Setelah
puas menikmati keindahan Gedung Agung, menyeberang Jalan K.H. Ahmad Dahlan
sedikit, Anda akan menemukan bangunan megah dua lantai bercat putih yang berada
di pojok perempatan atau lampu merah beteng. Bangunan lawas tersebut adalah Gedung BNI 46.
Gedung
BNI ini terletak di Jalan Ahmad Dahlan No. 1 Kampung Kauman RT. 38 RW. 11
Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Lokasi gedung ini berada di pojok perempatan atau lampu
merah benteng, atau berada pada pertemuan Jalan Ahmad Dahlan dan Jalan Trikora.
Menurut
catatan sejarah yang ada, gedung BNI ini dulunya merupakan gedung yang
digunakan untuk kantor Nederlandsch-
Indische Levensverzekeringen en Lijfrente Maatschappij (NILLMIJ). NILLMIJ
merupakan perusahaan asuransi jiwa yang didirikan oleh C.F.W. Wiggers van
Kerchem, seorang financier pertama di
Hindia Belanda, pada 31 Desember 1859 dengan Akta Notaris William Hendry Nomor
185. Van Kerchem juga kelak menjadi Presiden Direktur De Javasche Bank periode
1863-1868.
Gedung tersebut merupakan hasil rancangan Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels, seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung, mulai dibangun pada tahun 1921 dan selesai pada tahun 1922. Kantor-kantor NILLMIJ di Hindia Belanda, pada umumnya dibangun dengan cita rasa arsitektur tinggi. Ghijsels, arsitek yang dipercaya mendesain kantor NILLMIJ Yogyakarta ini, merancang dengan langgam Art Deco. Gaya khas arsitektur ini ditandai dengan konstruksi pilar-pilar tinggi. Pintu dan jendela yang lebar dan tinggi pada gedung ini merupakan ciri-ciri bangunan Eropa. Dinding dihiasi dengan roster yang berfungsi sebagai sirkulasi udara dan pencahayaan sekaligus mempercantik tampilan arsitektural.
Kemegahan
arsitektur gedung ini tidak terlepas kiprah NILLMIJ di Hindia Belanda. Sebagai
satu-satunya perusahaan asuransi jiwa di Hindia Belanda, membuat NILLMIJ mampu
memonopoli industri asuransi. Kedekatan Van Kerchem dengan Pemerintah Hindia
Belanda menjadikan NILLMIJ mendapat banyak keuntungan ekstra. Semua pegawai di
pemerintahan maupun di militer direkomendasikan ke NILLMIJ sebagai alternatif
lain untuk menabung selain dari sistem pensiun yang berlaku. Sehingga, wajar
bila gedung NILLMIJ yang memiliki luas bangunan 1.141,8 m²
di atas lahan seluas 1.343,8 m² ini dibangun megah dan kokoh.
Pada
waktu Jepang menduduki Yogyakarta, gedung ini diambilalih oleh Tentara Dai
Nippon untuk digunakan sebagai kantor radio Jepang dengan nama Hoso Kyoku. Setelah
Jepang hengkang, dimanfaatkan sebagai studio siaran radio Mataramse Vereniging Voor Radio Omroep (MAVRO). MAVRO ini sebagai
perintis Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara II Yogyakarta. Setelah RRI
lahir pada 11 September 1945, gedung NILLMIJ digunakan juga oleh RRI untuk
melakukan siaran.
Dalam
masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, RRI memegang peranan penting. RRI
Yogyakarta berulang kali menyiarkan berita kecurangan Sekutu, seperti
mengikutsertakan Belanda dan mempersenjatai orang-orang Belanda yang dibebaskan
dari tahanan. Karena siaran itu dianggap merugikan, maka pada 25 dan 27
November 1945 pesawat udara yang dikenal dengan Royal Air Force, melakukan
pengeboman terhadap gedung RRI Yogyakarta yang pada waktu itu masih berada di
gedung NILLMIJ.
Kini,
bekas gedung NILLMIJ ini digunakan untuk gedung BNI 46 Yogyakarta. Gedung ini
menjadi tonggak sejarah bagi BNI karena BNI ternyata lahir di di gedung
ini. Kelahiran bank ini dibidani oleh
Margono Djojohadikusumo pada 5 Juli 1946, dengan tujuan untuk kelancaran
pemerintah di bidang keuangan dan perekonomian masyarakat. Pada 5 Juli 1946,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 2 Tahun 1946 tentang pembentukan BNI. Upacara peresmian dilakukan oleh
Wakil Presiden (Wapres) Mohammad Hatta berlangsung di gedung ini.
Melihat
kesejarahannya, pantaslah jika gedung BNI 46 Yogyakarta ini ditetapkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai cagar budaya di bawah Balai
Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Sebagai cagar budaya, gedung ini
dilindungi UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. *** [160815]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar