Stasiun Kereta Api Kalimenur
(KLR) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Kalimenur, merupakan salah
satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi (Daop) 6 Yogyakarta yang berada pada ketinggian + 35 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kereta api kelas III
yang sudah berhenti beroperasi sejak tahun 1974. Stasiun
ini terletak di Jalan Stasiun
Kalimenur, Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi stasiun ini berada sebelah
barat daya SDN Kalimenur ± 500 m.
Bangunan Stasiun Kalimenur ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Diperkirakan
pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Yogyakarta-Maos yang dikerjakan oleh
perusahaan kereta api milik Pemerintah
Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS) pada tahun 1877 sebagai lanjutan dari
proyek jalur Solobalapan-Yogyakarta. Jalur sepanjang 155 kilometer ini, pengerjaannya dimulai dari Yogyakarta di sebelah
timur menuju ke Maos di sebelah barat.
Dulu, Stasiun Kalimenur ini bersama dengan
Stasiun Kedundang pernah menjadi dua stasiun terbesar di Kabupaten Kulon Progo.
Stasiun Wates dan Stasiun Sentolo masih kalah besar dan kalah ramai dibandingkan
dengan kedua stasiun ini.
Di Stasiun Kalimenur ini, dulunya dikenal
dengan sebutan Stasiun Tahu karena kebanyak dari penggunan jasa kereta api uap
adalah pengrajin tahu dari daerah Tuksono, Sentolo yang akan berjualan ke
Yogyakarta dan Kutoarjo. Selain itu, para penumpang waktu itu juga para
pedagang sayur maupun pelajar dari daerah Kulon Progo yang akan belajar ke
Yogyakarta. Para pedagang sayur kala itu membawa hasil kebun atau hasil
pertanian, seperti beras, kelapa, pisang, sayur, jagung dan ayam.
Stasiun ini memiliki 2 jalur, yang dulunya
jalur 1 dan 2 sebagai sepur lurus, menuju ke Stasiun Wates ke arah barat dan
menuju ke Stasiun Sentolo ke arah timur. Stasiun ini telah berhenti beroperasi
pada tahun 1974 dengan alasan berada di jalur tikungan dan lintasan
berkecepatan tinggi.
Stasiun yang sudah mangkrak selama 43 tahun ini
sebenarnya masih terlihat kokoh, hanya saja bangunan stasiunnya tampat kurang terawat.
Kondisinya lusuh dan banyak coretan-coretan di dindingnya akibat vandalisme.
Sungguh amat disayangkan sebenarnya, bila bangunan besejarah tersebut harus
mangkrak begitu saja. Seandainya disentuh dengan ide kreatif sedikit oleh pihak
yang berwenang, sebenarnya bangunan stasiun tersebut bisa disulap menjadi
museum mini perkeretaapian di Kabupaten Kulon Progo. Di samping bangunannya terawat
dengan baik, juga akan turut mengembangkan kepariwisataan di Kabupaten Kulon
Progo. *** [030717]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar