The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Keindahan Arsitektur Masjid Mekkah Hyderabad: Harmoni Sejarah, Iman, dan Budaya Kota Tua

I began to travel, explore and pray within countless masjids around the world, that I realized how much local culture, politics, and interpretations of history influence the shaping of a mosque and its architecture.” -- Rizwan Mawani

Usai menyaksikan kemegahan Charminar dan menuruni 149 anak tangganya, rombongan peserta Third Annual Symposium NIHR Global Health Reseach Centre for Non-Communcable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) yang mengikuti Hyderabad City Tour (HCT) kembali berbaur dengan kerumunan orang di sekitar bangunan heritage ikonik tersebut. 

Suasana Kota Tua Hyderabad terasa hidup. Pedagang kaki lima, wisatawan, peziarah, serta warga lokal saling berpapasan dalam ritme kota yang tak pernah benar-benar diam. Dari menara Charminar, pandangan seolah ditarik mundur ke masa lalu, ketika Hyderabad tumbuh sebagai pusat perdagangan, kebudayaan, dan peradaban Islam di India bagian selatan.

Panitia HCT dari The George Institute for Global Health (TGI) India kemudian mengajak rombongan mencicipi chai tea dan roti banmaskin di Nimrah Café & Bakery yang legendaris, tak jauh dari Charminar. Aroma teh susu yang hangat berpadu dengan manisnya roti khas Hyderabad menjadi jeda yang menyenangkan sebelum perjalanan dilanjutkan. Usai menikmati chai tea, rombongan berjalan santai menyusuri jalanan yang dipenuhi pedagang kaki limat, membiarkan diri larut dalam keramaian dengan nuansa yang sarat sejarah.

Fasad Masjid Mekkah di Hyderabad dekat Charminar menjelang Maghrib pada Rabu (10/12)

Saya bersama Pak Tatang (Ismiarta Aknuranda, S.T., M.Sc., Ph.D.), Dr. Ian Hamilton (Imperial College London), dan Alexandra Olid Stepanchuk (Imperial College London) menyempatkan diri mengunjungi Masjid Mekkah, yang terletak hanya beberapa meter di arah barat daya Charminar. 

Alexandra mengenakan hijab sesuai aturan yang tertera di pintu masuk masjid - sebuah pengingat bahwa ruang sakral ini terbuka bagi siapa saja, selama adab dan penghormatan dijaga. Beberapa menit berkeliling, kumandang azan Maghrib terdengar menggema, menyatu dengan hiruk pikuk kota. Saya dan Dr. Ismiarta pun mengikuti salat Maghrib berjamaah, menutup kunjungan dengan ketenangan spiritual yang kontras namun selaras dengan suasana urban di sekitarnya.

Masjid Mekkah, atau Makka Masjid (మక్కా మస్జిద్), merupakan salah satu masjid paling mengesankan dan berornamen indah di Hyderabad, India. Pembangunannya dimulai oleh Sultan Mohammed Quli Qutub Shah pada tahun 1617 di bawah bimbingan Choudhary Rangaiah dan Daroga Mir Faizullah, lalu diselesaikan oleh Kaisar Mughal Aurangzeb pada tahun 1694. 

Proses panjang selama 77 tahun itu mencerminkan kesungguhan, visi, dan ketekunan para penguasa serta ribuan pekerja yang terlibat. Nama “Mekkah” disematkan karena tanah dari kota suci Mekah digunakan dalam pembuatan batu bata untuk lengkungan tengah masjid - sebuah simbol ikatan spiritual lintas wilayah.

Papan dekat tempat wudlu di Masjid Mekkah, Hyderabad, Telangana, India

Masjid ini merupakan mahakarya arsitektur Indo-Islam yang berdiri anggun di dekat Charminar dan berfungsi sebagai masjid utama Kota Tua Hyderabad. Dengan kapasitas hingga 10.000 jamaah, Masjid Mekkah bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat sosial dan budaya. 

Seorang penjelajah Prancis, Jean-Baptiste Tavernier, tercatat sebagai salah satu pengamat awal yang terpesona oleh kemegahan masjid ini. Dalam catatan perjalanannya, ia menulis bahwa bangunan tersebut kelak akan menjadi “pagoda termegah di seluruh India” ketika selesai dibangun sebuah kesaksian dari luar tradisi Islam yang menegaskan daya tarik universal arsitekturnya.

Masjid Mekkah menampilkan perpaduan gaya arsitektur Persia, Mughal, dan India yang khas, dengan menara, kubah, pagoda, serta motif bunga yang diukir dengan detail rumit. Sekitar 8.000 pekerja dikerahkan untuk membangun monumen besar ini. 

Sebelum memasuki kompleks utama, pengunjung melewati sebuah gerbang dengan kolam air besar dan dua bangku batu di sisinya, menghadirkan kesan transisi dari dunia luar menuju ruang kontemplatif. 

Arsitektur lengkungan di dalam ruang utama tempat salat para jamaah di Masjid Mekkah, Hyderabad, India

Ruang salat utama berukuran sekitar 220 kaki lebarnya dan 75 kaki tingginya, ditopang dua pilar segi delapan yang masing-masing dipahat dari satu batu granit utuh, sebuah pencapaian teknik yang luar biasa pada masanya.

Ruang utama salat dihiasi 15 lengkungan berdesain indah, lima lorong utama, serta lampu gantung kristal Belgia yang menggantung anggun di langit-langit, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Di halaman masjid seluas kurang lebih 108 meter persegi, terdapat jam matahari dan fasilitas pemandian umum (hammam), menegaskan fungsi masjid sebagai pusat kehidupan sehari-hari umat. 

Di ujung selatan kompleks, makam marmer para penguasa Asaf Jahi dan anggota keluarga mereka menambah lapisan sejarah yang kental. Bahkan, terdapat sebuah ruangan khusus yang menyimpan peninggalan kuno, seperti rambut Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, menjadikan masjid ini juga sebagai ruang ziarah yang penuh penghormatan.

Pintu dan dinding Masjid Mekkah diukir dengan prasasti Al-Qur’an yang halus, memperlihatkan perpaduan antara seni, iman, dan teks suci. Selesai menunaikan salat Maghrib berjamaah, saya sempat mengabadikan keindahan masjid tersebut dengan kamera Xiaomi Redmi Note 14 Pro 5G. Rasa lega dan tenteram menyertai langkah keluar dari kompleks masjid. Sebuah perasaan yang sulit diungkapkan, namun nyata hadir di tengah gemerlap dan kebisingan kota.

Halaman terbuka Masjid Mekkah sebelum jamaah memasuki ruang utama masjid

Konon, kompleks Masjid Mekkah dan situs-situs terkait di wilayah Deccan dimasukkan UNESCO ke dalam “daftar sementara” Situs Warisan Dunia pada tahun 2014 dengan nama Monuments and Forts of the Deccan Sultanates. Pengakuan ini menegaskan nilai universal luar biasa dari warisan arsitektur dan sejarah Hyderabad.

Mengulas keindahan Masjid Mekkah Hyderabad tak hanya soal estetika bangunan, tetapi juga tentang bagaimana sejarah, budaya lokal, dan interpretasi keagamaan membentuk ruang ibadah. Seperti ujaran (quote) Rizwan Mawani, seorang pendidik dan peneliti Kanada yang berspesialisasi dalam antropologi dan studi agama komparatif serta penulis buku Beyond the Mosque: Diverse Places of Muslim Worship (2019):

“Saya mulai bepergian, menjelajah, dan berdoa di banyak masjid di seluruh dunia, dan dari situlah saya menyadari betapa besar pengaruh budaya lokal, politik, dan interpretasi sejarah terhadap pembentukan sebuah masjid dan arsitekturnya.” 

Masjid Mekkah Hyderabad adalah perwujudan nyata dari pernyataan tersebut, sebagai sebuah ruang suci yang merekam jejak zaman, menyatukan iman dan budaya, serta menawarkan ketenangan spiritual di jantung Kota Tua yang tak pernah tidur. *** [251225]


Kepustakaan:

Santhoshini , C. N. R., Homma, R., & Iki, K. (2017). Analysis of tourism resources for sustainable tourism development of Hyderabad City, Telangana, India using Geographical Information System (GIS). International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET), 8(10), 762–772. https://iaeme.com/MasterAdmin/Journal_uploads/IJCIET/VOLUME_8_ISSUE_10/IJCIET_08_10_080.pdf

Digit Insurance. (n.d.). Things to Know about Mecca Masjid Hyderabad. Digit Insurance. Retrieved December 25, 2025, from https://www.godigit.com/explore/spiritual-places/mecca-masjid-in-hyderabad

Hyderabad. (n.d.). Mecca Masjid Hyderabad . Hyderabad. Retrieved December 25, 2025, from https://www.hyderabad.org.uk/worship-places/mecca-masjid.html

KP’s 21st Century IAS. (n.d.). Mecca Masjid Hyderabad | Historic 17th Century Mosque. KPs 21st Century IAS Academy. Retrieved December 25, 2025, from https://kpiasacademy.com/mecca-masjid-hyderabad-history-2/

Wanderlog. (n.d.). Makkah Masjid. Wanderlog. Retrieved December 25, 2025, from https://wanderlog.com/place/details/19742/makkah-masjid



Share:

Charminar: Empat Menara yang Menyimpan Doa Kota Hyderabad

 "Ancient monuments are full of wisdom, for they have been filled with what they have seen and heard for hundreds of years!" - Mehmet Murat ildan

Rabu siang, 10/12, selepas makan siang hari kedua Third Annual Symposium di May Flower Hall, The Golkonda Resorts & Spa, rombongan peserta tak langsung kembali ke kamar. Panitia dari The George Institute for Global Health (TGI) India mengajak mereka menyusuri denyut Hyderabad lewat sebuah agenda bertajuk Hyderabad City Tour. Bus Sagar bergerak sekitar 20 kilometer dari resor Golkonda, dan di ujung perjalanan, berdirilah sebuah monumen yang seolah memanggil sejarah untuk bercerita: Charminar.

Antusiasme langsung terasa. Peserta dari Imperial College London (ICL), University College London (UCL) Energy Institute, TGI (India dan Australia), Sri Ramachandra Institute of Higher Education and Research (SRIHER), hingga Universitas Brawijaya (UB) larut dalam kekaguman. Charminar berdiri tegak di jantung Hyderabad, ibu kota Telangana, kota yang dulu menjadi pusat Kerajaan Hyderabad, India. Di titik inilah masa lalu dan masa kini saling bertegur sapa.

Bangunan Charminar yang megah di Hyderabad, Telangana, India

Secara arsitektural, Charminar memikat sejak pandangan pertama. Bangunan berbentuk persegi dengan sisi sepanjang 31,95 meter ini dibingkai lengkungan-lengkungan megah setinggi 11 meter. Empat menara - yang menjadi asal namanya, char (empat) dan minar (menara) - menjulang hingga 56 meter, masing-masing bertingkat tiga. Dipercaya bahwa keempat menara tersebut melambangkan empat Khalifah pertama Islam.

Di dalam menara, tangga spiral dengan 149 anak tangga dan 12 bordes mengantar pengunjung menuju puncak, tempat panorama kota terbentang luas. Dinding ganda lengkungan di atap, ornamen menara, dekorasi plesteran, pagar dan balkon yang tersusun rapi, serta motif bunga yang dieksekusi halus, menyatu dalam harmoni estetika Indo-Persia hingga sintesis Mughal dan Hindu.

Charminar didirikan pada tahun Hijriah 1000 (1591–1592 M) oleh Mohammed Quli Qutub Shahi, sultan kelima Dinasti Qutub Shahi sekaligus pendiri kota Hyderabad. Monumen ini bukan sekadar penanda kekuasaan, melainkan tugu syukur – batu doa yang dipanjatkan untuk merayakan berakhirnya wabah penyakit mematikan yang pernah melanda kota. Sebuah pengingat bahwa kota ini lahir dari harapan, dari ikhtiar manusia melampaui krisis.

Peserta Third Annual Symposium NIHR-GHRC NCD & EC mengantre tiket masuk ke Charminar pada Rabu (10/12)

Di balik kemegahan itu, termaktub sosok Mir Momin Astarabadi, arsitek Persia yang menjadi perancang utama Charminar. Ia bukan hanya arsitek, tetapi juga perencana kota, pencinta budaya, dan penyair. Bersama Sultan, Astarabadi membayangkan Hyderabad sebagai “Isfahan baru” di Deccan. Dalam tulisannya, ia menyebut Haidarabad sebagai Isfahan baru, sebuah kota taman, sebuah pusat peradaban yang dirancang dengan visi jauh ke depan.

Catatan para pengembara Eropa turut memperkaya kisah Charminar. Jean Baptiste Tavernier, penjelajah Prancis abad ke-17, menulis tentang Hyderabad yang ia saksikan dari Purana Pul (Jembatan Tua). 

Ia mencatat bahwa meski nama resminya Haidarabad, masyarakat menyebutnya Bagnagar atau Baagh Nagar, yang berarti kota taman. Pada pertengahan abad ke-18, Charminar bahkan pernah menjadi markas Komandan Prancis, Jenderal Charles Joseph Patissier Marquis de Bussy-Castelnau atau Jenderal Bussy. Sejarah berlapis-lapis itu seakan terpatri di setiap batu prasastinya.

Ornamen di dalam bangunan Charminar

Waktu terus bergerak, dan Charminar pun beradaptasi. Pada 1889, empat jam ditambahkan menghadap ke empat arah mata angin. Di bagian dasar, yang semula merupakan vazu - wadah air dengan air mancur kecil untuk wudhu sebelum salat - fungsi ruang pun berevolusi. Dari atap dan menaranya, mata dapat memandang Benteng Golkonda di barat, serta Laad Bazaar yang bersebelahan, pasar ramai yang masyhur dengan gelang pernis bertabur kaca dan batu berwarna.

Para sejarawan melihat Charminar lebih dari sekadar bangunan. Phillip Wagoner, misalnya, meyakini Charminar sebagai chaubara (alun-alun kota), mengacu pada struktur serupa di Bidar, Warangal, dan Udgir. Ibu kota Qutb Shahi menandai pusat kota dengan bentuk bulat, yang membuka jalan ke empat penjuru. Ketika ibu kota dipindahkan dari Golkonda ke Hyderabad, ruang di sekitar Charminar dirancang untuk menampung sekitar 14.000 toko, menghidupkan denyut ekonomi kota baru.

Maka Charminar adalah simbol yang berlapis makna, yakni ketahanan sebuah kota, doa untuk kemakmuran, penanda milenium Islam, dan pusat budaya yang memadukan gaya Indo-Islam. Ia bukan hanya saksi, tetapi juga pelaku sejarah yang menyimpan gema langkah pedagang, doa para peziarah, dan bisik rencana para penguasa.

Pemandangan dari atas bangunan Charminar

Seperti kata Mehmet Murat İldan, seorang penulis, novelis, dan dramawan kontemporer Turki yang lahir pada 16 Mei 1965 di Elazığ, dikenal karena karya-karyanya yang mencakup novel, drama, dan esai, sering kali menggabungkan pemikiran filosofis dan sosial: 

“Monumen-monumen kuno penuh dengan kebijaksanaan, karena telah diisi dengan apa yang telah mereka lihat dan dengar selama ratusan tahun!” 

Charminar membenarkan kata-kata itu. Di bawah empat menaranya, Hyderabad terus bergerak, namun kebijaksanaan masa lalu tetap berdiam untuk menjaga jantung kota agar terus berdetak. *** [241225]


Kepustakaan:

Britannica Editors (2025, October 13). Charminar. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/Charminar

Nanisetti, S. (2018, July 02).   The very many mysteries of Hyderabad’s Charminar. The Hindu. https://www.thehindu.com/society/history-and-culture/the-very-many-mysteries-of-hyderabads-charminar/article24311906.ece

Rajjak, S. M. (2015). Mir Mohammad Momin Astarabadi’s Contribution to Qutb Shahi Deccan History. JRSP, 52(2), 203–209. https://pu.edu.pk/images/journal/history/PDF-FILES/15.%20Shaikh%20Musak%20Rajjak_v52_2_15.pdf

Saidulu, Prof. H. C., & Manu, A. r. (2025). Holistic Vision Of The Monument Charminar. International Journal of Creative Research Thoughts (IJCRT), 13(2), 73–80. https://www.ijcrt.org/papers/IJCRT2502478.pdf

Seshan, K. S. S. (2018, March 24).   General Bussy’s Charminar home. The Hindu. https://www.thehindu.com/society/history-and-culture/bussys-charminar-home/article23342015.ece



Share:

Stasiun Rogojampi: Jejak Sejarah Kereta Api di Ujung Timur Jawa

Stasiun Kereta Api Rogojampi, atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Rogojampi (RGP) adalah salah satu simpul transportasi penting di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Terletak di Jalan Stasiun Rogojampi, Dusun Pancoran Kulon, Desa Rogojampi, stasiun ini termasuk dalam kelas I yang berada di bawah Daerah Operasi IX Jember. Dengan ketinggian +89 meter di atas permukaan laut, Stasiun Rogojampi menyimpan sejarah panjang sebagai bagian dari jaringan kereta api masa kolonial Belanda.

Stasiun Rogojampi dibangun pada tahun 1903 oleh Staatsspoorwegen (SS). Pembangunannya bersamaan dengan pengerjaan jalur rel Mrawan-Rogojampi-Banyuwangi sepanjang 58 kilometer, yang merupakan bagian dari Oosterlijnen (jalur timur) SS. 

Stasiun Rogojampi di malam hari

Staatsspoorwegen (SS), atau lengkapnya Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch–Indië, adalah perusahaan kereta api utama pemerintah Hindia Belanda yang menjadi pesaing perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).

Bangunan utama stasiun ini masih mempertahankan nuansa kolonial, meski mengalami beberapa renovasi. Salah satu perubahan signifikan terjadi pada akhir 2019, ketika kanopi lama dibongkar dan diganti dengan struktur baru yang lebih luas untuk meningkatkan kenyamanan penumpang.

Dahulu, dari Jalur 1, terdapat percabangan menuju Stasiun Benculuk melalui Stasiun Srono. Jalur cabang sepanjang 18 kilometer ini dibangun oleh SS pada tahu 1921-1922 sebagai bagian dari Dienst der Eenvoudige Lijnen (layanan jalur sederhana). Sayangnya, jalur ini sudah tidak beroperasi, meninggalkan bekas rel yang kini sebagian tertutup tanah.

Suasana peron Stasiun Rogojampi yang berkanopi

Di arah timur laut, sebelum mencapai Stasiun Banyuwangi Kota, terdapat Stasiun Kabat yang sudah nonaktif sejak akhir 1990-an. Keberadaannya menjadi saksi bisu perkembangan transportasi kereta api di Banyuwangi.

Meski tak lagi menjadi pusat percabangan, Stasiun Rogojampi tetap menjadi titik pemberhentian penting bagi kereta penumpang seperti Blambangan Ekspres (Ketapang-Pasar Senen), Sri Tanjung (Ketapang-Yogyakarta), Probowangi (Ketapang-Surabaya), Logawa (Ketapang-Purwokerto), Mutiara Timur (Ketapang-Surabaya Gubeng), Tawang Alun (Ketapang-Malang Kotalama), maupun Ijen Ekspres (Ketapan-Malang Kotabaru) seperti yang saya tumpangi pada Kamis (03/07) malam hari dari Stasiun Rogojampi ini.

Papan arah di Stasiun Rogojampi, Banyuwangi

Keberadaannya ini juga mendukung mobilitas warga Banyuwangi dan wisatawan yang hendak menuju Bali melalui Pelabuhan Ketapang.

Stasiun Rogojampi bukan sekadar bangunan tua, melainkan saksi perkembangan transportasi kereta api di ujung timur Pulau Jawa. Meski beberapa jalurnya telah mati, stasiun ini tetap hidup melayani penumpang dengan nuansa klasik yang memikat.

Dengan letaknya yang strategis, Stasiun Rogojampi terus menjadi bagian penting dari perjalanan kereta api di Jawa Timur, menghubungkan masa lalu dengan modernitas. *** [170725]



Share:

Pura Luhur Giri Salaka: Melangkah di Tapak Suci Alas Purwo

Langit Alas Purwo siang itu seperti diselubungi selimut sunyi. Rimbun pohon-pohon tua dan desir angin dari arah pantai menciptakan alunan alam yang seakan berbicara dengan jiwa. Usai menyerap keheningan sakral di Situs Kawitan, Pak Dhe Suparno dan Bu Dhe Mardiyati mengajak Andhika Krisnaloka, S.Sos dan saya bergeser sekitar 50 meter menuju ke sebuah tempat yang tak kalah sakral, yaitu Pura Luhur Giri Salaka.

Pura ini bukan sekadar bangunan pemujaan biasa. Ia adalah perwujudan spiritualitas yang tumbuh dari akar kepercayaan masyarakat Hindu di wilayah Tegaldlimo dan Bali. Dibangun pada tahun 1996, Pura Luhur Giri Salaka hadir sebagai tempat penyangga bagi luberan peziarah yang membludak ke Situs Kawitan, terutama pada hari-hari besar seperti Pagerwesi. Dalam setiap perayaan, atmosfernya seolah menjelma menjadi lorong waktu - memanggil kembali nilai-nilai purba dan kesucian masa lampau.

Peziarah sedang melakukan ritual doa menghadap meru di Utama Mandala

Etimologi dan Makna Nama

Nama "Pura Luhur Giri Salaka" mengandung makna filosofis yang dalam. Pura berasal dari bahasa Sansekerta “pur” (kota, banteng) atau “pura” (kota, tempat suci). Sehingga, pura dalam pengertian ini bermakna tempat suci umat Hindu di Tegaldlimo, Banyuwangi, yang sering dikatikan dengan kompleks suci yang dikelilingi tembok.

Luhur berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi “luhur” (tinggi, mulia, suci). Sehingga, makna “luhur” di sini menunjukkan kesucian, keluhuran, atau kedudukan spiritual yang tinggi.

Giri berasal dari bahasa Sansekerta “giri” (gunung atau bukit). Dimaksudkan sebagai simbol kedekatan dengan alam dan kadéwan. Dalam konteks pura ini, mungkin merujuk pada letaknya di perbukitan atau wilayah tinggi di Alas Purwo.

Sedangkan, salaka berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi “salaka” (perak). Perak melambangkan kemurnian, kejernihan, dan cahaya spiritual.

Jika disatukan, Pura Luhur Giri Salaka dapat dimaknai sebagai “tempat suci yang mulia di bukit (gunung) yang bersinar suci laksana perak”, mencerminkan posisinya sebagai tempat pembersihan diri dan kontemplasi di tengah belantara Alas Purwo - yang dipercaya sebagai tanah pertama munculnya peradaban Jawa.

Candi bentar Pura Luhur Giri Salaka Alas Purwo, Banyuwangi

Tata Ruang dan Arsitektur Spiritual

Sebagaimana pura-pura di Bali, tata letak Pura Luhur Giri Salaka mengikuti filosofi Tri Mandala, yaitu tiga zona suci, yakni Nista Mandala (Jaban Pisan), Madya Mandala (Jaba Tengah), dan Utama Mandala (Jeroan).

Nista Mandala (Jaban Pisan)

Area paling luar, tempat penyucian diri sebelum masuk ke zona lebih dalam. Gerbang candi bentar berdiri tegak sebagai pemisah dunia profan dan sakral.

Madya Mandala (Jaban Tengah)

Zona tengah untuk persiapan ritual, tempat berdirinya bale kulkul dan bale pawedan, di mana mantra-mantra dibacakan dan kentongan (kulkul)  dibunyikan sebagai penanda dimulainya upacara.

Utama Mandala (Jeroan)

Zona paling sakral, inti dari pura. Di sinilah terdapat padmasana, meru bertingkat sebagai simbol Gunung Mahameru, dan berbagai pelinggih untuk pemujaan roh leluhur dan dewa-dewi.

Bangunan-bangunan ini dibuat dari batu andesit dan bata merah, dengan detail ornamen naga, garuda, dan padma - simbol-simbol spiritual yang merekatkan arsitektur Bali dengan nuansa Jawa Kuno. Atap meru bertingkat yang menjulang di pelataran utama menegaskan hubungan vertikal manusia dengan alam dan Sang Hyang Widhi.

Kori Agung Pura Luhur Giri Salaka Alas Purwo, Banyuwangi

Alam sebagai Simbol

Keunikan Pura Luhur Giri Salaka tak lepas dari lanskap alam di sekitarnya. Dikelilingi oleh lebatnya hutan tropis Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), tempat ini seolah menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia tak kasat mata. 

Seperti yang pernah ditulis oleh Charles Baudelaire (1821-1846), penyair, penulis esai, penerjemah, dan kritikus seni Prancis, dalam puisinya Correspondances:

“La Nature est un temple où de vivants piliers

Laissent parfois sortir de confuses paroles;

L'homme y passe à travers des forêts de symboles

Qui l'observent avec des regards familiers.”


“Alam adalah kuil tempat pilar-pilar hidup

Terkadang mengeluarkan kata-kata yang membingungkan;

Manusia mendekatinya melalui hutan simbol

Yang mengamatinya dengan tatapan yang familiar.”


Kutipan ini merefleksikan keberadaan Pura Luhur Giri Salaka: ia bukan sekadar tempat ibadah, tapi kuil yang tumbuh dari pangkuan alam, penuh simbol, dan menyimpan lapisan makna yang hanya dapat dirasakan oleh hati yang hening.

Gerbang menuju Utama Mandala

Ruang Spiritual di Tengah Rimba

Tak sedikit peziarah yang datang bukan hanya untuk bersembahyang, tapi juga untuk melukat - ritual penyucian diri - dan meditasi dalam keheningan hutan. Lokasinya yang berdampingan dengan Situs Kawitan, yang ditemukan tahun 1967, memperkuat aura tempat ini sebagai ruang spiritual yang menyambung masa lalu dan masa kini.

Pura ini menjadi saksi dialog hening antara manusia dan alam, antara doa dan daun-daun yang gemetar diterpa angin. Setiap elemen, dari batu candi hingga suara alam, seolah memanggil jiwa untuk kembali ke akar kesadaran.

Di tengah belantara Alas Purwo yang mistis, Pura Luhur Giri Salaka berdiri sebagai penjaga sunyi - menyatu dengan alam dan menjelma menjadi titik temu antara spiritualitas, sejarah, dan simbol-simbol semesta. Di sini, setiap langkah menjadi doa, dan setiap napas adalah bagian dari harmoni kosmik. *** [140725]



Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami