Kehabisan
tiket kereta api tahun ini tidak menjadikan halangan bagi saya untuk melakukan
mudik lebaran dari Malang ke Solo. Jarak tempuh sekitar 300 kilometer pun
dilalui dengan santai dan menyenangkan. Betapa tidak? Karena perjalanan yang
lumayan jauh dengan menggunakan sepeda motor Honda REVO dengan plat nomor N
5026 HHC, berhasil dikemas dengan menyalurkan hobi yang selama ini saya tekuni yaitu
mengumpulkan bangunan kuno yang ada di Indonesia.
Sewaktu
perjalanan memasuki Kota Blitar, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi
sebuah tempat peribadatan orang Tionghoa yang berada di sudut pertemuan antara
Jalan Mawar dengan Jalan Merdeka. Tempat peribadatan tersebut merupakan
bangunan kuno yang bernama Klenteng Poo An Kiong. Klenteng ini terletak di
Jalan Merdeka No. 194 Keluranan Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar,
Provinsi JawaTimur. Lokasi klenteng ini berada di sebelah utara Pasar Legi,
atau selatan Detasemen Kesehatan Wilayah 05.04.01 Poliklinik Kesehatan 05.09.03
Blitar.
Klenteng adalah nama yang biasa digunakan untuk menyebut tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan masyarakat Tionghoa dan penganut ajaran Tridharma (Buddha, Tao dan Konghucu). Istilah ini hanya dikenal di Indonesia. Nama klenteng diambil dari suara yang terdengar dari genta yang dipukul dan menimbulkan bunyi teng, teng, teng. Akhirnya suara tersebut dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan klenteng.
Klenteng
Poo An Kiong merupakan sebuah klenteng yang terdapat di Kota Blitar, yang masih
berdiri kokoh sampai sekarang. Menurut informasi yang diperoleh dari petugas
yang bisa ditemui, bangunan Klenteng Poo An Kiong didirikan oleh komunitas Tionghoa
yang bermukim di Blitar pada masa Hindia Belanda, yaitu pada tahun 1829 Masehi.
Meski bangunan klenteng yang berada di sudut jalan ini tidaklah terlalu besar,
namun tergolong sudah tua usianya.
Poo An Kiong, kata yang disematkan untuk nama klenteng ini bermakna keselamatan. Pendirian tempat peribadatan bagi orang Tionghoa ini, pada waktu itu memang memiliki harapan agar diberi keselamatan bagi masyarakat Tionghoa, daerah Blitar pada khusunya, dan negara ini pada umumnya.
Klenteng
Poo An Kiong di Blitar ini masih beruntung ketimbang
Klenteng Poo An Kiong yang berada di Solo. Keberadaan Klenteng Poo An Kiong Solo
ini tidak mempunyai pintu gerbang ketika memasuki persil. Sedangkan, Klenteng
Poo An Kiong di Blitar masih menunjukkan kemegahan pintu gerbangnya yang di
kalangan orang Tionghoa dikenal dengan men
lou wu.
Memasuki men lou wu, pengunjung akan menemui sebuah pelataran klenteng yang sudah dipasangi con block. Pada halaman tersebut terdapat pagoda atau menara bertingkat delapan yang lokasinya berdekatan dengan Detasemen Kesehatan Wilayah 05.04.01 Poliklinik Kesehatan 05.09.03 Blitar. Fungsi pagoda ini ini adalah sebagai tempat untuk membakar kertas-kertas berwarna keemasan (kim cua) berisi doa dan keinginan yang dipanjatkan kepada para dewa. Oleh karena itu, di tingkat yang paling bawah pada pagoda tersebut terdapat sebuah pintu kecil seukuran jendela yang atasnya melengkung, yang fungsinya sebagai tungku untuk membakar kim cua.
Melangkah lagi menuju bangunan utama klenteng, pengunjung akan mendapati shi zi, sepasang singa batu yang ditempatkan di depan klenteng. Keunikan yang ada di klenteng ini adalah shi zi tersebut berwarna hitam legam, berbeda dengan shi zi yang berada di klenteng-klenteng lainnya yang pada umumnya berwarna emas atau beraneka warna. Shi zi ini diyakini sebagai hewan mistis masyarakat Tionghoa yang membantu menjaga klenteng tersebut. Di sela-sela shi zi merupakan jalan untuk masuk ke bangunan utama klenteng. Sebelum masuk lebih dalam, pengunjung akan melihat sebuah bejana besar yang dijaga oleh kedua naga yang terbuat dari kuningan. Bejana tersebut dinamakan hiolo yang berfungsi untuk meletakkan hio atau dupa.
Setelah
itu, pengunjung bisa memasuki bangunan utama klenteng tersebut. Bangunan utama
ini biasanya digunakan untuk menempatkan sejumlah altar di mana altar yang
paling tengah umumnya merupakan altar utama. Sebelum memasuki ruang utama dalam
bangunan tersebut, pengunjung akan menjumpai tiga pintu untuk masuk ke dalam.
Pintu masuk sebelah kiri dikenal dengan pintu naga. Umat yang akan berdoa di
depan altar utama hendaknya menyiapkan hati yang bersih dan tulus. Pintu tengah
melambangkan pintu utama klenteng. Di kiri kanan pintu utama terdapat lukisan
Tjin Siok Po dan Oet Ti Kong, kedua-keduanya merupakan dewa penjaga pintu.
Sedangkan, pintu keluar sebelah kanan disebut sebagai pintu macan. Umat yang
akan keluar dari klenteng hendaknya selalu waspada dan mawas diri, karena di
luar banyak cobaan dan godaan yang akan menghampiri.
Di
dalam ruang utama bangunan klenteng, pengunjung bisa menemukan altar-altar
tempat untuk meletakkan patung para dewa atau nabi yang mereka yakini. Klenteng
Poo An Kiong ini memiliki patung tuan rumah yang bernama Kongco Kong Tek Cun
Ong.
Secara
arsitektural, bangunan klenteng ini merupakan sebuah bangunan bergaya
arsitektur tradisional Tionghoa. Di atas atap tampak huo zhu, bentuk bola api sebagai lambang mutiara Buddha, yang
diapit oleh kedua naga sedang berjalan yang dikenal dengan xing long.
Sebagai
klenteng kuno, bangunan peribadatan Tridharma ini merupakan bangunan cagar
budaya bercirikan tradisonal Tionghoa yang ada di Kota Blitar. Bangunan ini
juga menjadi salah satu ikon yang ada di Kota Blitar, dan menjadi bukti adanya
jejak Tionghoa di Bumi Patria ini. ***
[230617]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar