Senang
sekali mendapat kesempatan untuk mendampingi Manager Keuangan REDI di Jakarta,
dalam rangka memenuhi undangan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Undangan
tersebut beragendakan pembuktian kualifikasi dokumen yang dipersyaratkan bagi
Peserta Seleksi Umum Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 (SNLIK
2016). Tak hanya pengalaman prosesi mengikuti tender proyek lewat LPSE yang didapat, tapi juga sekaligus mendapat pengetahuan perihal gedung lama milik Bank
Indonesia (BI) yang ada di bagian depan dari Kompleks BI ini. Gedung tersebut
dikenal sebagai Gedung Bank Indonesia Thamrin.
Gedung
BI ini terletak di Jalan Mohammad Husni Thamrin No. 2 RT. 02 RW. 03 Kelurahan Gambir,
Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi gedung ini
berada di sebelah selatan Gedung PT Indosat Persero Tbk, atau di depan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pada
awalnya, gedung BI menempati gedung peninggalan De Javasche Bank yang selesai dibangun secara lengkap pada 1935.
Gedung lama itu dikenal dengan sebutan BI Kota, karena lokasinya berada di
Kawasan Kota Tua Jakarta. Sekarang, gedung BI Kota tersebut telah disulap
menjadi Museum BI.
Pemikiran
untuk membangun gedung baru yang lebih luas dan megah, awalnya dilandasi akan
kecukupan ruang yang digunakan untuk aktivitas perkantoran BI yang kian
bertambah tahun kian bertambah pekerjaannya. Bangunan yang ada di Jakarta Kota
dirasa sudah tidak memadai lagi untuk menjadi kantor BI Pusat. Oleh karena itu,
Presiden Soekarno merasa perlu untuk membangun gedung baru yang terletak di
kawasan pusat pemerintahan Republik Indonesia.
Lalu, dipilihlah lokasinya di daerah Thamrin. Pembangunan gedungnya dimulai pada tahun 1958 dan selesai pada tahun 1962. Selama empat tahun tersebut, berhasil dibangun gedung dengan sembilan lantai, dan memiliki luas bangunan 18.000 m². Seluruh sisi gedung dipasang roster beton yang berfungsi sebagai penahan masuknya sinar matahari secara sporadis. Sedangkan, setiap sisi dari gedung tersebut dilapisi oleh batu alam berwarna krem.
Presiden
Soekarno mempercayakan desain gedung baru BI tersebut kepada Frederich Silaban,
seorang arsitek yang dijuluki oleh Soekarno sebagai arsitek by the grace of God karena sering kali
menemukan bangunan yang miring tanpa menggunakan alat bantu modern.
Frederich
Silaban adalah seorang arsitek generasi awal negeri ini yang lahir di
Bonandolok, Sumatera Utara pada 16 Desember 1912. Dia adalah seorang arsitek
otodidak. Pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah)
namun karena dia tekun dalam menggeluti pekerjaannya, membuahkan beberapa
kemengan sayembara perancangan arsitektur. Sehingga, dunia profesipun
mengakuinya sebagai arsitek.
Frederich
Silaban pernah menjabat sebagai Direktur Pekerjaan Umum Kota Bogor dari tahun
1947 hingga tahun 1949, dan menjadi Kepala Pekerjaan Umum Kota Bogor pada tahun
1950 sampai dengan tahun 1965. Dilihat dari beberapa karyanya, Silaban
konsisten menerapkan prinsip-prinsip aristektur dan gaya modern yang menekankan
pada efisiensi, rasionalitas, dan kesederhanaan. Sebagaimana yang diutarakan
oleh Silaban, “arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin,
seringkas mungkin, dan sejelas mungkin, dan semua hal yang tidak mutlak
dibutuhkan suatu bangunan tidak perlu diadakan.”
Setelah
gedung baru selesai pengerjaannya, maka dilakukan persiapan untuk menunjang
aktivitas yang ada di dalamnya hingga siap untuk dioperasikan. Penataan-penataan
untuk gedung dilakukan dengan seksama, dan akhirnya gedung tersebut baru bisa
digunakan pada 21 Maret 1963. Namun, peresmiannya baru dilaksanakan pada 5 Juli
1963 bertepatan dengan Hari Bank. Pada saat itu BI dipimpin oleh Mr Soemarno
yang posisinya pada 1962 dijadikan setingkat menteri dengan nama Menteri Urusan
Bank Sentral.
Sejak
saat itu BI memiliki dua kantor utama, yaitu Kantor BI Kota dan Kantor BI
Thamrin. Keduanya mempunyai makna historis yang penting bagi Indonesia. Gedung yang
pertama adalah gedung warisan kolonial hasil arsitek berkebangsaan Belanda yang
menjadi penanda panjangnya perjalanan bank sirkulasi dan bank sentral di
Indonesia. Namun kemudian, gedung yang pertama ini terus difungsikan sebagai
Museum BI sejak 15 Desember 2006. Sedangkan, gedung kedua atau gedung yang baru
tersebut dikembangkan menjadi Kompleks Perkantoran BI Pusat yang terpadu.
Seiring
dengan perkembangan di dalam Kompleks Perkantoran BI di daerah Thamrin, gedung
karya Frederich Silaban ini tetap dipertahankan eksistensinya meski di
belakangnya telah didirikan bangunan pencakar langit yang juga dijadikan kantor
BI. ***
[260416]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar