Setelah puas melihat Rumah Dinas Wakil Bupati Purworejo, perjalanan pun bergeser ke sebelah timurnya. Di sana Anda akan menemukan sebuah bangunan lawas lagi, yaitu Kantor Kecamatan Kutoarjo. Kantor ini terletak di Jalan Mardiusodo, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi kantor ini berada di depan SMP Negeri 3 Purworejo, atau sebelah timur laut Alun-Alun Kutoarjo ± 500 meter.
Kecamatan Kutoarjo merupakan kecamatan dengan luas terkecil, yaitu 37,59 km², atau 3,63% dari total wilayah Kabupaten Purworejo. Kendati sebagai pemilik wilayah terkecil, namun Kutoarjo pernah menorehkan sejarahnya sebagai sebuah kabupaten yang ada di Karesidenan Bagelen hingga Karesidenan Kedu dengan nama Kabupaten Kutoarjo.
Awalnya, kantor Kecamatan Kutoarjo ini merupakan rumah kediaman dan sekaligus kantor Patih Kutoarjo. Pada masa Bupati Raden Adipati Soerokoesoemo (1845-1859), Kadipaten Semawung dipindahkan dari Desa Semawung ke Desa Senepo. Di tempat baru inilah dibangun rumah kediaman/kantor Bupati lengkap dengan alun-alun yang selesai pada tahun 1870. Bersamaan itu pula juga dibangun Kantor Kepatihan, Kantor Kontrolir dan Kantor Landraad atau Pengadilan. Termasuk juga dibangun Masjid Jami’ Kutoarjo pada tahun 1860 lengkap dengan Kantor Pengadilan Agama.
Pada masa pemerintahan Raden Adipati Aryo Pringgo Atmodjo (1859-1870), Kadipaten Semawung berubah menjadi Kabupaten Kutoarjo berdasarkan letak kadipaten/kabupaten paska kepindahan di tempat yang baru tersebut. Saat itu, Kabupaten Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan, yaitu Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi.
Antara Kantor Bupati, Patih dan Kontrolir saling berdekatan. Hal ini untuk memudahkan koordinasi birokrasi masa Hindia Belanda. Kantor Patih berada di sebelah timur Kabupaten, dan Kontrolir berada di sebelah timur alun-alun.
Berkaitan dengan tugas Patih pada waktu itu adalah membantu tugas Bupati terutama dalam hal administrasi birokrasi yang berjalan di Kabupaten Kutoarjo. Dalam struktur pemerintah Hindia Belanda, aparat birokrasi dibedakan dalam dua jenis, yakni pejabat berkebangsaan Belanda (Binnenlands Bestuur – Pemerintah Dalam Negeri) dan Pangreh Praja atau pejabat pribumi (Inlandschbestuur).
Pejabat Belanda terdiri dari Gubernur Jenderal, Residen, Asisten Residen, Kontrolir, dan para penasehat dalam urusan orang Eropa, Timur Asing dan Pribumi. Sedangkan Pangreh Praja terdiri atas Bupati, Patih, Wedana, Asisten Wedana, Camat, Kepala Kampung atau Kepala Desa.
Gubernur Jenderal adalah penguasa tertinggi di wilayah jajahan dan dalam pekerjaan sehari-hari ia dibantu oleh Sekretaris Jenderal, dengan pusat kedudukan di Batavia. Di bawah jabatan Gubernur Jenderal terdapat jabatan Residen yang menguasai wilayah karesidenan dan dibantu oleh seorang Asisten Residen. Asisten Residen berkuasa atas wilayah khusus yang biasanya sama luasnya dengan kabupaten. Di bawah Asisten Residen terdapat Kontrolir yang wilayah kekuasaannya meliputi satu kawedanan. Tugas utama Kontrolir adalah mengawasi penduduk dan pertanian.
Jabatan tertinggi Pangreh Praja adalah Bupati atau Patih yang wilayah kekuasaannya meliputi luas kabupaten, dan bersama-sama dengan Asisten Residen menjalankan administrasi pemerintahan dalam satu wilayah yang sama. Sedangkan di bawah Bupati terdapat jabatan Wedana yang mmbawahi wilayah administrasi meliputi kawedanan yang dibantu oleh beberapa orang Asisten Wedana.
Jadi, kedudukan Patih Kutoarjo dulu adalah menjalankan kebijakan Bupati dan Asisten Residen berkenaan dengan administrasi dalam membawahi Kawedanan Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi, atau kalau sekarang posisinya setara dengan Sekretaris Daerah. Dalam pelaksanaannya, Patih juga dibantu oleh seperangkat pembantu yang berhubungan langsung dengan masyarakat, trutama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan seremonial, seperti penghulu, kepolisian, jaksa dan sebagainya.
Sejak Kabupaten Kutoarjo digabung dengan Kabupaten Purworejo pada tahun 1933, praktis di Kutoarjo sudah tidak ada Bupati dan Patih lagi. Kabupaten Kutoarjo diturunkan menjadi kawedanan, sehingga bekas Kantor Bupati Kutoarjo kemudian ditempati Wedana untuk menjalankan tugasnya, dan bekas Kantor Patih digunakan untuk Kantor Kecamatan Kutoarjo hingga sekarang. *** [280617]
Fotografer: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Kepustakaan:
Yudistira, Pandji. (2014). Sang Pelopor: Peranan Dr. SH. Koorders dalam Sejarah Perlindungan Alam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung, Kementerian Kehutanan
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/4046/2886
Kecamatan Kutoarjo merupakan kecamatan dengan luas terkecil, yaitu 37,59 km², atau 3,63% dari total wilayah Kabupaten Purworejo. Kendati sebagai pemilik wilayah terkecil, namun Kutoarjo pernah menorehkan sejarahnya sebagai sebuah kabupaten yang ada di Karesidenan Bagelen hingga Karesidenan Kedu dengan nama Kabupaten Kutoarjo.
Awalnya, kantor Kecamatan Kutoarjo ini merupakan rumah kediaman dan sekaligus kantor Patih Kutoarjo. Pada masa Bupati Raden Adipati Soerokoesoemo (1845-1859), Kadipaten Semawung dipindahkan dari Desa Semawung ke Desa Senepo. Di tempat baru inilah dibangun rumah kediaman/kantor Bupati lengkap dengan alun-alun yang selesai pada tahun 1870. Bersamaan itu pula juga dibangun Kantor Kepatihan, Kantor Kontrolir dan Kantor Landraad atau Pengadilan. Termasuk juga dibangun Masjid Jami’ Kutoarjo pada tahun 1860 lengkap dengan Kantor Pengadilan Agama.
Pada masa pemerintahan Raden Adipati Aryo Pringgo Atmodjo (1859-1870), Kadipaten Semawung berubah menjadi Kabupaten Kutoarjo berdasarkan letak kadipaten/kabupaten paska kepindahan di tempat yang baru tersebut. Saat itu, Kabupaten Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan, yaitu Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi.
Antara Kantor Bupati, Patih dan Kontrolir saling berdekatan. Hal ini untuk memudahkan koordinasi birokrasi masa Hindia Belanda. Kantor Patih berada di sebelah timur Kabupaten, dan Kontrolir berada di sebelah timur alun-alun.
Berkaitan dengan tugas Patih pada waktu itu adalah membantu tugas Bupati terutama dalam hal administrasi birokrasi yang berjalan di Kabupaten Kutoarjo. Dalam struktur pemerintah Hindia Belanda, aparat birokrasi dibedakan dalam dua jenis, yakni pejabat berkebangsaan Belanda (Binnenlands Bestuur – Pemerintah Dalam Negeri) dan Pangreh Praja atau pejabat pribumi (Inlandschbestuur).
Pejabat Belanda terdiri dari Gubernur Jenderal, Residen, Asisten Residen, Kontrolir, dan para penasehat dalam urusan orang Eropa, Timur Asing dan Pribumi. Sedangkan Pangreh Praja terdiri atas Bupati, Patih, Wedana, Asisten Wedana, Camat, Kepala Kampung atau Kepala Desa.
Gubernur Jenderal adalah penguasa tertinggi di wilayah jajahan dan dalam pekerjaan sehari-hari ia dibantu oleh Sekretaris Jenderal, dengan pusat kedudukan di Batavia. Di bawah jabatan Gubernur Jenderal terdapat jabatan Residen yang menguasai wilayah karesidenan dan dibantu oleh seorang Asisten Residen. Asisten Residen berkuasa atas wilayah khusus yang biasanya sama luasnya dengan kabupaten. Di bawah Asisten Residen terdapat Kontrolir yang wilayah kekuasaannya meliputi satu kawedanan. Tugas utama Kontrolir adalah mengawasi penduduk dan pertanian.
Jabatan tertinggi Pangreh Praja adalah Bupati atau Patih yang wilayah kekuasaannya meliputi luas kabupaten, dan bersama-sama dengan Asisten Residen menjalankan administrasi pemerintahan dalam satu wilayah yang sama. Sedangkan di bawah Bupati terdapat jabatan Wedana yang mmbawahi wilayah administrasi meliputi kawedanan yang dibantu oleh beberapa orang Asisten Wedana.
Jadi, kedudukan Patih Kutoarjo dulu adalah menjalankan kebijakan Bupati dan Asisten Residen berkenaan dengan administrasi dalam membawahi Kawedanan Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi, atau kalau sekarang posisinya setara dengan Sekretaris Daerah. Dalam pelaksanaannya, Patih juga dibantu oleh seperangkat pembantu yang berhubungan langsung dengan masyarakat, trutama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan seremonial, seperti penghulu, kepolisian, jaksa dan sebagainya.
Sejak Kabupaten Kutoarjo digabung dengan Kabupaten Purworejo pada tahun 1933, praktis di Kutoarjo sudah tidak ada Bupati dan Patih lagi. Kabupaten Kutoarjo diturunkan menjadi kawedanan, sehingga bekas Kantor Bupati Kutoarjo kemudian ditempati Wedana untuk menjalankan tugasnya, dan bekas Kantor Patih digunakan untuk Kantor Kecamatan Kutoarjo hingga sekarang. *** [280617]
Fotografer: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Kepustakaan:
Yudistira, Pandji. (2014). Sang Pelopor: Peranan Dr. SH. Koorders dalam Sejarah Perlindungan Alam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung, Kementerian Kehutanan
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/4046/2886
Tidak ada komentar:
Posting Komentar