Kota
Pasuruan merupakan salah satu kota pelabuhan tersebesar di Pantau Utara Jawa
pada abad ke-17. Letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan, membuat
banyak sekali pedagang asing yang datang dan menetap di Pasuruan. Salah satunya
adalah etnis Tionghoa. Mereka datang sejak abad ke-17, dan kemudian meninggali
sebuah kawasan yang disebut sebagai Kawasan Pecinan.
Penanda
dari sejarah keberadaan kawasan Pecinan yang terdapat di Kota Pasuruan adalah
adanya sebuah klenteng yang diberi nama Klenteng Tjoe Tik Kiong. Klenteng ini
terletak di Jalan Lombok No. 7 Kelurahan Trajeng, Kecamatan Gadingrejo, Kota
Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi klenteng ini berada di sebelah barat
Stasiun Pasuruan ± 500 meter.
Klenteng
ini didirikan pada tahun 1740. Pembangunannya dilakukan oleh orang-orang Tionghoa
yang menetap di Pasuruan, tetapi arca-arcanya didatangkan langsung dari
Tiongkok pada tahun 1857.
Bagi
penganut Kong Hu Cu, Tjoe Tik Kiong bermakna istana yang mengamalkan dan
menyebarkan rasa kasih sayang dan perbuatan kebajikan. Sehingga, kehadiran
klenteng ini pada awalnya diharapkan sebagai perekat persaudaraan di kalangan
orang Tionghoa yang berada di Kota Pasuruan dan sekitarnya. Klenteng bagi
masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja, namun juga
mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa di masa
lampau.
Dilihat dari bangunannya, klenteng yang menghadap ke selatan ini tergolong besar dan megah karena didukung oleh halamannya yang cukup luas. Klenteng ini sengaja dibangun di pertigaan jalan atau di tengah pertemuan antara jalan tegak lurus dari Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan Lombok, karena menurut kepercayaan orang Tionghoa bahwa lokasi bangunan yang disebut “tusuk sate’ berisi segala pengaruh buruk. Pengaruh buruk tersebut akan hilang dengan keberadaan klenteng tersebut.
Sebelum
memasuki halaman klenteng, pengunjung akan melewati sebuah gapura yang khas
dengan balutan dominan kuning dan merah. Gapura bercorak paduraksa ini banyak
dihiasi dengan ornamen yang berkultur Tiongkok. Di atas pintu gapura tertulis
nama klenteng tersebut beserta alamatnya, dan di atap paduraksa terdapat
ornamen dua burung hong yang
menghadap ke huo zhu, mutiara api
atau bentuk bola api (mutiara Buddha).
Di
belakang gapura terdapat panggung kecil berwarna merah dengan pelisir warna
kuning. Panggung tersebut digunakan untuk pementasan wayang Potehi yang
agendanya mengikuti hajatan umat klenteng yang memintanya. Kisah dari wayang
ini biasanya mengambil dari ceritera klasik Tiongkok. Panggung ini sengaja
dibuat tidak terlalu besar dan sedikit ringan, agar supaya mudah
dipindah-pindahkan jika klenteng tersebut mempunyai acara yang memerlukan
halamannya.
Setelah melewati panggung wayang Potehi, pengunjung bisa berjalan lurus ke utara menuju bangunan utama dari klenteng tersebut. Namun, sebelum sampai ke bangunan utama tersebut, terlebih dahulu pengunjung akan menyaksikan dua patung berbentuk singa (hanzi) di depan pagar bangunan utama tersebut. Kemudian pengunjung baru melewati pintu gerbang yang berada di halaman bangunan utama tersebut. Pintu gerbang di halaman bangunan utama dihiasi oleh sepasang naga yang sedang berjalan (xin long) yang saling berhadapan. Menoleh ke kiri dan kanan, pengunjung akan menemukan menara seperti pagoda yang berfungsi sebagai tempat pembakaran kertas persembahyangan (kim lo).
Memasuki
halaman depan yang ada di bangunan utama, pengunjung akan melihat kembali hanzi dengan wajah yang sedikit agak
seram. Tepat di depan pintu bangunan utama terdapat hiolo (tempat menancapkan hio)
yang terbuat dari kuningan. Di atas wuwungan, terlihat huo zhu yang diapit oleh dua xing
long.
Di
dalam bangunan utama klenteng ini terdapat beberapa altar untuk persembahyangan
kepada Mak Co Bing Thian Sang Shen Mu, Hok Tek Cen Sin, dan Kong Tik Cun Ong.
Sedangkan, di belakang ruang utama ada ruang pemujaan penganut Tri Dharma. Umat
Buddha akan menuju ke altar yang ada patung Sakyamuni Buddha, umat Kong Hu Cu
akan menuju ke altar yang ada arca Konfusius, dan penganut Tao akan menghampiri
altar yang ada patung Lao Tze.
Mengingat
luas lahan yang dimiliki klenteng ini cukup luas, klenteng ini berusaha
menambah fungsinya sebagai tempat pembelajaran kebudayaan Tiongkok, terutama
melalui pertunjukan barongsai maupun liang
liong. *** [200915]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar