Malang
merupakan suatu wilayah yang telah ada sejak dulu kala. Sejarah mencatat, bahwa
pada abad ke-8 Malang pernah menjadi pusat Kerajaan Kanjuruhan, yang merupakan
kerajaan pertama di Jawa Timur. Abad selanjutnya Malang menjadi daerah bawahan
dari Kerajaan Mataram Kuno yang telah pindah ke Jawa Timur.
Abad
ke-13 Malang kembali tampil dalam kancah sejarah Jawa, yakni menjadi ibu kota
Kerajaan Tumapel. Ibu kota Kerajaan Tumapel berada di Kutaraja, antara
pemerintahan Ken Arok sampai awal pemerintahan Wisnuwardana. Letak Kutaraja ini
berada di sebelah timur Gunung Kawi. Setelah Kertanegara dinobatkan menjadi
raja, ibu kota kerajaan diganti namanya menjadi Singasari, dan sekaligus
menjadi nama kerajaan. Kerajaan yang terakhir di wilayah Malang adalah Kerajaan
Sengguruh. Kerajaan Sengguruh adalah Kerajaan Hindu terakhir di Jawa. Kerajaan
Sengguruh berada di kawasan selatan Kota Malang (sekarang di daerah Kepanjen).
Adanya
kerajaan-kerajaan tersebut, menjadikan daerah Malang banyak diketemukan
peninggalan purbakala berupa arca, prasasti maupun candi. Sejak tahun 1980-an,
Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang berusaha
mengupayakan tempat untuk menampung temuan benda-benda purbakala tersebut,
dikurangi candi.
Karena beberapa hal, usulan untuk membuat tempat tersebut tidak terpenuhi. Akhirnya, untuk penyelamatan dan keamanannya, benda-benda temuan tersebut dititipkan di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) yang berada di Jalan Halmahera. Terus kemudian dititipkan lagi di Taman Rekreasi Senaputera, dan pada tahun 1997 dititipkan di Rumah Makan Cahyaningrat.
Kondisi
ini menyebabkan Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Malang berencana untuk membangun sebuah balai penyelamatan benda purbakala
dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya. Namun lagi-lagi, rencana itu pun tidak bisa terealisasi. Lalu, pada
tahun 2000 Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Pendidikan
berinisiatif untuk mengumpulkan semua benda purbakala yang ada di Kota Malang
dalam suatu tempat khusus, baik kelompok maupun yang masih tercecer di
masing-masing tempat. Pada waktu itu, pilihan tempatnya diarahkan ke
Perpustakaan Umum untuk dipakai sebagian ruangannya. Tapi karena sesuatu hal
dan berbagai pertimbangan, maka pada tahun 2001 ditetapkanlah gedung bekas SDN
Mojolangu 2 Malang sebagai tempat menampung benda-benda purbakala yang penuh
sejarah tersebut.
Setelah
ditetapkan, bangunan sekolah tersebut lalu dipugar untuk menyesuaikan dari
ruang kelas menjadi tempat yang layak sebagai tempat penampungan benda-benda
purbakala tersebut. Peresmiannya dilakukan oleh Wali Kota Malang, Peni Suparto,
pada 2 Mei 2004 dengan memberikan nama gedung Balai Penyelamatan Benda
Purbakala Mpu Purwa. Namun karena untuk papan penunjuk arah ke gedung ini pada
umumnya dengan sebutan Museum Mpu Purwa, maka masyarakat akhirnya lebih akrab
menyebut bangunan gedung tersebut sebagai Museum Mpu Purwa ketimbang Balai
Penyelamatan Benda Purbakala.
Atas dasar inilah, tulisan yang saya buat pun menggunakan judul Museum Mpu Purwa. Museum ini terletak di Jalan Soekarno Hatta No. 210 Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi museum ini berada di lingkungan Perumahan Griya Shanta Blok B, yang ancer-ancernya berada di depan SD Insan Amanah, sebelah barat RS Brawijaya, atau sebelah timur Institut Pertanian Malang.
Pada
waktu saya berkunjung ke museum ini, gedungnya memang sedang direnovasi secara
menyeluruh untuk menjadi museum. Renovasi tersebut sudah mulai dilakukan pada
tahun 2014 dan Mei 2016 ini sudah selesai dengan menelan biaya sebesar RP 2,5
miliar. Akan tetapi, pengunjung belum bisa menikmati koleksi-koleksi yang
dimiliki oleh museum ini, karena baru penataan ulang terhadap benda-benda bersejarah
tersebut. Sehingga, saya disarankan untuk melihat
koleksi-koleksinya yang terdapat di gudang saja, yang letaknya ditaruh di
halaman depan sebelah timur.
Menurut
petugas museum, koleksi benda purbakala yang disimpan di Museum Mpu Purwa
berasal dari masa pra sejarah hingga masa sejarah, yaitu masa Hindu-Buddha.
Benda purbakala ini ditemukan dari berbagai daerah di Malang, ada juga beberapa
peninggalan yang berasal dari Kediri. Peninggalan yang berasal dari masa pra
sejarah berupa batu pelor, batu gores dan batu lumpang. Batu gores ditemukan di
bibir Sungai Metro yang berada di wilayah Tlogomas. Di wilayah ini memang
banyak ditemukan benda purbakala yang kesemuanya disimpan di cungkup punden Watu Gong. Dilihat dari
banyaknya peninggalan yang ditemukan, diperkirakan wilayah ini dahulunya
merupakan pusat peradaban purba.
Peninggalan lainnya yang ada di Museum Mpu Purwa adalah peninggalan yang berasal dari zaman Hindu-Budda. Peninggalan yang dari zaman Hindu-Buddha berasal dari Kerajaan Kanjuruhan, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, dan Kerajaan Majapahit.
Peninggalan
dari masa Hindu-Buddha berupa prasasti, arca, makara, antefix, kemuncak candi, lingga dan yoni. Koleksi prasasti meliputi
prasasti Muncang, prasasti Dinoyo dan Prasasti Kanuruhan. Prasasti Dinoyo ini
berasal dari Kerajaan Kanjuruhan yang merupakan kerajaan tertua di Jawa Timur
yang berdiri sekitar abad ke-8. Sedangkan, prasasti Kanuruhan adalah prasasti
yang terpahat pada sandaran arca Ganesha, yang berangka tahun 856 Saka dan
dikeluarkan oleh Rakarayan Kanuruhan Dyah Mungpang.
Peninggalan
lainnya adalah arca Ganesha Tikus yang berasal dari Kerajaan Kediri. Arca
Ganesha Tikus menjadi peninggalan teristimewa di museum ini dari benda-benda
lainnya karena konon arca Ganesha ini hanya terdapat di Museum Mpu Purwa. Ada
arca Siwa, Brahma, Durga, dan Bodhisatwa. Selain itu, ada juga kembaran patung Joko Dolog yang ditaruh di halaman depan museum. Saya pikir patung tersebut
memang patung Joko Dolog tapi ternyata patung Buddha Aksobya, yang ditemukan di
salah satu percandian Singasari. Tak jauh dari patung Buddha Aksobya juga ada
sebuah makara dengan motif ikan dan gajah. Makara ini ditemukan di Dukuh Njoyo,
Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru.
Museum
Mpu Purwa ini belumlah banyak diketahui keberadaannya oleh khalayak di Kota
Malang. Hal ini lantaran lokasi museum ini agak masuk ke dalam, dan berada di
kompleks Perumahan Griya Shanta bagian pojok serta kurangnya papan penunjuk
yang berada di jalan-jalan raya di Kota Malang. Sayang, bila koleksi-koleksi
museum yang bernilai sejarah tinggi ini tidak dikenal oleh warganya. Jadinya,
tak sepadan dengan nama yang disandang oleh museum tersebut, yaitu Mpu Purwa.
Mpu Purwa, lengkapnya adalah Mpu Purwanatha, adalah seorang pendeta Budda utama
(Sthapaka) yang hidup sekitar abad
ke-12 di Desa Panawijen, sebelah timur lereng Gunung Kawi (sekarang Kelurahan
Polowijen, Kota Malang). Mpu Purwanatha memiliki dua anak, yaitu Mpu Purwa dan
Ken Dedes. Kelak Mpu Purwa merupakan cikal bakal keturunan Pasek Tatar di Bali,
sedangkan adiknya, Ken Dedes, melahirkan raja-raja besar di Jawa. *** [180516]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar