Sejarah
mencatat bahwa Pasuruan pernah menjadi salah satu kota pelabuhan yang terbesar
di pantai utara Jawa sepanjang abad ke-19. Sebagai kota pelabuhan tersebut,
Pasuruan mempunyai penduduk yang lebih heterogen jika dibandingkan dengan
kota-kota yang ada di pedalaman Jawa. Hinterlandnya
yang subur membuat Pasuruan sebagai salah satu penghasil gula terbesar di Jawa.
Semuanya ini berdampak langsung terhadap orang Tionghoa di Pasuruan yang
sebagian besar bergerak sebagai pedagang perantara dan pemilik perkebunan tebu
dan pabrik gula, terutama sesudah tahun 1870.
Kemakmuran
membuat mereka mampu membangun rumah-rumah mewah dalam skala cukup besar.
Pergaulan sehari-hari antara orang-orang setempat dan penguasa Belanda,
mengakibatkan timbulnya suatu percampuran kebudayaan yang unik. Semuanya ini
tercermin dalam pembangunan rumah tinggal mereka. Salah satu di antaranya
adalah Gedung Wolu. Gedung ini terletak di Jalan Soekarno Hatta No. 58
Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa
Timur. Lokasi gedung ini di sebelah timur Toko Roti Matahari, atau sebelah
selatan BCA.
Bangunan
Gedung Wolu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-20 oleh seorang Kapitein der Chineezen untuk dijadikan
sebagai tempat tinggal atau rumah pribadi. Kemudian seiring dengan perjalanan
waktu, rumah ini mengalami perubahan fungsi dan kepemilikan. Dari info masyarakat
sekitar, dulu pernah ada pemilik rumah ini yang menyukai kuda. Sehingga,
rumahnya kerap mendapat julukan sebagai kandang kuda. Lalu oleh pemilik
sekarang, yaitu pengusaha yang memiliki dealer motor besar di Padang diubah
menjadi gedung pertemuan dan restoran yang diberi nama Gedung Wolu.
Penamaan Gedung Wolu ini berdasarkan nama kawasan yang ada pada masa itu. Dulu, di sebelah barat dari gedung ini terdapat deretan rumah yang memiliki gaya arsitektur yang sama dan jumlahnya ada delapan (delapan dalam bahasa Jawa disebut wolu). Di mulai dari rumah yang ada di sebelah Gedung Wolu hingga sampai rumah yang sekarang menjadi Toko Roti Matahari di ujung baratnya. Masyarakat Pasuruan menyebut kawasan tersebut dengan bahasa dan aksen Jawa sebagai Dong Wolu. Dong berarti gedung, dan Wolu berarti delapan.
Jadi,
bila Anda sedang melintas di depan gedung ini, janganlah heran bila tepat di
gerbang pintu masuk ke gedung tersebut di belah oleh angka 8 (delapan) dengan
ukuran yang lumayan besar. Pengunjung restoran akan masuk ke gedung tersebut
dari sebelah kiri, dan keluarnya dari sebelah kanan. Sejenak makan di Depot Gedoeng Wolu (nama resmi dari
usaha restoran tersebut), pengunjung akan memenuhi kebutuhan perut secara
hakiki dengan sejumlah menu makanan dan minuman yang tersedia, dan sekaligus bisa
menikmati pesona dari bangunan lawas
dari restoran tersebut.
Dilihat
dari fasadnya, bangunan ini memiliki gaya arsitektur Indische Empire. Semua elemen yang menyusun bagian wajah bangunan
memberikan kesan mewah dan megah pada bangunan. Kolom ionic ganda berbahan beton dengan ukuran besar yang terletak
berjajar di bagian depan bangunan memberikan kesan kokoh pada bangunan.
Pintu-pintu ganda yang terbuat dari kayu jati dengan hiasan yang khas pada
bagian atasnya memberikan kesan anggun pada bangunan. Lantai terbuat dari bahan
marmer juga menambah kesan mewah dari bangunan Gedung Wolu ini.
Gedung
yang dibangun di atas lahan seluas 10.161 m² ini berdasarkan Surat
Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar
Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau
kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang
tertera pada Diktum Kesatu. *** [200915]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar