Dari Balai Adat Pulau Penyengat, sopir becak motor berkeliling lagi ke arah timur. Ia membawa kami mengungjungi bangunan lawas yang disebut Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah. Gedung ini terletak di Kampung Ladi, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi gedung ini berada di sebelah barat daya Makam Raja Haji Fisabilillah, atau selatan Istana Raja Ali Kelana.
Menurut sejarahnya, gedung ini dulunya merupakan kediaman atau tempat tinggal Raja Haji Abdullah. Nama lengkapnya adalah Raja Haji Abdullah bin Raja Hassan bin Raja Ali Haji. Jadi, beliau adalah cucu Raja Ali Haji melalui anak kesayangannya yang bernama Raja Hasan, dan beliau juga kakak beradik dengan Raja Haji Ahmad yang menjadi tabib resmi kerajaan di Pulau Penyengat.
Beliau pernah mengenyam pendidikan di Pulau Penyengat dan Mekkah, dan setelah pulang dari tanah suci beliau menjabat sebagai hakim dan kadi syariah kerajaan di Pulau Penyengat. Di samping itu ia juga menyandang kadhi shari’ah pada Landraad (Majelis Pengadilan Kolonial) dengan mendapat tunjangan sebesar $350 dari Pemerintah Kolonial.
Itulah kenapa di dalam story line yang dipampang di dekat situs tersebut, menamai tempat tinggal atau rumah Raja Haji Abdullah ini dengan Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah. Hal ini berkaitan dengan posisi jabatan beliau di dalam strata pemerintahan di Pulau Penyengat yang menjabat sebagai hakim.
Jan van der Putten dalam sebuah artikelnya, Tanggapan Pengarang Riau terhadap Budaya Bandar di Pulau Jiran (2007: 147 – 169), menerangkan bahwa selain memiliki keahlian dalam bidang hukum dan keagamaan, Raja Haji Abdullah juga termasyur sebagai pelukis dan pengarang dengan nama penanya Abu Muhammad Adnan Haji Abdullah al-Naqsyabandi al-Khalidi, yang mengacu kepada aliran atau tarikat yang diikutinya dalam agama Islam.
Keanggotaan tarikat tersebut serta cerita-cerita yang masih dikenang penduduk Pulau Penyengat mengenai beliau mengakibatkan reputasinya juga dihiasi ciri-ciri ‘nyentrik’ (eccentric) dan ‘mahir dalam ilmu ghaib’. Tidak kalah nyentrik adalah isteri keempatnya yang pernah menulis sebuah kumpulan doa, ilmu ghaib dan ajaran bagaimana meningkatkan nikmat persenggamaan bagi kaum perempuan (Perhimpunan Gunawan bagi Laki-Laki dan Perempuan, 1911). Isterinya ini yang bernama Khatijah Terung – julukan yang diberi suaminya konon karena kulit wajahnya menyerupai terong bulat putih hijau – juga ditakuti orang ramai karena kekuatannya dalam ilmu ghaib, sehingga selalu diundang dalam majelis perkawinan dan diminta membaca doa dan restu.
Dilihat dari fisik bangunannya, Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah ini masih menampakkan coraknya walaupun mengalami kerusakan yang cukup berat. Sisa bangunan bergaya Indische Empire ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar atau kolom Yunani tipe Doric, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi.
Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter karena merupakan bangunan utama dari gedung ini. Di belakang bangunan utama, beberapa bentuk bangunan dengan kamar yang banyak menyatu dengan struktur bangunan lainnya dan terdapat sebuah perigi (sumur). *** [210918]
Menurut sejarahnya, gedung ini dulunya merupakan kediaman atau tempat tinggal Raja Haji Abdullah. Nama lengkapnya adalah Raja Haji Abdullah bin Raja Hassan bin Raja Ali Haji. Jadi, beliau adalah cucu Raja Ali Haji melalui anak kesayangannya yang bernama Raja Hasan, dan beliau juga kakak beradik dengan Raja Haji Ahmad yang menjadi tabib resmi kerajaan di Pulau Penyengat.
Beliau pernah mengenyam pendidikan di Pulau Penyengat dan Mekkah, dan setelah pulang dari tanah suci beliau menjabat sebagai hakim dan kadi syariah kerajaan di Pulau Penyengat. Di samping itu ia juga menyandang kadhi shari’ah pada Landraad (Majelis Pengadilan Kolonial) dengan mendapat tunjangan sebesar $350 dari Pemerintah Kolonial.
Itulah kenapa di dalam story line yang dipampang di dekat situs tersebut, menamai tempat tinggal atau rumah Raja Haji Abdullah ini dengan Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah. Hal ini berkaitan dengan posisi jabatan beliau di dalam strata pemerintahan di Pulau Penyengat yang menjabat sebagai hakim.
Jan van der Putten dalam sebuah artikelnya, Tanggapan Pengarang Riau terhadap Budaya Bandar di Pulau Jiran (2007: 147 – 169), menerangkan bahwa selain memiliki keahlian dalam bidang hukum dan keagamaan, Raja Haji Abdullah juga termasyur sebagai pelukis dan pengarang dengan nama penanya Abu Muhammad Adnan Haji Abdullah al-Naqsyabandi al-Khalidi, yang mengacu kepada aliran atau tarikat yang diikutinya dalam agama Islam.
Keanggotaan tarikat tersebut serta cerita-cerita yang masih dikenang penduduk Pulau Penyengat mengenai beliau mengakibatkan reputasinya juga dihiasi ciri-ciri ‘nyentrik’ (eccentric) dan ‘mahir dalam ilmu ghaib’. Tidak kalah nyentrik adalah isteri keempatnya yang pernah menulis sebuah kumpulan doa, ilmu ghaib dan ajaran bagaimana meningkatkan nikmat persenggamaan bagi kaum perempuan (Perhimpunan Gunawan bagi Laki-Laki dan Perempuan, 1911). Isterinya ini yang bernama Khatijah Terung – julukan yang diberi suaminya konon karena kulit wajahnya menyerupai terong bulat putih hijau – juga ditakuti orang ramai karena kekuatannya dalam ilmu ghaib, sehingga selalu diundang dalam majelis perkawinan dan diminta membaca doa dan restu.
Dilihat dari fisik bangunannya, Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah ini masih menampakkan coraknya walaupun mengalami kerusakan yang cukup berat. Sisa bangunan bergaya Indische Empire ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar atau kolom Yunani tipe Doric, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi.
Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter karena merupakan bangunan utama dari gedung ini. Di belakang bangunan utama, beberapa bentuk bangunan dengan kamar yang banyak menyatu dengan struktur bangunan lainnya dan terdapat sebuah perigi (sumur). *** [210918]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar