie yang berada di lantai dua bangunan utama. Ruang sekretaris berada di sebelah utara bangunan utama, dan di sebelah kanan terdapat menara. Di atas menara ini dulu dipasang empat jam dinding besar, tapi sekarang diganti logo Kota Madiun.
Galeri yang berada di sebelah utara menghadap ke pekarangan tengah. Semua galeri tidak tertutup, hanya saja disekat dengan dinding setengah tinggi (partisi) dan loket-loket berada di antara tiang-tiangnya digunakan untuk melayani publik sambil menunggu di galeri tersebut.
Pada bagian belakang dari kompleks bangunan gedung ini dulunya ditempati oleh dinas dari Gemeentewerken dan dibelakangnya lagi terletak pekarangan dari werkplaats, garasi, dan lain-lainya. *** [300617]
Fotograper: Rilya Bagus Ariesta Nico Prasetyo
Kepustakaan:
Locale Techniek 2e Jaargang No. 1, Januari 1933
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/view/357/340
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/66914
https://media.neliti.com/media/publications/111976-ID-karakter-visual-fasade-bangunan-kantor-p.pdf
Gedung Balai Kota Madiun ini merupakan Kantor Pemerintah Kota Madiun di mana Wali Kota Madiun setiap harinya berkantor di gedung ini. Sehingga, keberadaan gedung ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Kota Madiun.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Gemeente Madioen (Kota Madiun) berdasarkan Inlandsche Gemeente Ordonantie 20 Juni 1918 Staatsblad No. 326, pemerintahan ini kemudian harus berpisah dengan pemerintahan kabupaten. Kenyataannya, tidak serta merta layanan gemeente bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Di antaranya disebabkan belum adanya gedung balai kota yang akan digunakan untuk kantor wali kota (burgemeesterkantoor). Sambil mencari lahan untuk lokasi burgemeesterkantoor, layanan gemeente dilakukan di Kantor Assisten Residen, sehingga jabatan wali kota pun masih dirangkap oleh asisten residen.
Pencarian lahan beserta pembiayaannya menjadi pekerjaan rumah yang harus dijalankan oleh Gemeenteraad (Dewan Kota). Perencanaan diawali pada 10 November 1919 dengan membeli tanah seluas 4.317 m² seharga tujuh ribu gulden, tetapi kemudian tanah itu dijual kembali lantaran dalam rentang enam tahun tidak segera dibangun-bangun.
Lalu, pihak Gemeenteraad berusaha mencari lahan lagi, dan akhirnya menemukan lahan yang cukup luas di Residentlaan. Dinamakan denikian karena di jalan itu terdapat tempat tinggal atau rumah residen yang bertugas di Madiun. Rumah dinas residen itu sekarang dikenal dengan gedung Bakorwil Madiun.
Rupanya tanah yang sudah dibeli seluas 14.120 m² dengan harga f 31.500 itu, Gemeenteraad juga belum dapat segera mendirikan gedung untuk kantor wali kota. Baru setelah ada ketetepan untuk posisi jabatan wali kota, yakni Wali Kota pertama Madiun, Roelof Andriaan Schotman, pada November 1928 mulai dilakukan rencana pembangunan gedung balai kota secara implementatif. Pada 1 Februari 1929 Gemeenteraad menerima usulan yang pertama dari empat usulan yang ditawarkan, yaitu usulan pembangunan gedung yang berloteng atau bertingkat dengan biaya yang tertinggi, yaitu sebesar f 117.865. Itupun Gemeenteraad masih harus menggelontorkan uang tambahan sejumlah f 65.000 untuk mencukupi pendirian gedung tersebut.
Selanjutnya, desain gedungnya dipercayakan kepada arsitek Belanda Arthur Amandus Fermont di Batavia, dan sekaligus pengerjaannya ditangani oleh biro arsitek milik sang arsitek dengan nama NV Archictecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam, atau secara singkat dikenal dengan nama Biro Arsitek Fermont-Cuypers. Teken kontraknya dilakukan pada 27 Maret 1929, kemudian pengerjaannya dimulai pada 30 November 1929.
Dalam proyek ini, Biro Arsitek Fermont-Cuypers menggandeng perusahaan marmer terkenal dari Surabaya, Al Marmi Italiani Soerabaja, untuk menghiasi dinding depan balai kota. Selain itu, juga melibatkan seniman Mia Lyons dari Yogyakarta untuk mendekorasi ruangan dewan yang berada di lantai dua. Mia Lyons bernama asli Mevrouw (Nyonya) Cleton.
Pengerjaan gedung ini selesai pada 1 Agustus 1930, dan peresmiannya dilakukan secara meriah. Peresmian dpimpin langsung oleh Burgemeester pertama Madiun Schotman, dan dihadiri juga oleh Residen Madiun H.C. van Den Bosch.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung balai kota ini tetap digunakan kantor wali kota dengan sebutan Madiun Shiyakusho, dengan pejabat wali kota kala itu adalah Shicho (Wali Kota) Soesanto Tirtoprodjo. Kemudian setelah kemerdekaan, gedung itu tetap difungsikan sebagai gedung balai kota hingga sekarang.
Dilihat dari fasadnya, gedung balai kota yang berlantai dua dan bermenara ini memiliki gaya arsitektur Nieuwe Bouwen. Gaya arsitektur ini merupakan arsitektur modern Belanda yang umumnya mengedepankan cahaya, udara, dan ruang. Istilah ini mulai berkembang di Belanda pada tahun 1920-an, dan kemudian dibawa ke Hindia Belanda dengan penyesuaian terhadap iklim dan teknologi setempat.
Gaya ini dianggap sebagai pelopor dari International Style. Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi atap datar, gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, serta warna putih. Namun untuk atap gedung balai kota ini secara formal tidak menyatakan beratap datar, melainkan telah disesuaikan dengan atap yang ada di Jawa yaitu atap limasan dengan kemiringan tertentu.
Dulu, ditengah-tengah halaman depan terdapat sebuah fontein (air mancur). Di sebelah kiri dan kanan dari bangunan utama ada pintu masuk ke kantor-kantor layanan publik yang bernaung di dalam kompleks gedung tersebut.
Di pekarangan tengah terdapat taman yang tengahnya berbentuk bulat. Pekarangan ini bisa dilihat dari kantor burgemeester dan commisie yang berada di lantai dua bangunan utama. Ruang sekretaris berada di sebelah utara bangunan utama, dan di sebelah kanan terdapat menara. Di atas menara ini dulu dipasang empat jam dinding besar, tapi sekarang diganti logo Kota Madiun.
Galeri yang berada di sebelah utara menghadap ke pekarangan tengah. Semua galeri tidak tertutup, hanya saja disekat dengan dinding setengah tinggi (partisi) dan loket-loket berada di antara tiang-tiangnya digunakan untuk melayani publik sambil menunggu di galeri tersebut.
Pada bagian belakang dari kompleks bangunan gedung ini dulunya ditempati oleh dinas dari Gemeentewerken dan dibelakangnya lagi terletak pekarangan dari werkplaats, garasi, dan lain-lainya. *** [300617]
Fotograper: Rilya Bagus Ariesta Nico Prasetyo
Kepustakaan:
Locale Techniek 2e Jaargang No. 1, Januari 1933
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/view/357/340
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/66914
https://media.neliti.com/media/publications/111976-ID-karakter-visual-fasade-bangunan-kantor-p.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar