Kutoarjo merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Purworejo. Meski sebagai kota kecamatan, Kutoarjo tergolong cukup ramai bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Purworejo. Kutoarjo juga memiliki alun-alun di pinggir jalan utamanya, yang tidak dimiliki oleh kecamatan-kecamatan yang lain kecuali kecamatan yang menjadi ibu kota Kabupaten Purworejo, yaitu Kecamatan Purworejo.
Perbedaan ini menjadi saksi bisu akan perjalanan sejarah Kutoarjo. Sebagai kota lawas – bahkan lebih tua - dari nama Kabupaten Purworejo sendiri. Tak pelak lagi, Anda bisa dengan mudah menjumpai banyak bangunan kuno di Kutoarjo. Salah satu di antaranya adalah Rumah Dinas Wakil Bupati Purworejo. Rumah dinas ini terletak di Jalan Wirotaman, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi rumah dinas ini berada di sebelah utara Alun-Alun Kutoarjo. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Marditomo, sebelah timur dengan Jalan Mardiusodo, sebelah utara dengan Jalan Durian, dan sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Wirotaman.
Menurut sejarahnya, Kutoarjo adalah kota kecil yang cukup ramai. Awal mulanya, kota ini bernama Semawung yang berumur lebih tua dari Purworejo yang dulu bernama Brengkelan. Di Kutoarjo waktu itu banyak pengrajin tenun dan barang pecah belah dari tanah liat, sehingga menjadi daerah perdagangan yang cukup ramai di mana saat itu pedagang Tionghoa berdatangan untuk berdagang di kota ini (Pandji Yudistira, 2014: 122).
Pada masa Bupati Raden Adipati Soerokoesoemo (1845-1858), Kota Kabupaten Kutoarjo dipindahkan dari Desa Semawung Daleman ke Desa Senepo. Di tempat baru inilah dibangun rumah kediaman sekaligus kantor Bupati Kutoarjo (Woning van Regent Koetoardjo). Namun, pada 23 Februari 1861, dua tahun setelah pengangkatan Raden Adipati Aryo. Pringgo Armodjo sebagai Bupati ke-2, daerah Kutoarjo dilanda banjir bandang yang besar dengan tinggi air mencapai sekitar 4,5 meter yang mengakibatkan terjadi perubahan yang luar biasa. Banyak rawa-rawa yang tertimbun oleh material yang dibawa banjir hingga mencapai satu meter di beberapa tempat. Kabupaten Kutoarjo mengalami kerusakan besar sehingga tidak dapat dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap sarana prasarana yang rusak akibat banjir tersebut. Banjir itu merendam hampir seluruh Kutoarjo karena memang daerah ini terkenal banyak rawa-rawa.
Akhirnya, Bupati Raden Adipati Aryo Pringgo Atmodjo melakukan renovasi kediaman dan pendopo Kabupaten Kutoarjo lengkap dengan alun-alun yang selesai pada tahun 1870. Selain itu selama tahun 1861-1870 juga diadakan usaha-usaha perbaikan agar pembuangan air berlangsung dengan cepat sehingga bahaya banjir tidak mengancam lagi. Pada waktu pemerintahan Bupati ke 2 ini, Kabupaten Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan, yaitu Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi.
Pada tahun 1933, atas perintah Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Kutoarjo disatukan dengan Kabupaten Purworejo yang saat itu dipimpin oleh Bupati Raden Adipati Aryo Hasan Danoediningrat. Nama Purworejo sendiri adalah nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan yang termasuk ke dalam wilayah Karesiden Bagelen.
Setelah digabung, posisi Kutoarjo bukan lagi sebagai ibu kota kabupaten namun daerah setingkat di atas kecamatan atau dikenal dengan Kawedanan Kutoarjo. Kemudian sempat digunakan sebagai Perpustakaan Umum di Kutoarjo usai dihapuskannya fungsi kawedanan dalam tata pemerintahan di Indonesia. Pada masa kepemimpinan Bupati H. Marsaid Reksohadinegoro, S.H., M.Si dengan wakilnya H. Kelik Sumrahadi, S.Sos., M.M., bekas rumah kediaman atau pendopo Bupati Kutoarjo itu digunakan sebagai rumah dinas atau kediaman bagi wakil bupati. Jadi, Wakil Bupati H. Kelik Sumrahadi lah yang pertama kali menempati rumah dinas di situ.
Gaya arsitektur yang digunakan dalam bangunan rumah dinas wakil bupati ini merupakan perpaduan antara gaya arsitektur tradisional Jawa dengan arsitektur kolonial. Arsitektur tradisionalnya diperlihatkan dengan bangunan pendopo yang memiliki oleh empat soko guru yang terbuat dari kayu jati yang menopang atap berbentuk tajug tumpang. Sedangkan, kesan kolonialnya ditampilkan pada pilar-pilar atau kolom-kolom Yunani di bagian rumah belakang pendopo. Balutan gaya Indische Empire masih memperlihatkan bangunan kompleks rumah dinas wakil bupati itu.
Meski bangunan ini telah berkali-kali beralih fungsi, namun bangunan tersebut tetap menunjukkan keaslian bentuknya, dan seyogyanya tetap dilestarikan dalam bentuk aslinya. *** [280617]
Fotografer: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Perbedaan ini menjadi saksi bisu akan perjalanan sejarah Kutoarjo. Sebagai kota lawas – bahkan lebih tua - dari nama Kabupaten Purworejo sendiri. Tak pelak lagi, Anda bisa dengan mudah menjumpai banyak bangunan kuno di Kutoarjo. Salah satu di antaranya adalah Rumah Dinas Wakil Bupati Purworejo. Rumah dinas ini terletak di Jalan Wirotaman, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi rumah dinas ini berada di sebelah utara Alun-Alun Kutoarjo. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Marditomo, sebelah timur dengan Jalan Mardiusodo, sebelah utara dengan Jalan Durian, dan sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Wirotaman.
Menurut sejarahnya, Kutoarjo adalah kota kecil yang cukup ramai. Awal mulanya, kota ini bernama Semawung yang berumur lebih tua dari Purworejo yang dulu bernama Brengkelan. Di Kutoarjo waktu itu banyak pengrajin tenun dan barang pecah belah dari tanah liat, sehingga menjadi daerah perdagangan yang cukup ramai di mana saat itu pedagang Tionghoa berdatangan untuk berdagang di kota ini (Pandji Yudistira, 2014: 122).
Pada masa Bupati Raden Adipati Soerokoesoemo (1845-1858), Kota Kabupaten Kutoarjo dipindahkan dari Desa Semawung Daleman ke Desa Senepo. Di tempat baru inilah dibangun rumah kediaman sekaligus kantor Bupati Kutoarjo (Woning van Regent Koetoardjo). Namun, pada 23 Februari 1861, dua tahun setelah pengangkatan Raden Adipati Aryo. Pringgo Armodjo sebagai Bupati ke-2, daerah Kutoarjo dilanda banjir bandang yang besar dengan tinggi air mencapai sekitar 4,5 meter yang mengakibatkan terjadi perubahan yang luar biasa. Banyak rawa-rawa yang tertimbun oleh material yang dibawa banjir hingga mencapai satu meter di beberapa tempat. Kabupaten Kutoarjo mengalami kerusakan besar sehingga tidak dapat dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap sarana prasarana yang rusak akibat banjir tersebut. Banjir itu merendam hampir seluruh Kutoarjo karena memang daerah ini terkenal banyak rawa-rawa.
Akhirnya, Bupati Raden Adipati Aryo Pringgo Atmodjo melakukan renovasi kediaman dan pendopo Kabupaten Kutoarjo lengkap dengan alun-alun yang selesai pada tahun 1870. Selain itu selama tahun 1861-1870 juga diadakan usaha-usaha perbaikan agar pembuangan air berlangsung dengan cepat sehingga bahaya banjir tidak mengancam lagi. Pada waktu pemerintahan Bupati ke 2 ini, Kabupaten Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan, yaitu Kemiri, Pituruh, Ketawang, dan Poerwodadi.
Pada tahun 1933, atas perintah Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Kutoarjo disatukan dengan Kabupaten Purworejo yang saat itu dipimpin oleh Bupati Raden Adipati Aryo Hasan Danoediningrat. Nama Purworejo sendiri adalah nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan yang termasuk ke dalam wilayah Karesiden Bagelen.
Setelah digabung, posisi Kutoarjo bukan lagi sebagai ibu kota kabupaten namun daerah setingkat di atas kecamatan atau dikenal dengan Kawedanan Kutoarjo. Kemudian sempat digunakan sebagai Perpustakaan Umum di Kutoarjo usai dihapuskannya fungsi kawedanan dalam tata pemerintahan di Indonesia. Pada masa kepemimpinan Bupati H. Marsaid Reksohadinegoro, S.H., M.Si dengan wakilnya H. Kelik Sumrahadi, S.Sos., M.M., bekas rumah kediaman atau pendopo Bupati Kutoarjo itu digunakan sebagai rumah dinas atau kediaman bagi wakil bupati. Jadi, Wakil Bupati H. Kelik Sumrahadi lah yang pertama kali menempati rumah dinas di situ.
Gaya arsitektur yang digunakan dalam bangunan rumah dinas wakil bupati ini merupakan perpaduan antara gaya arsitektur tradisional Jawa dengan arsitektur kolonial. Arsitektur tradisionalnya diperlihatkan dengan bangunan pendopo yang memiliki oleh empat soko guru yang terbuat dari kayu jati yang menopang atap berbentuk tajug tumpang. Sedangkan, kesan kolonialnya ditampilkan pada pilar-pilar atau kolom-kolom Yunani di bagian rumah belakang pendopo. Balutan gaya Indische Empire masih memperlihatkan bangunan kompleks rumah dinas wakil bupati itu.
Meski bangunan ini telah berkali-kali beralih fungsi, namun bangunan tersebut tetap menunjukkan keaslian bentuknya, dan seyogyanya tetap dilestarikan dalam bentuk aslinya. *** [280617]
Fotografer: Rilya Bagus Ariesta Niko Prasetyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar