The Story of Indonesian Heritage

Hotel Juliana Solo

Perkembangan wilayah Vorstenlanden atau wilayah otoritas kerajaan yang merupakan pewaris dari Dinasti Mataram Islam (Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, Kadipaten Pakulaman), tidak dapat dilepaskan dari perubahan kebijakan politik pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu.
Pada tahun 1870 muncul yang disebut Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria), yang mendorong melonjaknya perekonomian khususnya di wilayah Vorstenlanden termasuk Surakarta. Kebijakan ini menyebabkan perkembangan yang positif bagi usaha perkebunan swasta di Hindia Belanda, khususnya wilayah Surakarta.
Perkembangan Kota Surakarta atau Solo lambat laun berkembang pesat seiring dengan makin banyaknya kalangan swasta asing yang mendirikan perusahaan perkebunan dan bermukim di kota tersebut. Fasilitas kota yang modern banyak mulai dibangun, seperti sarana pengairan pengendali banjir, jaringan listrik, jaringan jalan, jalan kereta api, pusat perekonomian, pemukiman dan fasilitas hiburan, seperti bioskop, societeit, dan hotel.

Hotel Juliana Solo pada masa Hindia Belanda (Sumber: http://antoniuspurbayan.com/)

Sama dengan Hotel Dohne, Hotel Slier maupun Hotel Rusche, Hotel Juliana hadir di Solo kala itu sebagai fasilitas modern untuk mengakomodasi keberadaan para pengusaha asal Eropa yang kian marak. Hotel itu berada di daerah Kebalen atau berada di sebelah utara Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan.
Tak banyak informasi mengenai siapa yang mendirikan Hotel Juliana ini. Dalam buku telepon wilayah Solo (Gouvernements Bedrijf Der Telefonie Gids Voor Solo) terbitan September 1930 tercetak bahwa Hotel Juliana beralamatkan di Poerbajan, dan nomor teleponnya atas nama P. van der Helder. Diperkirakan bangunan hotel tersebut didirikan antara tahun 1900-1920an.
Pada waktu berdiri, Hotel Juliana tak mau kalah bersaing dengan Hotel Slier. Kalau Hotel Slier menawarkan kepada tamu hotelnya untuk penjemputan tamu dari Stasiun Balapan menuju hotel dengan kereta kuda, pengelola Hotel Juliana siap membantu tamunya yang ingin berkunjung ke Kraton Kasunanan Surakarta.
Pada waktu itu, lokasi hotel ini berada di kawasan yang menjadi bagian dari Oude Stad van Solo yang senantiasa ramai dan diperuntukkan untuk kalangan atas. Beberapa landhuurder (penyewa tanah) yang sekaligus ondernemer (pengusaha perkebunan) suka menginap di Hotel Juliana. Tepat di depannya terdapat Solosche Schouwburg  atau Gedung Kesenian Solo (sempat menjadi gedung bioskop Fajar Theater).

Kantor Denpom IV/4 Surakarta (Foto tahun 2014)

Selain itu, menu masakan dari Hotel Juliana ini terkadang mendapat pesanan dari Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan ketika sedang ada perayaan-perayaan yang dilakukan oleh gereja yang berada di sebelah selatan hotel tersebut. Pada tahun 1935 saat Romo C. Ruijgrok, SJ mengalami kambuh sakit asmanya, untuk santapannya juga dipesankan dari Hotel Juliana.
Pada waktu Jepang menduduki Kota Solo, Hotel Juliana dijadikan sebagai kamp bantuan oleh pasukan Jepang untuk mengurusi para interniran yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak, dari Maret 1942 hingga Agustus 1942. Setelah Agustus, para interniran banyak yang dipindahkan ke Sekolan Van Deventer (sekarang SMPN 10) dan Kamp Bumi di Laweyan.
Pada akhir pendudukan Jepang, pada tahun 1945, hotel ini berubah fungsi menjadi markas pemuda dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1946-1949 bangunan Hotel Juliana dipinjam untuk markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surakarta.
Pada masa Agresi Militer II atau yang dikenal dengan Operatie Kraai (Operasi Gagak), pasukan Belanda yang membonceng Sekutu berhasrat ingin menduduki Kota Surakarta seperti dulu lagi sebelum kedatangan Jepang. Akan tetapi hasrat tersebut akhirnya harus berhadapan dengan perlawanan dari pasukan TNI dan Pasukan TP.
Sebelum memasuki Kota Solo pada 21 Desember 1948, pimpinan TNI yang membawahi Solo menggunakan taktik bumi hangus guna untuk memperlambat gerak dari pasukan Belanda memasuki Kota Solo. Mereka menilai bangunan bikinan Belanda masih dianggap kuat mengandung aroma kolonialisme sehingga harus diratakan dengan tanah ketimbang dikuasai kembali oleh Belanda. Kantor Gupernemen (sekarang Balai Kota Surakarta), Hotel Slier, Kantor Pos maupun Hotel Rusche tak luput dari bumi hangus tersebut. Sedangkan Hotel Juliana yang lokasinya tak jauh dari keempat bangunan tersebut selamat dari bumi hangus. Hal ini disebabkan karena pada waktu melancarkan bumi hangus, posisi bangunan Hotel Juliana sudah tidak dipergunakan lagi sebagai hotel melainkan sebagai markas PMI Kota Surakarta.
Paska Agresi Militer II ini kemudian bangunan hotel ini difungsikan menjadi Markas Polisi Militer Daerah Militer IV Diponegoro Detaseman IV/4 Surakarta (Markas CPM Surakarta). Saat peristiwa G30S, pada Oktober 1965 hingga Mei 1968, Markas CPM ini menjadi Kantor Teperca (Tim Pemeriksa Cabang) Surakarta dan sekaligus menjadi tempat interogasi para tapol asal Surakarta dan Klaten.
Kini, bangunan bekas Hotel Juliana itu kembali menjadi Kantor Denpom IV/4 Surakarta, yang di kalangan masyarakat Solo akrab juga dengan gedung CPM (Corps Polisi Militer) atau gedung PM (Polisi Militer) saja. Kendati menjadi Kantor Denpom IV/4 Surakarta yang notabene milik TNI, secara umum bangunan berlantai dua tersebut masih terjaga dan terawat, baik detail kusen, hiasan kaca patri, jendela, pintu, atap kayu, serta bekas lorong kamar-kamar hotel yang kini dipergunakan sebagai ruang kerja. Di bagian belakang pada bangunan yang terletak di Jalan Arifin, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Paar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah ini, masih ditemui bekas tungku cerobong dari bata yang dulu mungkin dipakai sebagai dapur masak hotel. *** [250420]

Kepustakaan:
Putranto, A., & Pradnyawan, D. (2018). MODEL PENILAIAN KUANTITATIF BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOTA SURAKARTA (QUANTITATIVE VALUING MODEL OF HERITAGE BUILDINGS IN SURAKARTA CITY). Naditira Widya, 12(2), 159-172. https://doi.org/10.24832/nw.v12i2.313
http://antoniuspurbayan.com/2019/12/11/sejarah-paroki-st-antonius-purbayan/
https://eprints.sinus.ac.id/147/4/001C2016STI_11.5.10008_BAB_IV.pdf
https://indischekamparchieven.nl/en/search?mivast=963&mizig=276&miadt=968&miaet=14&micode=kampen&minr=1397390&milang=en&misort=plaats%7Casc&mif1=Central%20Java&mif2=315905&miview=ika2
http://sejarahsosial.org/kamp_solo/htm/10.htm
https://www.facebook.com/notes/gereja-katolik/sejarah-gereja-paroki-santo-antonius-purbayan-surakarta/77235852439/
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami