The Story of Indonesian Heritage

Saluran Irigasi Kedungkandang, Tinggalan Belanda Yang Masih Berfungsi Hingga Sekarang

Pagi itu cuaca cerah. Matahari bersinar terang dalam perjalanan menuju ke Desa Sukolilo untuk menghadiri giat Posbindu PTM di Dusun Pohkecik. Perjalanan yang biasanya menerabas lewat DAM Blobo dari Kepanjen, kali ini rutenya lewat Gondanglegi.

Memang agak jauh jarak tempuhnya, tapi perjalanan ini sekalian ingin menyusuri saluran irigasi yang melintas Gondanglegi terus ke utara, lewat Ketawang, hingga Krebet. Dari Krebet, irigasi ini masih mengarah ke utara namun karena tujuannya ke Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, maka menapaki jejak saluran irigasi tersebut  cukup sampai di Jembatan Krebet Timur saja.

Depan Masjid Jami' Al-Rosyid Ketawang

Di Desa Gading, Bululawang, saluran irigasi melintang jalan. Tepatnya berada di pertemuan antara Jalan Raya Gading Selatan dengan Jalan K.H. Wahid Hasyim. Di pertigaan itu ada jembatan yang mengubah posisi saluran irigasi dari posisi di sebelah barat jalan berubah menjadi di sebelah timur jalan.

Di sebelah barat jembatan pada plengsengan saluran di sisi selatan tertulis Saluran Irigasi Kedungkandang. Saluran irigasi Kedungkandang yang berada di Kota dan Kabupaten Malang ini memiliki luas baku sawah seluas 5.169 hektar. 

Saluran Irigasi Kedungkandang yang melintas Desa Ketawang

Sumber air untuk Saluran Irigasi Kedungkandang dipasok dari Bendung Kedungkandang yang berada di Kelurahan Polehan, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Saluran irigasi Kedungkandang merupakan daerah irigasi yang terletak pada daerah pengaliran Sungai Amprong.

Saluran irigasi Kedungkandang ini merupakan saluran irigasi peninggalan Belanda. Wim Ravesteijn, dalam buku De zegenrijke heeren der wateren: Irrigatie en staat op Java, 1832-1942 (1997: 162), menjelaskan proyek irigasi dengan nama Kedungkandang werken pada urutan yang ke-22 pada Het Algemeen Irrigatieplan van 1890 (Rencana Irigasi Umum Tahun 1890).

Deretan tanaman kelapa di pinggir Saluran Irigasi Kedungkandang di Ketawang

Proyek irigasi Kedungkandang ini dikerjakan setelah Molek werken (Saluran Irigasi Molek). Konstruksinya dikerjakan oleh Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda, dari tahun 1904 hingga 1915. Pengerjaannya lebih lama dari Molek werken, karena Kedungkandang werken memiliki saluran induk yang lebih panjang dari Irigasi Molek, dimulai dengan pembuatan Bendung Kedungkandang, jembatan talang Bululawang, sampai saluran induk irigasinya hingga Brongkal.

Saluran irigasi Kedungkandang melintasi 25 desa di Kecamatan Bululawang dan Gondanglegi dengan panjang saluran irigasi dari saluran primer sampai tersier sepanjang kurang lebih 50.438 m.

Saluran Irigasi Kedungkandang dari Jembatan Desa Gading, Kecamatan Bululawang

Menurut Aard. J. Hartveld dalam buku Raising cane: Linkages, organizations and negotiations in Malang’s sugar industry, East Java (1996: 77), pembangunan saluran irigasi Kedungkandang untuk mendukung kegiatan Pabrik Gula (PG) Sempalwadak dan Krebet. Proyek irigasi Kedungkandang (Kedungkandang werken) mampu mengairi persawahan yang luasnya ribuan hektar yang menjadi area konsesi kedua pabrik gula tersebut.

Daerah-daerah penghasil tebu yang menjadi area konsesi kedua pabrik gula tersebut ada di Bululawang dan Gondanglegi. Tanaman tebu dibudidayakan baik dalam skala besar oleh perkebunan besar maupun dalam skala lebih kecil secara swakarsa oleh rakyat.

Saluran Irigasi Kedungkadang dari Jembatan Krebet Timur menghadap ke utara

Secara umum jaringan irigasi Kedungkandang terbagi atas 23 sekunder, yakni Bangunan Induk Kedungkandang (BIK) 1-23 di mana untuk BIK 9 yang berada di Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan giling PG Krebet.

Pada masa pendudukan Jepang, pengelolaan Saluran Irigasi Kedungkandang diambilalih oleh Jepang dan ditempatkan di bawah wewenang Dobuku. Dobuku merupakan istilah bahasa Jepang untuk menyebut BOW atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda.

Saat ini, Saluran Irigasi Kedungkadang yang berada di Kabupaten Malang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bululawang. Kendati sudah tidak ada perkebunan tebu dalam skala besar milik orang-orang Belanda lagi, saluran irigasi tinggalan Belanda ini masih berfungsi hingga sekarang, yaitu untuk mengairi persawahan dan tanaman tebu milik petani-petani. *** [300621]

Kepustakaan:

Ernawati, D., Soetopo, W., & Sholichin, M. (2018). ANALISA TINGKAT EFISIENSI ALOKASI AIR IRIGASI D.I. KEDUNGKANDANG MALANG. Jurnal Teknik Pengairan: Journal of Water Resources Engineering, 9(1), pp.37-46. doi:http://dx.doi.org/10.21776/ub.pengairan.2018.009.01.4

Hartveld, Aard J.. (1996.). Raising cane : Linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java / Aard J. Hartveld. Delft :: Uitgeverij Eburon,.

Ravesteijn, Wim.  (1997).  De zegenrijke heeren der wateren : irrigatie en staat op Java, 1832-1942.  Delft, The Netherlands :  Delft University Press

https://kekunaan.blogspot.com/2021/06/kali-molek-sungai-buatan-belanda-yang.html



Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami