Stasiun Kereta Api Lhokseumawe (LSM) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Lhokseumawe, merupakan salah satu stasiun kereta api Besar tipe B yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional (Divre) I Sumatera Utara dan Aceh yang berada pada ketinggian +13 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun, Kelurahan Keude Cunda, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Lokasi stasiun ini diperkirakan tak jauh dari Pasar Cunda, atau Km 251.
Pembangunan Stasiun Lhokseumawe bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Beureunun-Lhokseumawe-Idi-Langsa sejauh 308 kilometer. Pengerjaan jalur rel dan stasiun dilakukan oleh Atjeh Tram yang dibantu oleh KNIL, mulai dari tahun 1900 hingga tahun 1906. Jalur rel ini dibuka untuk umum bersama stasiunnya yang berada di sepanjang jalur tersebut pada 15 Juni 1906 termasuk salah satunya adalah Stasiun Lhokseumawe (Station van de Atjehtram te Lhokseumawe).
Stasiun Lhokseumawe tampak depan. Tahun 1920. Koleksi: KITLV 8707 |
Kereta api di Aceh merupakan sistem tansportasi yang sebetulnya dipergunakan oleh militer Hindia Belanda untuk kepentingan militer dan politik di Aceh. Semula jalur kereta api yang ada di Aceh dimiliki oleh KNIL kemudian setelah terbentuk pemerintahan sipil di Aceh pada 1 Januari 1882, jalur tersebut dikelola oleh Burgerlijk Openbare Werken (BOW). Pada tahun 1884 jalur kereta api diambil alih oleh Atjeh Tram, dan kemudian ketika situasi keamanan Aceh sudah mulai stabil dari gangguan keamanan maka jalur rel tersebut diakusisi oleh Staatsspoorwegen, perusahan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, dan diberi nama Staatsspoorwegen in Atjeh, atau biasa disebut dengan Atjeh Staatsspoorwegen (ASS).
Emplasemen Stasiun Lhokseumawe. Tahun 1920. Koleksi: KITLV 8708 |
Jalur Atjeh Tram/Atjeh Staatsspoorwegen sendiri membentang di sebelah utara pesisir Provinsi Aceh dari Kutaraja, Banda Aceh dan berakhir di Pangkalan Susu yang bertemu dengan jalur milik Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) dengan lebar rel berbeda.
Pada awal tahun 1950, kereta api di Aceh beroperasi dengan kecepatan rendah (20-30 km/jam). Hal tersebut disebabkan karena merosotnya mutu sarana dan prasarana sebagai akibat dari perang dan kurangnya perawatan. Meski pada waktu itu sebenarnya jumlah penumpangnya masih cukup ramai hingga tahun 1970. Setelah itu, mulai mengalami penurunan jumlah penumpang secara drastis karena mulai kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum dengan jalan beraspal mulus.
Stasiun Lhokseumawe tampak samping. Tahun 1910. Koleksi: KITLV 19203 |
Stasiun ini akhirnya ditutup pada tahun 1976. Karena dibiarkan mangkrak begitu saja tanpa adanya perawatan, lambat laun bangunan stasiun tersebut “lenyap”, dan kawasan lokasi stasiun tersebut kemudian berubah menjadi perumahan atau kawasan permukiman yang cukup padat.
Padahal bangunan Stasiun Lhokseumawe ini dulunya besar dan megah (grandeur). Dilihat dari foto lawas yang diunggah dalam Koleksi Digital Universiteit Leiden, bangunan Stasiun Lhokseumawe memiliki gaya arsitektur Indische Empire dengan menyesuaikan kondisi iklim dan ketersediaan bahan yang ada pada masa itu. Pintu dan jendela yang terdapat pada stasiun itu menjadi elemen penting dalam mendukung sirkulasi ruang tempat berlangsungnya aktivitas di dalam stasiun kala itu.
Karena ketidakacuhan bangsa kita sendiri, kini Stasiun Lhokseumawe tinggal menjadi kenangan belaka. *** [190520]
Kepustakaan:
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Prayogo, Yoga Bagus., dkk. (2017). Kereta Api di Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
https://www.lhokseumawekota.go.id/profile.php?id=1
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/790903?solr_nav%5Bid%5D=b0cc4cd2705981e00063&solr_nav%5Bpage%5D=0&solr_nav%5Boffset%5D=2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar