Pasar Sepur merupakan salah satu pasar tradisional yang berada di Kota Madiun, dan termasuk pasar yang cukup tua. Situasi di dalam pasar pada waktu saya berkunjung ke sana (04/02-2014) masih terdiri dari bangsal-bangsal yang berisi pedagang sayur, pedagang pakaian, pedagang sembako, dan beberapa penjual makanan. Kira-kira ada sekitar 20 - 30 pedagang yang masih berjualan di pasar tersebut, baik dalam bentuk los di dalam pasar maupun yang bentuk kios di deretan pintu masuk ke pasar.
Pasar tersebut menarik perhatian saya ketika melintas di depannya lantaran namanya yang cukup unik, dan juga bangunan pasar tersebut masih lawas. Selintas dalam benak, pasar tersebut untuk jualan kereta api atau sepur tapi ternyata tidak. Tapi yang jelas, pasar tersebut merupakan pasar tradisional lama yang ada di Kota Madiun.
Pasar Sepur ini terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Mangu Harjo, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. Lokasi pasar ini berada di sebelah utara Kantor Pos Besar Madiun, atau sebelah barat Stasiun Madiun ± 290 meter. Tepatnya berada di pertemuan antara Jalan Pahlawan dan Jalan Kompol Sunaryo.
Menurut Olivier Johannes Raap dalam bukunya Kota di Djawa Tempo Doeloe (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2015 hal. 89) dikisahkan bahwa, setelah Perang Diponegero berakhir (1830) di Madiun didirikan sebuah benteng yang berada di tepi Sungai Madiun. Nama bentengnya adalah Fort te Madioen, dan sekaligus digunakan sebagai penanda batas utara Kota Madiun pada waktu itu.
Di sebelah utara benteng pada 1884 dibangun jalur kereta api, perlintasan, dan stasiun. Akibat aktivitas baru di daerah ini, dan karena pasar lain di Madiun cukup jauh, di antara benteng dan tempat sepur lahirlah sebuah pasar kebutuhan pokok warga, yaitu Pasar Sepur (de Spoorpassar te Madioen). Di depan kompleks pasar yang terdiri atas beberapa los, di bawah bayangan pepohonan yang rindang, terdapat kios jualan es balok.
Sejak akhir abad ke-19 di Madiun terdapat sebuah pabrik es Olie & Co. milik seorang pengusaha Belanda bernama Lucas Herman Olie (1847-1933). Lokasi sekarang berada di samping BCA Jalan Sudirman. Es balok hasil produksi pabrik tersebut kemudian didistribusikan secara eceran ke beberapa depot es yang tersebar di berbagai lokasi, termasuk kios yang ada di samping Pasar Sepur.
Dalam perjalanannya, pasar tersebut juga tak luput dari perbaikan maupun renovasi. Pada 1992 pernah mengalami pemugaran, akan tetapi kesan tradisional masih melekat dalam pasar tersebut, yaitu dengan mempertahankan bangunan los di dalam pasar. Kemudian pada 2016, pasar ini mengalami renovasi total dengan menghabiskan dana sekitar Rp 1.596.680,- dan diresmikan pada 20 Januari 2017. Hanya disayangkan, bentuk bangunan yang baru itu seolah meninggalkan estetika layaknya pasar tradisional yang umumnya ada di Pulau Jawa ini. Bangunan yang baru lebih menekankan kepada kepragmatisan semata dengan bentuk kios-kios dengan halaman yang luas dan lebih bersih, padahal pasar tradisonal itu tidak bisa dilepaskan dari los-los yang ada. Di sinilah letak keunggulan pasar tradisonal yang mampu berdenyut, tidak hanya dalam tataran ekonomi akan tetapi juga interaksi.
Meski namanya sekarang dikembalikan ke dalam nuansa kolonial dengan sebutan Pasar Spoor, tetapi dari bentuk bangunannya yang ada malah seolah-olah meniadakan rohnya sebagai pasar tradisonal bersejarah di Kota Madiun. *** [040214]
Pasar tersebut menarik perhatian saya ketika melintas di depannya lantaran namanya yang cukup unik, dan juga bangunan pasar tersebut masih lawas. Selintas dalam benak, pasar tersebut untuk jualan kereta api atau sepur tapi ternyata tidak. Tapi yang jelas, pasar tersebut merupakan pasar tradisional lama yang ada di Kota Madiun.
Pasar Sepur ini terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Mangu Harjo, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. Lokasi pasar ini berada di sebelah utara Kantor Pos Besar Madiun, atau sebelah barat Stasiun Madiun ± 290 meter. Tepatnya berada di pertemuan antara Jalan Pahlawan dan Jalan Kompol Sunaryo.
Menurut Olivier Johannes Raap dalam bukunya Kota di Djawa Tempo Doeloe (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2015 hal. 89) dikisahkan bahwa, setelah Perang Diponegero berakhir (1830) di Madiun didirikan sebuah benteng yang berada di tepi Sungai Madiun. Nama bentengnya adalah Fort te Madioen, dan sekaligus digunakan sebagai penanda batas utara Kota Madiun pada waktu itu.
Di sebelah utara benteng pada 1884 dibangun jalur kereta api, perlintasan, dan stasiun. Akibat aktivitas baru di daerah ini, dan karena pasar lain di Madiun cukup jauh, di antara benteng dan tempat sepur lahirlah sebuah pasar kebutuhan pokok warga, yaitu Pasar Sepur (de Spoorpassar te Madioen). Di depan kompleks pasar yang terdiri atas beberapa los, di bawah bayangan pepohonan yang rindang, terdapat kios jualan es balok.
Sejak akhir abad ke-19 di Madiun terdapat sebuah pabrik es Olie & Co. milik seorang pengusaha Belanda bernama Lucas Herman Olie (1847-1933). Lokasi sekarang berada di samping BCA Jalan Sudirman. Es balok hasil produksi pabrik tersebut kemudian didistribusikan secara eceran ke beberapa depot es yang tersebar di berbagai lokasi, termasuk kios yang ada di samping Pasar Sepur.
Dalam perjalanannya, pasar tersebut juga tak luput dari perbaikan maupun renovasi. Pada 1992 pernah mengalami pemugaran, akan tetapi kesan tradisional masih melekat dalam pasar tersebut, yaitu dengan mempertahankan bangunan los di dalam pasar. Kemudian pada 2016, pasar ini mengalami renovasi total dengan menghabiskan dana sekitar Rp 1.596.680,- dan diresmikan pada 20 Januari 2017. Hanya disayangkan, bentuk bangunan yang baru itu seolah meninggalkan estetika layaknya pasar tradisional yang umumnya ada di Pulau Jawa ini. Bangunan yang baru lebih menekankan kepada kepragmatisan semata dengan bentuk kios-kios dengan halaman yang luas dan lebih bersih, padahal pasar tradisonal itu tidak bisa dilepaskan dari los-los yang ada. Di sinilah letak keunggulan pasar tradisonal yang mampu berdenyut, tidak hanya dalam tataran ekonomi akan tetapi juga interaksi.
Meski namanya sekarang dikembalikan ke dalam nuansa kolonial dengan sebutan Pasar Spoor, tetapi dari bentuk bangunannya yang ada malah seolah-olah meniadakan rohnya sebagai pasar tradisonal bersejarah di Kota Madiun. *** [040214]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar