The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Daftar Bangunan Kuno di Pasuruan

Berikut ini adalah daftar dari bangunan kuno atau peninggalan sejarah lainnya yang terdapat di Pasuruan:

Kota Pasuruan:

Gedung ini terletak Jalan Pahlawan No. 22 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gedung ini terletak di Jalan Pahlawan No. 25 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Bugul Kidu, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gedung ini terletak di Jalan Soekarno Hatta No. 58 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gedung ini terletak di Jalan Hasanuddin No. 12 RT.01 RW.05 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gereja ini terletak di Jalan Balai Kota No. 1 Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

GPIB ini terletak di Jalan Anjasmoro No. 6 Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo,  Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Klenteng ini terletak di Jalan Lombok No. 7 Kelurahan Trajeng, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Menara air ini terletak di Jalan Alun-Alun Utara, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Rumah Singa ini terletak di Jalan Hasanudin No. 11-14 RT.01 RW.04 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

SD ini terletak di Jalan Pahlawan No. 47 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

SMK ini terletak di Jalan Pahlawan No. 19 Kelurahan Pekuncen RT. 02 RW. 03 Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun No. 1 Kelurahan Trajeng, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.


Kab. Pasuruan:

Candi ini terletak di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gedung ini terletak di Jalan Jaksa Agung Soeprapto No. 4 Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Gereja ini terletak di Jalan Jaksa Agung Soeprapto No. 06 Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Kebun Raya Purwodadi
Kebun raya ini terletak di Jalan Raya Surabaya-Malang Km. 65 Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur

Stasiun Kereta Api Bangil
Stasiun ini terletak di Jalan Gajah Mada, Desa Pogar, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Stasiun Kereta Api Grati
Stasiun ini terletak di Desa Ranu Klindungan, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur

Stasiun Kereta Api Sengon
Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun Sengon Agung, Desa Sengonagung, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur

Stasiun Kereta Api Sukorejo
Stasiun ini terletak di Jalan Sukorejo-Bangil, Desa Glagahsari, Kcamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Stasiun Kereta Api Warungdowo
Stasiun ini terletak di Jalan Raya Pasuruan-Warungdowo No. 113, Dukuh Warungdowo Utara, Desa Warungdowo, Kecamatan Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.
Share:

Gedung Lama PN Bangil

Selesai menyaksikan bangunan GPIB Jemaat Immanuel Bangil, langkah kaki dilanjutkan ke arah barat hingga menjumpai bangunan lawas yang tak kalah menariknya. Bangunan peninggalan kolonial Belanda ini merupakan Gedung Lama Pengadilan Negeri (PN) Bangil. Gedung ini terletak di Jalan Jaksa Agung Soeprapto No. 4 Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini berada di sebelah barat GPIB Jemaat Immanuel Bangil.
Menurut sejumlah literatur lama, diketahui bahwa bangunan ini sudah ada ketika Bangil menjadi sebuah Kabupaten Bangil pada masa Hindia Belanda. Sebagai sebuah keniscayaan akan eksistensi sebagai kabupaten, Pemerintah Hindia Belanda senantiasa melengkapi jajaran birokrasinya dengan Landraad. Landraad adalah istilah yang berarti Pengadilan Negeri Hindia Belanda. Istilah landraad sempat aktif dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, karena Belanda memang pernah aktif di Nusantara.


Perlu diketahui bahwa pada zaman Hindia Belanda, terjadi diskriminasi dalam lembaga peradilan yang ada di Hindia Belanda. Pengadilan untuk orang-orang pribumi dan pengadilan untuk orang-orang Eropa atau Timur Asing. Pengadilan untuk orang-orang pribumi inilah biasanya dilaksanakan oleh Landraad. Bangunan yang ada di Bangil ini dulunya adalah Landraad.
Berdasarkan Algemeen Jaarlijsch Verslag 1823, dapat diketahui bahwa Kabupaten Bangil saat itu merupakan bagian dari Karesidenan Pasuruan yang meliputi Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangil, dan Kabupaten Malang sesuai Staadsblad 1819 Nomor 16. Salah satu pimpinan Landraad Bangil adalah A. Neytzell de Wilde (1906-1908).
Seiring pasang surut perjalanan Kabupaten Bangil, terjadi juga penggunaan bangunan tersebut. Gedung ini pernah digunakan untuk Kantor Kecamatan Gempeng. Pada 1922, gedung ini pernah dipakai oleh Europese School, sekolah khusus orang Eropa. Setelah Bangil tidak lagi menjadi kabupaten, gedung tersebut masih difungsikan sebagai Gedung Pengadilan Negeri Bangil.
Pada 26 April 1983 setelah gedung Kantor Pengadilan Negeri Bangil yang baru diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Jawa Timur, aktivitas perihal kepengadilan di Bangil serta merta berpindah ke gedung baru tersebut yang terletak di Jalan Dr. Soetomo No. 25 Bangil, dan Gedung Lama PN Bangil sepertinya digunakan untuk rumah dinas bagi para pegawai PN atau Kejaksaan Kabupaten Pasuruan. Karena setelah tidak menjadi Kabupaten Bangil lagi, Bangil direduksi menjadi sebuah kecamatan saja, dan sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Pasuruan. *** [200915]

Kepustakaan:
https://books.google.co.id/
http://penataanruang.pu.go.id/
http://pn-bangil.go.id/data/?p=11
https://tr-tr.facebook.com/kotabangil/
http://www.kaskus.co.id/
Share:

GPIB Jemaat Immanuel Bangil

Pulang dari Kota Pasuruan untuk kembali ke Surabaya, penulis melintas Kota Bangil yang jalan utamanya penuh sesak dengan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Sebelum melewati jembatan Kedung Larangan yang mengarah alun-alun Bangil, terlihat sebuah gereja yang khas di tepi jalan pantura. Gereja tersebut adalah GPIB Jemaat Immanuel Bangil. Gereja ini terletak di Jalan Jaksa Agung Soeprapto No. 06 Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah barat Taman Makam Pahlawan (TMP) Bangil.
Sepintas dilihat dari fisik gereja, menandakan bahwa bangunan gereja tersebut merupakan peninggalan kolonial di Hindia Belanda. Sayangnya, penulis rada kesulitan mencari informasi mengenai riwayat gereja ini. Karena pada waktu penulis singgah di gereja tersebut dalam keadaan pagar digembok dan sepi, sehingga informasi yang didapat belumlah maksimal.
Chr. G.F. de Jong dalam sebuah artikelnya Voorloping overzicht van Nederlands kerkelijk erfgoed in Indonesië uit periode 1815-1042, yang diunggah di www.cgfdejong.nl, menerangkan bahwa GPIB Jemaat Immanuel Bangil ini dulunya adalah De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indië, atau yang lebih dikenal dengan Indische Kerk. Namun nama resminya gereja ini pada era Kolonial di Hindia Belanda adalah De Protestanse Kerk Nederlandsch-Indie te Bangil.


Bangunan De Protestanse Kerk te Bangil  ini didirikan pada tahun 1924. Kendati kecil dan tidak memiliki halaman yang cukup, namun kiprah gereja ini mempunyai peranan yang penting dalam mewartakan Injil di Bangil dan sekitarnya. Tak hanya itu saja, gereja ini juga mempunyai kekhasan dalam langgam arsitekturnya. Seperti pada gereja lawas umumnya, gereja ini bergaya aristektur Gothic yang ditandai dengan gevel yang semakin meruncing ke atas, dan diakhiri dengan menara kecil. Pada atap menara gereja ini, terdapat empat dormer yang dulunya berfungsi sebagai salah satu sarana pengumpul angin bagi ruangan di dalam gereja tapi sekarang sudah ditutup dengan kayu.
Seiring adanya dinamika dalam De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indie, yaitu begitu luasnya wilayah pelayanannya maka secara bertahap gereja-gereja tersebut yang berada di Hindia Belanda mulai diberi kemandirian yang lebih besar untuk mengatur pelayanannya sendiri yang dimulai pada tahun 1933 dari wilayah timur. Begitu pula dengan yang ada di wilayah barat, dalam Sidang Sinode De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indie yang diadakan di Buitenzorg (sekarang dikenal dengan Bogor) menyepakati bahwa gereja mandiri keempat akan dibentuk dengan wilayah pelayanan di bagian barat Indonesia. Pada tanggal 31 Oktober 1948, dalam ibadah Minggu Jemaat di Willem Kerk (sekarang Gereja Immanuel Jakarta), dilembagakan gereja mandiri keempat di wilayah Gereja Protestan di Indoensia (GPI) yang tidak terjangkau oleh GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahasa), GPM (Gereja Protestan Maluku) dan GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor), yang pada waktu itu bernama De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat), atau GPIB. Termasuk De Protestantse Kerk in Nederlandsch-Indie te Bangil ini akhirnya berubah menjadi De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie, dan kemudian diberi nama GPIB Jemaat Immanuel Bangil. *** [200915]
Share:

Gereja Katolik Santo Antonius Padova

Selesai menyaksikan keindahan bangunan GPIB Pniel, perjalanan berikutnya dilanjutkan bangunan lawas yang tak kalah menariknya. Bangunan lawas tersebut berjarak tidak kurang dari 1 kilometer dengan bangunan yang akan dikunjungi. Bangunan tersebut adalah Gereja Katolik Santo Antonius Padova. Gereja ini terletak di Jalan Balai Kota No. 1 Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah barat Terminal Lama Pasuruan.
Menurut prasasti berwarna hitam yang dipasang di dinding depan, diketahui bahwa peresmian gedung gereja dilakukan pada 28 Juli 1895 dengan pemberkatan dari Mgr. Walterus Jacobus Staal, Uskup Kehormatan dari Batavia. Gedung gereja ini dibangun atas sumbangan seorang donatur Belanda bernama Alexander Manuel Anthonijs.


Dalam buku Profil Cagar Budaya Kota Pasuruan (2015) disebutkan, bahwa Anthonijs adalah seorang pengusaha yang sukses yang juga merupakan pegawai Proefstation Oost Java (POJ) yang sekarang bernama Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Oleh karena Santo Antonius dari Padova merupakan pelindung keluarga Anthonijs, maka gereja Katolik ini juga diletakkan di bawah perlindungan Santo Antonius dari Padova.
Pada tahun 1975 gedung gereja baru dibangun di sebelah gereja lama. Kemudian, pada tahun 1993 ada perantian kursi gereja menjadi kursi kayu. Lalu, pada tahun 1998 dibangun gapura ke arah Jalan Balai Kota. Pada waktu terjadi kerusuhan di Pasuruan pada tahun 1998, gereja ini mengalami kerusakan, seperti jendela dan dinding.
Gereja yang memiliki lahan seluas 2.726 m² ini, memiliki gaya arsitektur Neo Gothic tanpa menara di samping kiri dan kanannya. Gaya arsitektur ini memberi keleluasaan cahaya dalam gedung gereja, sehingga jendela yang terdapat pada gereja ini berjumlah banyak dan besar-besar ukurannya. Pintu utamanya juga besar dan tinggi yang atasnya dihiasi dengan lengkungan.
Pada gevel gereja terdapat tiga lingkaran yang terbuka dengan ornamen besi yang sekaligus berfungsi sebagai teralis. Di atas gevel terdapat salib khas Katolik sebagai penanda bahwa bangunan megah yang berdiri tersebut adalah sebuah bangunan gereja yang diperuntukkan bagi jemaat Katolik.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang tertera pada Diktum Kesatu. *** [200915]
Share:

GPIB Pniel Pasuruan

Pada abad ke-19, Kota Pasuruan pernah menghiasi lembaran sejarah Nusantara sebagai salah satu kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa. Pesona sebagai kota besar, menjadi magnet bagi siapa saja yang ingin mengadu nasib di sini. Sehingga, tak mengherankan bila pada waktu itu, Kota Pasuruan telah menujukkan heterogenitas penduduknya, seperti Belanda, Tionghoa, Arab, Jawa, maupun Madura.
Kemajemukan ini mampu menciptakan suatu suasana yang dinamis dalam mewarnai Kota Pasuruan pada waktu itu. Tak hanya bermunculan bangunan untuk produksi, rumah tinggal maupun perkantoran, tapi juga yang berhubungan dengan keagamaan seperti klenteng, masjid maupun gereja. Di Kota Pasuruan ini terdapat dua gereja yang memiliki arsitektur yang khas. Salah satunya adalah GPIB Pniel. GPIB ini terletak di Jalan Anjasmoro No. 6 Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo,  Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah utara Terminal Bis yang lama.
Sesuai yang tertulis di gevel, bangunan gereja ini diresmikan pada 15 November 1829 dengan nama De Protestantse Kerk te Pasoeroean. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan gereja ini untuk mengakomodasi umat Kristen Protestan di Pasuruan. Kota ini semakin berkembang akibat digulirkan Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria Tahun 1830, yang memberikan izin semakin luas perusahaan swasta Eropa menanamkan investasinya di Hindia Belanda. Seiring itu pula, semakin banyak orang Belanda dan Eropa yang tinggal di Hindia Belanda, termasuk Kota Pasuruan.


Pada tahun 1854, bangunan gereja ini mengalamim kerusakan, dan selanjutnya diperbaiki kembali. Setelah selesai, gereja ini diresmikan pada 15 Agustus 1855. Pada waktu itu, jalan yang menuju ke gereja tersebut masih ditumbuhi pohon cemara yang  cukup rindang berjajar di kiri-kanan jalan. Halaman gereja tidak memiliki pagar seperti sekarang ini. Sehingga, saat dari Jalan Balaikota sudah tampak akan kemegahan gereja berlanggam Gothic yang didominasi warna putih. Di atas gevel ada menara lonceng, dan di tengah-tengah gevel terdapat lingkaran berbentuk menyerupai roda. Sebelum memasuki pintu utama, ada selasar yang dihiasi dengan kolom-kolom yang disatukan dengan lengkungan di atasnya, dan di kiri-kanan kolom terdapat lampu dengan hiasan klasik yang terbuat dari besi.
Bangunan ini kembali dipugar pada tahun 1910 hingga 1917. Dalam pemugaran ini sedikit mengalami perubahan pada fasad bangunan gereja. Menara di atas gevel sedikit diperbesar berbentuk kubus, dan di atasnya diberi atap. Kemudian, bentuk lingkaran menyerupai roda di tengah-tengah gevel diubah menjadi persegi panjang yang atasnya melengkung dan dipasangi besi memanjang untuk menempatkan bendera. Di depan gereja, dibangun sebuah tugu berbentuk silinder. Selain itu, halaman gereja telah disulap menjadi taman dengan beraneka pepohonan.
Pada saat terjadi kerusuhan di Kota Pasuruan tahun 2001, gereja ini terbakar habis. Bagian yang tersisa dari bangunan ini hanyalah bagian dinding. Akhirnya dilakukan rehabilitasi atas kondisi bangunan ini yang dimulai tanggal 22 Juli 2001 hingga 22 November 2004. Hasil rehabilitasi tersebut, secara fisik masih terlihat langgam Gothic. Akan tetapi pada fasad, sedikit mengalami perubahan terutama pada atas gevel. Dulu, di atas gevel terdapat menara lonceng namun sekarang sudah diubah, yang awalnya menara lonceng sekarang masih menyerupai menara tapi fisiknya ditarik hingga sampai belakang. Jadi, tampak seperti atap limasan bertumpang yang banyak ditemui pada atap emplasemen stasiun kereta api yang ada di kota atau kabupaten. Kemudian, tugu berbentuk silinder yang pernah menghiasi halaman depan gereja, sekarang sudah tidak ada lagi.
Gereja yang di bangun di atas lahan seluas 1.916 m² ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang tertera pada Diktum Kesatu. *** [200915]
Share:

Gedung Wolu

Sejarah mencatat bahwa Pasuruan pernah menjadi salah satu kota pelabuhan yang terbesar di pantai utara Jawa sepanjang abad ke-19. Sebagai kota pelabuhan tersebut, Pasuruan mempunyai penduduk yang lebih heterogen jika dibandingkan dengan kota-kota yang ada di pedalaman Jawa. Hinterlandnya yang subur membuat Pasuruan sebagai salah satu penghasil gula terbesar di Jawa. Semuanya ini berdampak langsung terhadap orang Tionghoa di Pasuruan yang sebagian besar bergerak sebagai pedagang perantara dan pemilik perkebunan tebu dan pabrik gula, terutama sesudah tahun 1870.
Kemakmuran membuat mereka mampu membangun rumah-rumah mewah dalam skala cukup besar. Pergaulan sehari-hari antara orang-orang setempat dan penguasa Belanda, mengakibatkan timbulnya suatu percampuran kebudayaan yang unik. Semuanya ini tercermin dalam pembangunan rumah tinggal mereka. Salah satu di antaranya adalah Gedung Wolu. Gedung ini terletak di Jalan Soekarno Hatta No. 58 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini di sebelah timur Toko Roti Matahari, atau sebelah selatan BCA.
Bangunan Gedung Wolu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-20 oleh seorang Kapitein der Chineezen untuk dijadikan sebagai tempat tinggal atau rumah pribadi. Kemudian seiring dengan perjalanan waktu, rumah ini mengalami perubahan fungsi dan kepemilikan. Dari info masyarakat sekitar, dulu pernah ada pemilik rumah ini yang menyukai kuda. Sehingga, rumahnya kerap mendapat julukan sebagai kandang kuda. Lalu oleh pemilik sekarang, yaitu pengusaha yang memiliki dealer motor besar di Padang diubah menjadi gedung pertemuan dan restoran yang diberi nama Gedung Wolu.


Penamaan Gedung Wolu ini berdasarkan nama kawasan yang ada pada masa itu. Dulu, di sebelah barat dari gedung ini terdapat deretan rumah yang memiliki gaya arsitektur yang sama dan jumlahnya ada delapan (delapan dalam bahasa Jawa disebut wolu). Di mulai dari rumah yang ada di sebelah Gedung Wolu hingga sampai rumah yang sekarang menjadi Toko Roti Matahari di ujung baratnya. Masyarakat Pasuruan menyebut kawasan tersebut dengan bahasa dan aksen Jawa sebagai Dong Wolu. Dong berarti gedung, dan Wolu berarti delapan.
Jadi, bila Anda sedang melintas di depan gedung ini, janganlah heran bila tepat di gerbang pintu masuk ke gedung tersebut di belah oleh angka 8 (delapan) dengan ukuran yang lumayan besar. Pengunjung restoran akan masuk ke gedung tersebut dari sebelah kiri, dan keluarnya dari sebelah kanan. Sejenak makan di Depot Gedoeng Wolu (nama resmi dari usaha restoran tersebut), pengunjung akan memenuhi kebutuhan perut secara hakiki dengan sejumlah menu makanan dan minuman yang tersedia, dan sekaligus bisa menikmati pesona dari bangunan lawas dari restoran tersebut.
Dilihat dari fasadnya, bangunan ini memiliki gaya arsitektur Indische Empire. Semua elemen yang menyusun bagian wajah bangunan memberikan kesan mewah dan megah pada bangunan. Kolom ionic ganda berbahan beton dengan ukuran besar yang terletak berjajar di bagian depan bangunan memberikan kesan kokoh pada bangunan. Pintu-pintu ganda yang terbuat dari kayu jati dengan hiasan yang khas pada bagian atasnya memberikan kesan anggun pada bangunan. Lantai terbuat dari bahan marmer juga menambah kesan mewah dari bangunan Gedung Wolu ini.
Gedung yang dibangun di atas lahan seluas 10.161 m² ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang tertera pada Diktum Kesatu. *** [200915]
Share:

Rumah Singa

Usai menyaksikan kemegahan Gedung Yayasan Pendidikan Pancasila, cobalah menyeberang sejenak. Karena tepat dihadapan gedung tersebut ada bangunan tua yang tak kalah pesona heritagenya. Masyarakat sekitar menyebut bangunan tua tersebut dengan sebutan Rumah Singa.
Rumah Singa ini terletak di Jalan Hasanudin No. 11-14 RT.01 RW.04 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi Rumah Singa ini berada di depan Gedung Yayasan Pendidikan Pancasila, atau biasa disebut dengan Gedung Pancasila saja.
Dalam buku Profil Cagar Budaya Kota Pasuruan (2015) disebutkan, bahwa Rumah Singa ini pada awalnya merupakan rumah orang Belanda yang dibangun pada tahun 1825 namun kemudian dibeli oleh Tan Kong Seng, seorang Kapitein der Chineezen pada tahun 1840an. Kemudian pada tahun 1860 dilakukan renovasi dengan mendatangkan lantai marmer dan pagar besi dari Italia.
Pada awal abad ke-20, rumah ini dikenal sebagai rumah keluarga Kwee. Keluarga Kwee bersama keluarga Han dan Tan merupakan salah satu keluarga terkemuka (konglomerat) di Pasuruan yang diberi keistimewaan di bidang perdagangan dan pajak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Mereka menguasai perdagangan hasil bumi dan ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mengatur tata niaga opium. Bersama keluarga Tionghoa yang lain, keluarga Kwee dan Han mengembangkan industri gula di Pasuruan dan Probolinggo.


Sekarang ini, rumah tersebut menjadi milik Alan Douglas Rudianto Wardhana Zecha dan tetap dijadikan tempat tinggal. Rumah yang memiliki lahan seluas 1 hektar ini memiliki langgam Indische Empire. Hanya kolom-kolomnya sudah tidak memakai bahan bata lagi, tapi diganti dengan besi ulir yang mulai populer pada akhir abad ke-19. Hampir semua bahan bangunan, terutama yang dipergunakan untuk mendirikan rumah yang bagus di Kota Pasuruan didatangkan dari luar negeri kecuali pasir, bata maupun kapur. Hubungan dengan luar negeri cukup lancar bagi Kota Pasuruan pada abad ke-19 karena pelabuhannya digunakan untuk mengekspor hasil perkebunan selama cultuurstelsel sampai akhir abad ke-19.
Gaya arsitektur Indische Empire merupakan gaya arsitektur yang diadopsi dari aliran arsitektur Neoklasik yang berkembang di Perancis pada pertengahn abad ke-18, yang disebut sebagai arsitektur Empire Style. Gaya Empire Style ini dipopulerkan oleh mantan seorang perwira tentara Louis Napoleon dari Perancis, yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, yaitu Herman Willem Daendels (1808-1811).
Daendels banyak mengubah bangunan yang ada di Hindia Belanda dengan suatu gaya Empire Style yang berbau Perancis. Gaya tersebut kemudian terkenal dengan sebutan Indische Empire Style, yaitu suatu gaya arsitektur Empire Style yang disesuaikan dengan iklim, teknologi dan bahan bangunan setempat yang berada di Hindia Belanda (Nederlands-Indië).
Pada waktu keluarga Kwee menempati rumah ini, dibuatlah patung singa yang ditempatkan di halaman depan. Hal ini yang menyebabkan rumah ini kemudian dinamakan Rumah Singa, dengan harapan rumah tersebut bisa selalu aman terjaga. Hal ini selaras dengan kepercayaan yang dianut di kalangan orang Tionghoa, bahwa patung singa dianggap sebagai dewa pelindung. Maklum, karena keluarga Kwee kala itu dikenal sebagai pengusaha paling kaya di Kota Pasuruan. *** [200915]

Share:

Gedung Yayasan Pendidikan Pancasila

Berwisata heritage dengan menyusuri Kota Pasuruan tentu sangatlah mengasyikan. Seakan-akan membuka lembar-lembar sejarah masa lalu. Sejarah pernah mencatat bahwa Kota Pasuruan ini pernah berkembang pesat pada akhir abad ke-18 sampai dengan awal abad ke-20. Bahkan pada saat itu Kota Pasuruan pernah menjadi kota metropolis yang mempunyai trem listrik sebagai moda angkutan dalam kota, sebelum akhirnya meredup lagi lantaran produksi gula sudah tidak menjadi primadona lagi dalam perdagangan di Eropa.
Jejak-jejak kejayaan peradaban Kota Pasuruan di kawasan pantai utara Jawa bagian timur masih dilihat dari sisa-sisa gedung tua yang masih tegak berdiri hingga kini. Salah satunya adalah Gedung Yayasan Pendidikan Pancasila. Gedung ini terletak di Jalan Hasanuddin No. 12 RT.01 RW.05 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini berada di depan Rumah Singa, atau sebelah utara Koramil.
Gedung yang kini digunakan Yayasan Pendidikan Pancasila ini dulunya merupakan rumah milik Han Hoo Tong. Keluarga Han merupakan salah satu keluarga terkemuka (konglomerat) di Pasuruan yang diberi keistimewaan di bidang pemerintahan, perdagangan dan pajak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bangunan ini diperkirakan dibangun antara tahun 1870-1890 di kala gula menjadi komoditas primadona di pasaran Eropa.


Dua saudara laki-laki Han Hoo Tong, yaitu Han Hoo Tjoan dan Han Hoo Hai, pernah menjabat sebagai Kapitein der Chineezen. Han Hoo Tjoan menjabat sebagai Kapitein der Chineezen Pasuruan pada tahun 1881-1886, dan Han Hoo Hai menjabat sebagai Kapitein der Chineezen Probolinggo pada tahun 1870-1885. Kapitein der Chineezen bukanlah pangkat dalam kemiliteran, akan tetapi jabatan yang diberikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu untuk mengawasi semua kegiatan apapun yang ada di kawasan Pecinan yang merupakan wilayah kekuasaannya.
Pada tahun 1958 bangunan ini digunakan untuk kegiatan perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). THHK adalah perkumpulan Tionghoa yang bergerak untuk memajukan pendidikan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda. Tujuannya untuk menyediakan pendidikan gratis bagi semua anak keturunan Tionghoa dari berbagai lapisan sosial ekonomi. Ketua THHK yang pertama di Pasuruan dipegang oleh Han Hoo Tong.
Kemudian bangunan ini pernah beralih fungsi sebagai markas tentara, gedung kesenian, dan akhirnya kembali digunakan sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat Kota Pasuruan hingga saat ini. Hanya saja, sebelum merdeka digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi komunitas THHK, dan setelah merdeka digunakan oleh Yayasan Pancasila, sebuah yayasan yang didirikan oleh warga Tionghoa Pasuruan dalam mengembangkan pendidikan. Sehingga, beberapa bagian gedung ini digunakan untuk sekolahan, mulai dari Taman Kanak-Kanak, SD sampai SMP Pancasila.
Dilihat dari fasadnya, bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 5.000 m² ini mengacu pada bentuk arsitektur Indische Empire. Hal ini kelihatan dari denah dan tampak depan bangunan dengan pilar gaya Yunani dan teras depan maupun belakang yang luas. Pada abad ke-19 di Hindia Belanda, gaya arsitektur seperti ini sangat populer sekali sehingga hampir semua jenis bangunan, baik fasilitas umum maupun rumah tinggal, memakai gaya arsitektur ini. Salah satu keunggulan gaya arsitektur Indische Empire adalah penyesuaiannya dengan iklim tropis lembab yang sangat baik sekali, terutama pada teras depan dan belakangnya yang luas dan terbuka. Sehingga orang merasa nyaman tinggal di dalamnya. Hal ini terbukti bahwa gaya arsitektur ini sempat bertahan sepanjang abad ke-19. *** [200915]
Share:

Klenteng Tjoe Tik Kiong Pasuruan

Kota Pasuruan merupakan salah satu kota pelabuhan tersebesar di Pantau Utara Jawa pada abad ke-17. Letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan, membuat banyak sekali pedagang asing yang datang dan menetap di Pasuruan. Salah satunya adalah etnis Tionghoa. Mereka datang sejak abad ke-17, dan kemudian meninggali sebuah kawasan yang disebut sebagai Kawasan Pecinan.
Penanda dari sejarah keberadaan kawasan Pecinan yang terdapat di Kota Pasuruan adalah adanya sebuah klenteng yang diberi nama Klenteng Tjoe Tik Kiong. Klenteng ini terletak di Jalan Lombok No. 7 Kelurahan Trajeng, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi klenteng ini berada di sebelah barat Stasiun Pasuruan ± 500 meter.
Klenteng ini didirikan pada tahun 1740. Pembangunannya dilakukan oleh orang-orang Tionghoa yang menetap di Pasuruan, tetapi arca-arcanya didatangkan langsung dari Tiongkok pada tahun 1857.
Bagi penganut Kong Hu Cu, Tjoe Tik Kiong bermakna istana yang mengamalkan dan menyebarkan rasa kasih sayang dan perbuatan kebajikan. Sehingga, kehadiran klenteng ini pada awalnya diharapkan sebagai perekat persaudaraan di kalangan orang Tionghoa yang berada di Kota Pasuruan dan sekitarnya. Klenteng bagi masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja, namun juga mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa di masa lampau.


Dilihat dari bangunannya, klenteng yang menghadap ke selatan ini tergolong besar dan megah karena didukung oleh halamannya yang cukup luas. Klenteng ini sengaja dibangun di pertigaan jalan atau di tengah pertemuan antara jalan tegak lurus dari Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan Lombok, karena menurut kepercayaan orang Tionghoa bahwa lokasi bangunan yang disebut “tusuk sate’ berisi segala pengaruh buruk. Pengaruh buruk tersebut akan hilang dengan keberadaan klenteng tersebut.
Sebelum memasuki halaman klenteng, pengunjung akan melewati sebuah gapura yang khas dengan balutan dominan kuning dan merah. Gapura bercorak paduraksa ini banyak dihiasi dengan ornamen yang berkultur Tiongkok. Di atas pintu gapura tertulis nama klenteng tersebut beserta alamatnya, dan di atap paduraksa terdapat ornamen dua burung hong yang menghadap ke huo zhu, mutiara api atau bentuk bola api (mutiara Buddha).
Di belakang gapura terdapat panggung kecil berwarna merah dengan pelisir warna kuning. Panggung tersebut digunakan untuk pementasan wayang Potehi yang agendanya mengikuti hajatan umat klenteng yang memintanya. Kisah dari wayang ini biasanya mengambil dari ceritera klasik Tiongkok. Panggung ini sengaja dibuat tidak terlalu besar dan sedikit ringan, agar supaya mudah dipindah-pindahkan jika klenteng tersebut mempunyai acara yang memerlukan halamannya.


Setelah melewati panggung wayang Potehi, pengunjung bisa berjalan lurus ke utara menuju bangunan utama dari klenteng tersebut. Namun, sebelum sampai ke bangunan utama tersebut, terlebih dahulu pengunjung akan menyaksikan dua patung berbentuk singa (hanzi) di depan pagar bangunan utama tersebut. Kemudian pengunjung baru melewati pintu gerbang yang berada di halaman bangunan utama tersebut. Pintu gerbang di halaman bangunan utama dihiasi oleh sepasang naga yang sedang berjalan (xin long) yang saling berhadapan. Menoleh ke kiri dan kanan, pengunjung akan menemukan menara seperti pagoda yang berfungsi sebagai tempat pembakaran kertas persembahyangan (kim lo).
Memasuki halaman depan yang ada di bangunan utama, pengunjung akan melihat kembali hanzi dengan wajah yang sedikit agak seram. Tepat di depan pintu bangunan utama terdapat hiolo (tempat menancapkan hio) yang terbuat dari kuningan. Di atas wuwungan, terlihat huo zhu yang diapit oleh dua xing long.
Di dalam bangunan utama klenteng ini terdapat beberapa altar untuk persembahyangan kepada Mak Co Bing Thian Sang Shen Mu, Hok Tek Cen Sin, dan Kong Tik Cun Ong. Sedangkan, di belakang ruang utama ada ruang pemujaan penganut Tri Dharma. Umat Buddha akan menuju ke altar yang ada patung Sakyamuni Buddha, umat Kong Hu Cu akan menuju ke altar yang ada arca Konfusius, dan penganut Tao akan menghampiri altar yang ada patung Lao Tze.
Mengingat luas lahan yang dimiliki klenteng ini cukup luas, klenteng ini berusaha menambah fungsinya sebagai tempat pembelajaran kebudayaan Tiongkok, terutama melalui pertunjukan barongsai maupun liang liong. *** [200915]
Share:

Stasiun Kereta Api Pasuruan

Stasiun Kereta Api Pasuruan (PS) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Pasuruan, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember yang berada pada ketinggian + 3 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kereta api kelas II yang letaknya paling barat dari Daop 9.
Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun No. 1 Kelurahan Trajeng, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat Pasar Kota Pasuruan.
Bangunan Stasiun Pasuruan ini merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda. Diperkirakan pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Surabaya-Bangil-Pasuruan sepanjang 63 kilometer yang dikerjakan oleh Perusahaan Kereta Api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen, dari tahun 1876 dan selesai pada tahun 1878. Jalur ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878. Sehingga, Stasiun Pasuruan ini termasuk salah satu stasiun tertua di Jawa Timur.


Stasiun berperon sisi ini memiliki 4 jalur aktif dengan 2 jalur sepur lurus yang menghubungkan ke Stasiun Probolinggo di sebelah timur, dan Stasiun Bangil di sebelah barat. Selain jalur aktif tersebut, dahulu ada jalur trem milik PsSM (Pasoeroean Stoomtram Maatschappij) yang bercabang dari jalur 1 melewati Jalan Niaga menuju Sengon yang sekarang sudah dinonaktifkan. Selain itu, dari Stasiun Pasuruan ini juga terdapat bekas jalur kereta api menuju ke Bekasi, Ngempit, dan Purwosari yang dibangun oleh PsSM.
Perlu diketahui bahwa PsSM pernah membangun jalur kereta api dari Pasuruan-Warungdowo-Bekasi sepanjang 16 kilometer dari tahun 1896 dan selesai pada tahun 1898. Jalur Pasuruan-Boom sepanjang 2 kilometer dibangun pada tahun 1996. Kedua jalur ini sudah tak ada lagi karena dijarah oleh Jepang pada tahun 1942. Lalu, jalur rel dari Warungdowo menuju Wonorejo sepanjang 11 kilometer diselesesaikan pada tahun 1899, dan jalur rel dari Wonorejo menuju Bakalan sepanjang 12 kilometer, selesai juga pada tahun 1899. Kedua jalur ini sudah tidak berfungsi lagi sejak tahun 1933.


Pada tahun 1900, PsSM berhasil menghubungkan jalur rel dari Bakalan-Purwosari (Pasar Alkmaar) sepanjang 3 kilometer. Kemudian jalur dari Warungdowo menuju Ngempit sepanjang 5 kilometer berhasil dibangun pada tahun 1912. Tapi sayang, jalur tersebut juga mengalami nasib yang sama, yaitu sudah tidak berfungsi lagi.
Stasiun Pasuruan memiliki luas 1.250 m². Dilihat dari fasad bangunannya, stasiun ini menggunakan arsitektur bergaya Indische Empire. Gaya arsitektur ini merupakan gaya imperial yang pertama kali dipopulerkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36, Herman Willem Daendels (1808-1811). Gaya arsitektur ini ditandai dengan bangunan tembok tinggi kokoh yang pada pinggiran atapnya biasa diberi ornamen besi tempa, serta menggunakan  jendela yang besar-besar dan memakai jalusi besi.
Dari segi arsitektur kota, peletakan stasiun ini cukup baik karena letaknya tegak lurus di tengah-tengah jalan utama Kota Pasuruan, yaitu Jalan Soekarno-Hatta. Dulu, kemegahannya bisa dilihat dari jalan utama tersebut. Hanya sayangnya, kemegahan stasiun tersebut sekarang tenggelam dengan luberan aktivitas pasar di sebelah timurnya hingga sampai menutupi jalan tegak lurusnya tadi. *** [200915]

Share:

Gedung BPKA Kota Pasuruan

Selesai menyaksikan keindahan bangunan kuno bernama Gedung P3GI, langsung lanjut menyeberang jalan. Di situ ada bangunan kuno lainnya yang juga tak kalah menariknya. Bangunan kuno tersebut adalah Gedung Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Kota Pasuruan.
Gedung ini terletak Jalan Pahlawan No. 22 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini berada di sebelah utara Gedung Pengadilan Negeri Pasuruan, atau tepat di depan Gedung P3GI.
Gedung BPKA ini merupakan salah satu peninggalan kolonial Belanda yang berada di Kota Pasuruan. Dulu, gedung ini merupakan sebuah penginapan yang bernama Hotel Tönjes (Hotel Tönjes te Pasoeroean). Pada collections Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) Digital Image Library yang berpusat di Leiden dengan image code 116764, disebutkan bahwa pemilik hotel (eigenaar hotel) ini adalah Jan Gijsberto Tielenius Kruythoff, seorang saudagar berkebangsaan Belanda. Ia lahir di Harleem, Belanda Utara pada 14 Juli 1870, dan meninggal di Semarang pada 19 Juli 1940 (berusia 70 tahun).


Ia menikah dengan Petronella Cornelia Jeanette Tönjes di Pasuruan pada 1 Desember 1903. Pada waktu menikah, Kruythoff berumur 33 tahun. Sedangkan, Tönjes saat dinikahi masih berumur 18 tahun. Tönjes lahir di Probolinggo pada 31 Mei 1885.
Bermula dari pernikahannya inilah, kemudian ketika Kruythoff melebarkan usaha bisnisnya dengan mendirikan sebuah penginapan, nama penginapannya memakai nama istrinya, yaitu Hotel Tönjes. Hotel Tönjes ini merupakan salah satu fasilitas sewa penginapan yang ada di Kota Pasuruan pada zaman kolonial Belanda, selain Hotel Moerbeck. Bangunannya cukup megah, dan mewakili gaya arsitektur kolonial. Fasad bangunan hotel ini, dilihat dari arsip foto KITLV yang dibuat pada tahun 1929 dengan potret sekarang masih menunjukkan kesamaannya. Hanya tulisan “Hotel Tönjes” yang ditaruh di bawah gevel pintu masuk utama, sekarang tidak ada lagi. Bekas tulisan tersebut diganti dengan ornamen berbentuk belah ketupat (rhombus) berjejer lima buah, dan berwarna coklat.
Kini, gedung tersebut digunakan sebagai Kantor BPKA Kota Pasuruan. Sesuai dengan Peraturan Walikota Nomor 70 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset, BPKA mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan daerah di bidang pengelolaan keuangan dan aset yang menjadi milik Pemerintah Kota Pasuruan. *** [200915]

Kepustakaan:
http://media-kitlv.nl/image/5d97f342-8e1a-4144-9fac-0dc1a02b5798
Share:

Gedung P3GI Pasuruan

Pada zaman Hindia Belanda, Jalan Balaikota hingga Jalan Pahlawan dikenal dengan Heerenstraat. Jalan tersebut digunakan sebagai pemukiman, gedung pemerintahan, dan fasilitas umum bagi orang-orang Belanda. Sehingga, pada saat menyusuri jalan tersebut masih banyak terdapat sisa-sisa bangunan kolonial. Salah satunya adalah Gedung Pusat Penelitian Perkebunan Pabrik Gula Indonesia (P3GI).
Gedung ini terletak di Jalan Pahlawan No. 25 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Bugul Kidu, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini berada di sebelah utara SDN Pekuncen, atau di depan Pengadilan Negeri Pasuruan.
Gedung P3GI ini merupakan salah satu gedung tertua dan terbesar di Kota Pasuruan. Gedung ini memiliki nilai sejarah yang penting di mana gedung ini menjadi salah satu pusat penelitian perkebunan gula yang ada di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula di Indonesia pertama kali didirikan pada tahun 1885 dengan nama Het Proefstation Midden Java yang didirikan di Semarang, Jawa Tengah. Tahun 1886 menyusul didirikannya Proefstation voor Suikerrient in West Java yang bertempat di Kagok. Lalu, pada 9 Juli 1887 didirikan lagi Het Proefstation Oost Java di Pasuruan atau lebih sering disebut secara singkat dengan POJ. Warga setempat lebih banyak menyebut gedung tersebut dengan nama Prop.


Pada tahun 1893 Proefstation Midden Java ditutup oleh Pemerintah Hindia Belanda karena kurangnya penemuan yang bersifat menguntungkan dari instansi tersebut. Tujuh tahun kemudian, giliran Proefstation voor Suikerrient in West Java yang dipindahkan ke Pekalongan, kemudian ke Semarang.
Dari kedua kejadian ini akhirnya memunculkan ide untuk menyatukan kedua instansi antara Proefstation di Semarang dan di Pasuruan. Kedua instansi tersebut secara fisik dan organisasi berhasil disatukan pada 1 Januari 1907 menjadi Het Proefstation voor de Java-Suikerindustrie, dan dipilih Pasuruan atau wilayah Oosthoek karena lebih cocok untuk membudidayakan perkebunan tebu.
Oosthoek adalah sebutan Belanda untuk daerah ujung timur Jawa, yaitu bagian yang menyempit dari Jawa Timur, mulai dari Pasuruan sampai Selat Bali, atau sering juga disebut “green gold”. Oosthoek/eastern slient/bang wetan/ujung timur meliputi Pasuruan, Probolinggo (Banger), Situbondo (Panarukan), Besuki (Bondowoso dan Jember), Lumajang serta Banyuwangi (Blambangan).
Het Proefstation voor de Java-Suikerindustrie dibentuk untuk melakukan riset pasar gula di Eropa dan merupakan pelopor International Society of Sugarcane Technologist (ISSCT), Asosiasi Ahli Gula Dunia yang mengkhususkan pada penelitian teknologi budidaya tebu dan industri gula. Het Proefstation voor de Java-Suikerindustrie sekarang berganti nama menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang berkedudukan di Pasuruan.
Het Proefstation voor de Java-Suikerindustrie menjelma menjadi kiblat industi gula tebu dunia dengan prestasi spektakulernya yang diraih pada tahun 1921 melalui penemuai varietas POJ 2878 yang dapat menyelamatkan industri gula tebu dunia dari serangan penyakit sereh yang hampir menyerang seluruh perkebunan tebu di dunia. POJ 2878 juga dikenal sebagai “the wonder cane” atau tebu ajaib karena berkualitas tinggi yang dapat dilihat dari besar dan tinggi batang yang mencapai empat meter dengan tingkat produktivitas tanaman yang belum tertandingi hingga saat ini. Pada tahun 1930, POJ kembali menghasilkan varietas unggul, yaitu POJ 3016 yang mampu menghasilkan 18 ton gula per hektarnya.
Pada 1 Juni 1942 ketika Jepang menduduki Hindia Belanda, Proefstation ini dtempatkan di bawah yuridiksi Gunsei Kanbu (Administrasi Militer Jepang) dengan nama Togyo Shinkesho (Pusat Penelitian Gula). Pada awal 1945 terdapat 3 orang pegawai Indonesia yang bertugas di Proefstation ini sebagai penasihat bagi Pemerintah Jepang.
Bangunan ini pernah mengalami kerusakan selama periode 1942-1948. Banyak buku dan barang-barang inventaris yang hilang. Pada waktu terjadi Agresi Militer Belanda II, gedung utama serta sebagian besar perpustakaan dan arsip mengalami kebakaran. Dulu, di halaman depan gedung utama terdapat patung untuk mengenang JD Kobus, seorang Direktur Laboratorium dari 1897 hingga 1910.
Setelah perkebunan Belanda diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia pada Desember 1957, pusat penelitian ini dinamakan Balai Penyelidikan Perusahaan-Perusahaan Gula (Experiment Station for Sugar Estates). Selanjutnya pada tahun 1965 berganti nama kembali menjadi Balai Penyelidikan Perusahan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Experiment Station), dan akhirnya dinamakan sebagai Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Research Institute) sejak 1 Januari 1982. Lalu, berdasarkan keputusan dewan pengurus pada 11 Mei 1987, Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) atau Indonesian Sugar Research Institute).
Melihat nilai kesejarahan yang dimiliki, gedung peninggalan kolonial ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan telah ditetapkan sebagai salah satu dari 20 cagar budaya yang ada di Kota Pasuruan sesuai dengan Diktum Kesatu. *** [200915]

Kepustakaan:
http://eprints.uns.ac.id/BAB_I
http://hukum.pasuruankota.go.id/
Share:

SDN Pekuncen Pasuruan

SD Negeri Pekuncen, atau yang biasa disingkat menjadi SDN Pekuncen merupakan salah satu sekolah dasar yang tergolong lawas di Kota Pasuruan. SD ini terletak di Jalan Pahlawan No. 47 Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi SD ini berada di selatan Gedung P3GI, atau di depan Kantor Walikota Pasuruan.
Bangunan asli SD ini masih tampak berdiri kendati telah mengalami berbagai permak untuk bangunan sekolah ini. Bangunan SD ini merupakan peninggalan kolonial Hindia Belanda yang semenjak berdirinya merupakan bangunan untuk pendidikan di masa kolonial Hindia Belanda. Bangunan SD ini diperkirakan didirikan bersamaan dengan berdirinya Het Proefstation voor de Java Suiker Industrie di Pasuruan pada tahun 1887. Karena memang bangunan SD tersebut dibangun sebagai fasilitas pendidikan bagi anak-anak karyawan Proefstation yang berada di utara gedung ini. Proefstation ini sekarang lebih dikenal dengan Pusat Penelitian Perkebunan pabrik Gula (P3GI). Maka, dulu oleh masyarakat dikenal dengan SD Loji. Kata loji ini menunjuk pada pengertian gedung yang besar. Memang pada waktu itu Proefstation merupakan bangunan yang besar dan luas. Jadi, orangtua yang bekerja di Proefstation dulu dianggan bekerja di sebuah loji atau gedung yang besar, sebuah ciri bangunan kolonial, sehingga sebuah SD yang murid-muridnya kebanyakan anak-anak karyawan Proefstation tersebut dianggap SD Loji.


Pada masa pendudukan Jepang, SD Loji ditinggalkan begitu saja dengan hengkangnya orang-orang Belanda yang bermukim di Pasuruan, termasuk orang-orang Belanda yang berkerja di Proefstation. Setelah Jepang juga “meninggalkan” Hindia Belanda pada tahun 1945, bangunan SD ini digunakan sebagai sekolah rakyat oleh pemerintah pada saat itu dengan nama SR Erlangga.
Pada tanggal 15 April 1976 SR Erlangga yang berkembang pesat diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Soenandar Priyo Sudarmo, menjadi SDN Pekuncen. Pada waktu itu SDN Pekuncen terdiri dari tiga lembaga, yaitu SDN pekuncen I, II, dan III. Selanjutnya mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 821.2/22/423.031/SK/2004, ketiga SDN tersebut diregrouping menjadi satu lembaga yaitu SDN Pekuncen yang dipimpin oleh satu orang kepala sekolah.
Bangunan SDN Pekuncen memiliki luas bangunan 2.326 m² di atas lahan seluas 4.805 m² ini terlihat asri karena banyaknya pepohonan yang tumbuh di halaman sekolahnya. Halaman seluas 2.479 memiliki tanaman yang rindang sehingga suhu di sekitar SD tersebut terasa sejuk. Saking rindangnya, seolah kemegahan bangunan SD peninggalan kolonial Hindia Belanda ini tidak begita tampak dengan jelas dari depan. Fasadnya seperti terselip dan tenggelam di antara rerimbunan pepohonan. Padahal dilihat dari fasadnya, bangunan SD ini memiliki gevel yang khas dan terasnya dipenuhi dengan lengkungan-lengkungan.
SDN Pekuncen ini tergolong bangunan heritage yang tetap terjaga dengan tanaman yang menghijau. Kini, SDN Pekuncen menjadi aset Pemerintah Kota Pasuruan, dan telah ditetapkan sabagai salah satu bangunan cagar budaya (BCB) berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan. Bangunan SDN Pekuncen ini merupakan salah satu dari 20 bangunan cagar budaya yang ada di Kota Pasuruan sesuai dengan Diktum Kesatu. *** [200915]
Share:

SMK Untung Surapati Pasuruan

SMK Untung Surapati, atau yang biasa dikenal dengan SMK Unsur merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan yang terdapat di Kota Pasuruan. SMK ini terletak di Jalan Pahlawan No. 19 Kelurahan Pekuncen RT. 02 RW. 03 Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi SMK ini berada di depan Taman Kota, atau yang dikenal juga sebagai Taman Harmoni.
Bangunan SMK ini menarik pandangan setiap orang yang melintas di jalan tersebut, karena kekhasan gaya arsitektur kolonial yang dimilikinya. Gedung ini awalnya didirikan sebagai ballroom pada tahun 1858 untuk memfasilitasi warga Eropa, khususnya Belanda dalam hal tempat hiburan. Kemudian diperluas dan dipercantik pada tahun 1921, dan diresmikan serta diberi nama Sociëteit Harmonie te Pasoeroean. Sejarah mencatat bahwa gedung Sociëteit Harmonie di Pasuruan merupakan gedung perkumpulan sosialita Eropa di daerah Pasuruan dan sekitarnya.
Gedung berkapasitas ratusan lebih orang ini, merupakan gedung yang kokoh dan mewah di Pasuruan kala itu. Di gedung terdapat ruangan luas dengan lantai dari marmer dan tiang-tiang yang tinggi, lampu kristal mewah, cermin dinding yang tinggi juga patung-patung dari perunggu. Di dalamnya juga terdapat ruang baca dan billiar.
Gedung yang mendapat julukan “Rumah Bola” oleh penduduk pribumi ini dengan cepat menjadi tempat pertemuan, berkumpul, berbincang sambil menikmati secangkir teh, minum alkohol, main kartu, main billiar dan pesta dansa para sosialita Eropa di Pasuruan hingga larut malam. Sociëteit Harmonie sangat populer di Pasuruan pada saat itu karena hanya orang-orang Eropa dari kelas atas, pejabat, pengusaha dan priyayi yang boleh menjadi anggota perkumpulan klub eksekutif itu.


Perlu diketahui bahwa paska diberlakukan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870, yang memberian izin semakin luas pada perusahaan swasta Eropa untuk menanamkan investasinya di Hindia Belanda, banyak perusahaan, industri, dan perkebunan didirikan di daerah Pasuruan. Salah satunya adalah industri gula di Oosthoek (yang kemudian berkembang menjadi Karesidenan Besuki dan Probolinggo hingga akhirnya menjadi Gemeente Pasuruan). Pndirian industri ini membawa beberapa orang-orang Belanda dan Eropa tinggal di Hindia Belanda, termasuk di Pasuruan. Banyaknya orang Belanda dan Eropa yang bermukim di Pasuruan ini, membutuhkan beberapa fasilitas atau sarana. Salah satunya Sociëteit Harmonie ini.
Pada tahun 1947 Sociëteit Harmonie ini beralih fungsi menjadi Markas TRIP karena letak dan arsitektur bangunan ini sesuai dengan konsep pertahanan. TRIP adalah singkatan dari Tentara Republik Indonesia Pelajar. Di sejumlah daerah, terdapat beberapa istilah untuk penyebutan TRIP. Kalau di Jawa Timur akrab dengan sebutan TRIP, di Jawa Tengah dikenal dengan Tentara Pelajar (TP), Di Yogyakarta dinamakan Tentara Genie Pelajar (TGP), dan di Jawa Barat disebut Corps Pelajar Siliwangi (CPS). Kesemua istilah tersebut sebenarnya sama, yaitu sebutan untuk Tentara Pelajar (TP) yang merupakan suatu kesatuan militer yang ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia di mana para anggotanya dari para pelajar. Umumnya usianya berkisar antara 15 hingga 20 tahun.
Pada tahun 1951, Tentara Pelajar secara resmi dibubarkan dalam sebuah upacara demobilisasi. Sehingga gedung Sociëteit Harmonie yang dulu digunakan sebagai Markas TRIP, sejak dibubarkannya secara otomatis juga tidak menjadi markas lagi. Selanjutnya pada tahun 1962, gedung tersebut difungsikan sebagai tempat pertemuan dan pertunjukan kesenian rakyat dengan nama Gedung Rakyat. Kemudian pada tahun 1964 Gedung Rakyat berganti menjadi Yayasan Pendidikan Kejuruan Untung Surapati dan difungsikan sebagai sarana pendidikan sekolah kejuruan. Selain memodifikasi ruang-ruang yang ada pada bangunan lama untuk menjadi ruang kelas, juga mendirikan bangunan baru.
Pada saat ini SMK Untung Surapati telah terakreditasi A, dan mempunyai beberapa program jurusan, yaitu Teknik Pemesinan, Ketenagaan Listrik, Otomotif, serta Komputer dan Jaringan.
Sesuai dengan perjalanan sejarahnya, bangunan gedung berlanggam Indische Empire Style ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang tertera pada Diktum Kesatu. *** [200915]

Share:

Menara Air Pasuruan

Pasuruan pernah tercatat sebagai pelabuhan terbesar di Jawa sebelum abad ke-20. Letaknya yang berada di muara Sungai Gembong, menjadikan Pasuruan dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai pelabuhan yang lokasinya tergolong strategis. Pasuruan sempat dipakai sebagai kota pelabuhan untuk membawa hasil perkebunan di daerah sekitarnya (hinterland) langsung ke pelabuhan-pelabuhan di Eropa.
Kondisi ini menyebabkan Pasuruan tumbuh menjadi kota penting bagi kepentingan Pemerintah Hindia Belanda. Sehingga tak mengherankan, bila saat ini banyak dijumpai berbagai bangunan peninggalan kolonial di Kota Pasuruan. Tak hanya gedung pemerintahan, tempat ibadah, sekolah, gedung pusat penelitian gula, namun juga bangunan fasilitas publik yang pada waktu itu sangat diperlukan seiring berkembangnya pemukiman yang ditinggali oleh orang-orang Belanda. Salah satunya adalah menara air yang berada di pojok utara alun-alun Kota Pasuruan.


Menara air ini terletak di Jalan Alun-Alun Utara, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi menara air ini berada di sebelah barat pendopo Nyawiji Ngestiti Wenganing Gusti, atau sebelah timur TK Suluh Harapan.
Bangunan menara air ini didirikan pada tahun 1919 oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai tempat penampungan air yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Pasuruan, dan sekaligus berfungsi untuk mendistribusikan air minum bagi warga Pasuruan.  Sehingga, biasanya menara air tersebut dibangun di tengah kota, termasuk yang ada di Kota Pasuruan didirikan di dekat alun-alun (De watertoren aan de aloen-aloen te Pasoeroean).


Berkaitan dengan pemenuhan air tersebut, pasokan air untuk menara air (watertoren) tersebut berasal dari sumber air yang terdapat di Desa Umbulan, Kecamatan Winong, Kabupaten Pasuruan. Sumber air Umbulan ditemukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1916, dan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 1917, sumber air tersebut dikelola oleh Inlando Water Bedrijf.
Kendati ditujukan untuk pemenuhan air minum bagi masyarakat Pasuruan, namun tidak semua masyarakat Pasuruan dapat memanfaatkan air dari menara air tersebut. Hanya orang-orang Belanda dan golongan menengah ke atas saja yang diperkenankan memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat pribumi masih menggunakan sumur-sumur untuk memenuhi kebutuhan air dalam kesehariannya.
Bangunan menara air di Kota Pasuruan ini, sekarang dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Air Minum Kota Pasuruan, atau yang dikenal dengan PDAM. Menara air ini bukan sekadar menyediakan air bersih kepada masyarakat melalui sistem perpipaan, melainkan juga menjadi salah satu ikon yang ada di Kota Pasuruan. Menara air peninggalan kolonial Belanda ini menjadi heritage yang masih meninggalkan jejak berupa bangunan menjulang tinggi yang kokoh dan khas. *** [200915]
Share:

Asal Usul VOC

VOC merupakan singkatan dari Verenigde Oost Indische Companie. Awalnya VOC adalah gabungan umum dari Generale Verenigde Geoctroyeerde Oost Indische Compagnie (Persatuan Umum Persekutuan Dagang Hindia Belanda). VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 di Amsterdam, setelah diadakannya perundingan yang lama dan sulit antara Staten Generale (Dewan Perwakilan). Dalam perundingan tersebut turut dihadiri oleh pengacara Belanda yang terkenal, yaitu Johan van Oldenbarneveldt, para pengurus perusahaan dagang Holland dan Zeeland, yang telah dibentuk antara tahun 1596-1602 untuk berdagang di Hindia Timur. Sebelum VOC berdiri dengan rentang tahun antara 1598-1602, Belanda telah memiliki 65 kapal dari jumlah sebelumnya yaitu 22 kapal yang mengangkut hasil bumi dari Nusantara terutama rempah-rempah, baik milik perseorangan maupun milik perserikata dagang.
Dengan banyaknya perserikatan dagang, terjadilah persaingan di antara para pedagang Belanda yang mengakibatkan harga rempah-rempah di pasaran Eropa menjadi jatuh. Oleh sebab itu, didirikan VOC dengan tujuan untuk mewadahi para pedagang, menghindarkan para pedagang dari persaingan yang tidak sehat, dan melindungi para pedagang dari intervensi pedagang lain seperti pedagang Portugis, Arab, Tiongkok, dan Inggris. VOC memiliki hak istimewa yang disebut dengan hak oktroi. Hak tersebut mengindikasikan bahwa VOC memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sama seperti halnya sebuah negara. Hak istimewa tersebut, antara lain:


  • Hak mengadakan perjanjian dengan negara lain tanpa melalui persetujuan Raja/Ratu Belanda.
  • Hak membuat dan mengedarkan uang sendiri.
  • Hak menyusun dan memiliki angkatan laut serta angkatan darat sendiri yang dapat bertindak tanpa harus tunduk kepada Kerajaan Belanda.
  • Hak menyatakan perang dengan negara atau kerajaan lain tanpa harus meminta persetujuan dengan Raja/Ratu Belanda.
Kepentingan-kepentingan yang menaungi VOC diwakili oleh sistem majelis untuk masing-masing dari enam wilayah yang memiliki direktur berjumlah 17 orang yang disebut dengan Heeren XVII. Mereka berasal dari Amsterdam, Hoorn, Enkhuizen, Rotterdam, Delft, dan Middleburg (Zeeland). Penetapan anggota Heeren XVII didasari atas ketentuan, yaitu 8 orang dari Amsterdam, 4 orang dari Middleburg (Zeeland), dan sisanya berasal dari Hoorn, Enkhuizen, Rotterdam, dan Delft dengan jumlah masing-masing satu orang. Untuk anggota yang ketujuh belas ditentukan oleh Zeeland. Heeren XVII mengadakan pertemuan dua kali dalam satu tahun, yaitu pada musim semi dan musim gugur. ***
Share:

Daftar Bangunan Kuno di Yogyakarta

Berikut ini adalah daftar dari bangunan kuno atau peninggalan sejarah lainnya yang terdapat di Yogyakarta:

Apotek ini terletak di Jalan Malioboro No. 129 Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Benteng ini terletak di Jalan Ahmad Yani No. 6 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bruderan ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 18 Kampung Yudonegaran RT.09 RW.01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung Agung ini terletak di Jalan Ahmad Yani No. 3 Kampung Ngupasan RT.09 RW.03 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung BI ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 4 Kampung Yudonegaran RT.09 RW.01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung BNI ini terletak di Jalan Ahmad Dahlan No. 1 Kampung Kauman RT.38 RW.11 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung ini terletak di Jalan Malioboro No. 54 Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung ini terletak di Jalan Trikora No. 4 Kampung Kauman RT.38 RW.11 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gedung Manulife Financial Yogyakarta
Gedung ini terletak di Jalan Margo Utomo No. 20 Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Pugeran
Gereja ini terletak di Jalan Suryaden No. 63 Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru
Gereja ini terletak di Jalan Abu Bakar Ali No. 1, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran
Gereja ini terletak di Jalan Bintaran Kidul No. 5, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

GPIB Jemaat Marga Mulya Yogyakarta
Gereja ini terletak di Jalan Ahmad Yani No. 5, Kampung Beskalan RT. 05 RW. 02, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Hotel Inna Garuda Yogyakarta
Hotel ini terletak di Jalan Malioboro No. 60 Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Indraloka Family Homestay Yogyakarta
Homestay ini terletak di Jalan Cik Di Tiro No. 18 Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Jogja Library Center
Jogja Library Center ini terletak di Jalan Malioboro No. 175 Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kantor Asuransi Jiwasraya Kotabaru
Kantor ini terletak di Jalan Faridan Muridan Noto No. 9 Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Kantor Pos Besar Yogyakarta
Kantor pos ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 2 Kampung Yudonegaran RT.09 RW.01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kawasan Malioboro ini membentang dari Stasiun Tugu Yogyakarta di sebelah utara menuju ke selatan hingga perempatan Panguraksan atau perempatan benteng.

Kompleks sekolah ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 32 Kampung Yudonegaran RT.09 RW.01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kraton ini terletak di Jalan Alun-Alun Utara, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Malioboro Indomaret Point terletak di Jalan Malioboro No. 123 Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid Gedhe ini terletak di Jalan Kauman Alun-Alun Kraton Yogyakarta, Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Museum ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 75 Kelurahan Terban, Kecamatan Gondukusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Museum ini terletak di Jalan Trikora No. 6 Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pasar ini terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 16 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pura Pakualaman terletak di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Rumah sakit ini terletak di Jalan Jnderal Sudirman No. 70 Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta
Rumah sakit ini terletak di Jalan Cik Di Tiro No. 5 Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Rumah sakit ini terletak di Jalan Cik Di Tiro No. 30 Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Stasiun Kereta Api Lempuyangan
Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun Lempuyangan, Kelurahan Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

SMP ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 28-30 Kampung Yudonegaran RT.09 RW.01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Stasiun ini terletak di Jalan Margo Utomo No. 1 Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

The Phoenix Hotel Yogyakarta
Hotel ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 9 Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Vihara Buddha Prabha Yogyakarta
Vihara ini terletak di Jalan Brigjen Katamso No. 3 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami