Stasiun
Kereta Api Tanjung Priok (TPK) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Tanjung
Priok, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah
manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta yang berada pada ketinggian + 1,5 m di atas
permukaan lain, dan merupakan stasiun tua yang ada di Jakarta. Stasiun Tanjung
Priok terletak di Jalan Taman Stasiun No. 1 RT. 05 RW. 08 Kelurahan Tanjung
Priok, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi
stasiun ini berada di sebelah selatan Pelabuhan Tanjung Priok, atau
bersebelahan dengan Terminal Bus Tanjung Priok.
Bangunan
Stasiun Tanjung Priok ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda,
yang pembangunannya bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Jakarta-Tanjung
Priok sepanjang 9 kilometer. Pengerjaan jalur kereta api ini dilakukan oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan
kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1885.
Semula, bangunan Stasiun Tanjung Priok berada di sebelah utara bangunan yang ada sekarang. Pada awalnya pembangunan Stasiun Tanjung Priok ini sebagai penunjang transportasi orang dan barang dari dan ke wilayah pelabuhan. Sehingga, peranannya memang tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok pada masa lalu. Karena aktivitas dan tingkat keramaian di Pelabuhan Tanjung Priok semakin meningkat dan melonjak, maka menyebabkan stasiun yang pertama tidak memadai lagi untuk menampung jumlah penumpang dan barang-barang kiriman yang terus meningkat dari dalam maupun luar negeri.
Kondisi
tersebut menjadi pertimbangan Pemerintah Hindia Belanda kala itu untuk
memindahkan stasiun tersebut agar lebih representatif. Akhirnya, dibangunlah
stasiun baru yang lebih besar di lokasi yang sekarang ini. Proses
pembangunannya dimulai pada tahun 1914 dengan luas lahan mencapai 46.930 m²
dan luas bangunan sebesar 3.768 m². Arsitek yang dipercaya untuk
mendesain stasiun ini adalah C.W. Koch, yang merupakan insinyur utama dari Staatsspoorwegen (SS) yang berdiri sejak
6 April 1875.
Untuk
menyelesaikan stasiun yang dibangun semasa pemerintahan Gubernur Jenderal
A.F.W. Indeenburg ini, diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130 di
antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa. Setelah selesai pengerjaannya,
stasiun ini pertama kali dibuka untuk umum pada 6 April 1925 bertepatan dengan
ulang tahun ke-50 Staatsspoorwegen yang
bersamaan dengan pengoperasian trem (kereta
api listrik) jurusan Tanjung Priok-Meester
Cornelis, dengan menggunakan lokomotif listrik seri ESS 3200 buatan Werkspoor Belanda, dan merupakan lokomotif
listrik pertama yang dioperasikan di Hindia Belanda.
Meskipun Stasiun Tanjung Priok bukan merupakan stasiun pusat, namun stasiun ini tergolong megah dan mewah, yang memiliki delapan peron sehingga besarnya nyaris menyamai Stasiun Jakarta Kota. Stasiun ini dulunya memang untuk mengakomodir perdagangan dan wisatawan Eropa di Batavia karena pada waktu itu wilayah Tanjung Priok yang terletak di bagian utara Jakarta, sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman untuk menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan kota melalui Stasiun Jakarta Kota.
Fungsinya
pada masa itu pun sebenarnya tidak hanya untuk stasiun saja melainkan juga
menyediakan penginapan bagi penumpang yang akan menunggu kedatangan kapal laut
untuk melanjutkan perjalanan. Kamar-kamar penginapan tersebut berada di sayap
kiri bangunan yang khusus disediakan untuk penumpang Belanda dan orang Eropa,
serta dilengkapi dengan ruang di bawah tanah yang diperkirakan berfungsi
sebagai gudang logistik.
Seperti
halnya Stasiun Jakarta Kota, stasiun ini juga merupakan stasiun ujung (kop station) di mana rel berakhir pada
bangunan stasiun dan kedudukan sepur tegak lurus dengan peron. Stasiun ini
memiliki 8 jalur ganda, 6 jalur di dalam peron dan 2 jalur berada di luar
peron. Atap peron berupa struktur baja bentang lebar dengan bentuk kuda-kuda
melengkung yang menaungi ke delapan peron sekaligus.
Bangunan
stasiun ini sempat mangkrak beberapa tahun lamanya. Stasiun menjadi
terbengkelai, kurang terurus dan kumuh dipenuhi oleh para gelandangan. Kemudian
pada tahun 2008 dilakukan renovasi besar-besaran terhadap fisik bangunan
stasiun ini. Juga tak luput, dilakukan rehabilitasi fasilitas rel serta
pembangunan perangkat sinyal elektrik pada awal tahun 2009. Pada 28 Maret 2009,
Stasiun Tanjung Priok sudah dapat kembali difungsikan.
Pada
awal penggunan kembali stasiun tersebut, stasiun ini sempat melayani kereta
ekonomi jarak jauh dan lokal serta KRL Ekonomi AC atau Commuter Line rute Tanjung Priok-Bekasi. Akan tetapi, sejak 1
November 2014 semua kereta api yang tadinya berangkat dari Stasiun Tanjung
Priok dipindahkan ke Stasiun Pasar Pasar Senen. Hal ini lantaran stasiun ini direncanakan
akan dijadikan stasiun barang.
Sejak
21 Desember 2015, stasiun ini kembali melayani Commuter Line jurusan Tanjung Priok-Jakarta Kota yang sempat
beberapa tahun tidak aktif. Sehingga, denyut aktivitas stasiun mulai terlihat
kembali.
Renovasi
bangunan Stasiun Tanjung Priok yang berlanggam Art Deco ini memang bukan semata hanya untuk keperluan transportasi
namun juga bertujuan untuk melestarikan bangunan stasiun ini sebagai cagar
budaya dan sekaligus dapat menjadi pusat studi serta tujuan wisata sejarah.
Penetapannya sebagai cagar budaya berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dengan nomor PM.13/PW.007/MKP/2005 tertanggal 25
April 2005. *** [290416]
Kepustakaan:
Jurnal Ilmiah Desan & Konstruksi Nomor 2 Vol. 11
Desember 2012
https://www.google.co.id/?gws_rd=ssl#q=alamat+stasiun+priuk
https://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_Tanjung_Priok
Hanya orang awam mengeja nama stasiun ini "Priok". PT KAI sendiri menulisnya "Priuk".
BalasHapus