Pulang
dari Kota Pasuruan untuk kembali ke Surabaya, penulis melintas Kota Bangil yang
jalan utamanya penuh sesak dengan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat.
Sebelum melewati jembatan Kedung Larangan yang mengarah alun-alun Bangil,
terlihat sebuah gereja yang khas di tepi jalan pantura. Gereja tersebut adalah
GPIB Jemaat Immanuel Bangil. Gereja ini terletak di Jalan Jaksa Agung Soeprapto
No. 06 Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa
Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah barat Taman Makam Pahlawan (TMP)
Bangil.
Sepintas
dilihat dari fisik gereja, menandakan bahwa bangunan gereja tersebut merupakan
peninggalan kolonial di Hindia Belanda. Sayangnya, penulis rada kesulitan
mencari informasi mengenai riwayat gereja ini. Karena pada waktu penulis
singgah di gereja tersebut dalam keadaan pagar digembok dan sepi, sehingga
informasi yang didapat belumlah maksimal.
Chr.
G.F. de Jong dalam sebuah artikelnya Voorloping
overzicht van Nederlands kerkelijk erfgoed in Indonesië
uit periode 1815-1042, yang diunggah di www.cgfdejong.nl,
menerangkan bahwa GPIB Jemaat Immanuel Bangil ini dulunya adalah De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indië, atau yang lebih dikenal dengan Indische Kerk. Namun nama resminya
gereja ini pada era Kolonial di Hindia Belanda adalah De Protestanse Kerk Nederlandsch-Indie te Bangil.
Bangunan De Protestanse Kerk te Bangil ini didirikan pada tahun 1924. Kendati kecil dan tidak memiliki halaman yang cukup, namun kiprah gereja ini mempunyai peranan yang penting dalam mewartakan Injil di Bangil dan sekitarnya. Tak hanya itu saja, gereja ini juga mempunyai kekhasan dalam langgam arsitekturnya. Seperti pada gereja lawas umumnya, gereja ini bergaya aristektur Gothic yang ditandai dengan gevel yang semakin meruncing ke atas, dan diakhiri dengan menara kecil. Pada atap menara gereja ini, terdapat empat dormer yang dulunya berfungsi sebagai salah satu sarana pengumpul angin bagi ruangan di dalam gereja tapi sekarang sudah ditutup dengan kayu.
Seiring
adanya dinamika dalam De Protestantse
Kerk in Nederlandsch-Indie, yaitu begitu luasnya wilayah pelayanannya maka
secara bertahap gereja-gereja tersebut yang berada di Hindia Belanda mulai
diberi kemandirian yang lebih besar untuk mengatur pelayanannya sendiri yang
dimulai pada tahun 1933 dari wilayah timur. Begitu pula dengan yang ada di
wilayah barat, dalam Sidang Sinode De
Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indie yang diadakan di Buitenzorg
(sekarang dikenal dengan Bogor) menyepakati bahwa gereja mandiri keempat akan
dibentuk dengan wilayah pelayanan di bagian barat Indonesia. Pada tanggal 31
Oktober 1948, dalam ibadah Minggu Jemaat di Willem
Kerk (sekarang Gereja Immanuel Jakarta), dilembagakan gereja mandiri
keempat di wilayah Gereja Protestan di Indoensia (GPI) yang tidak terjangkau
oleh GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahasa), GPM (Gereja Protestan Maluku) dan
GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor), yang pada waktu itu bernama De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie (Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat), atau GPIB. Termasuk De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indie te Bangil ini akhirnya
berubah menjadi De Protestantse Kerk in Westelijk
Indonesie, dan kemudian diberi nama GPIB Jemaat Immanuel Bangil. *** [200915]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar